Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Nur Ikhsan
Muhammad Ilham Nur Ikhsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Orang boleh lupa tapi catatan selalu mengingatkan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Cinta Tanpa Syarat dari Rumah Beratap Jerami

12 Juni 2024   00:52 Diperbarui: 12 Juni 2024   02:07 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:Dokumen pribadi

Pagi yang indah, terdengar jelas suara angkot, bus dan kendaraan transportasi modern lainnya. Terdengar dari sebuah rumah yang beralas tanah, berdinding papan, dan beratap jerami. Rumah yang di depan halamannya berdiri tegak sebuah tiang, mengibarkan gagah bendera merah putih. Rumah yang ditinggali oleh seorang kepala keluarga dan anak-anaknya. Setiap pagi dalam keadaan sedemikian rupa, senyum dan kecintaan mereka tak pernah ingkar memandang balutan kain itu. Kain yang mungkin diperjuangkan oleh kakek nenek mereka untuk setiap paginya bertegur sapa dengan mereka tatkala fajar menyingsing.

Pemilik rumah itu pasti masih miskin, namun dia pasang balutan kain itu setinggi-tingginya sebangga-bangganya untuk mengirimkan pesan  kepada semua yang melewati rumah sederhananya itu, "saya dan keluarga saya juga pemilik sah republik ini, hati dan rasa cinta kami  terlalu meyakini, akan sampai pada titik kesejahteraan dari tempat kami dilahirkan ini".

Yang berada pada garis kemiskinan telah menyatakan cintannya kepada republik ini. Hari-harinya mungkin dipenuhi kesulitan dan kemelaratan, mungkin tak mampu menyekolahkan anak-anaknya, mungkin tak ada tabungan di bank. Tapi tabungan cintannya untuk negeri ini sangat berlimpah. Republik ini telah di cintai tanpa syarat maupun perjanjian hitam di atas putih.           

Merayakan Kemerdekaan dengan Penuh Kebanggaan

Tatkala memasuki bulan Agustus, bulan yang menandakan dirayakannya hari kemerdekaan, ada rasa bangga yang dirasakan oleh seluruh anak bangsa. Rasa bangga yang merupakan hadiah dari ongkos perjuangan kemerdekaan. Masih lekat dalam ingatan tatkala kita merenung sejenak memikirkan masa-masa perjuangan yang banyak dicatat dalam lembar-lembar sejarah. Hanya 5% rakyat kita yang melek huruf. Mayoritas keluarga pada masa itu berbajukan kemiskinan dan keterbelakangan. Tapi mereka tak malu. Dengan berbekal semangat kolektif, mereka teriak bahwa kita akan keluar dari masa-masa ini, kita akan berpentas di tataran dunia.

Filosofi Kemerdekaan dan Tugas Mulia Bangsa

Semua mesti ingat, republik ini didirikan tidak hanya untuk mencatat sejarah pernah menggulung kolonialisme. Ada tugas mulia: menggelar keadilan sosial, menyejahterakan rakyat, dan mencerdaskan mereka yang masih terbelakang. Selama ini, kita seolah keliru menafsirkan konotasi cita-cita kemerdekaan. Kemerdekaan bukan hanya tentang kebebasan dari penjajahan, tetapi juga tentang tanggung jawab untuk memastikan setiap warga negara merasakan keadilan dan kesejahteraan. Kemerdekaan adalah tentang membangun bangsa yang adil, makmur, dan beradab. Bangsa yang menghargai setiap individu dan memberikan mereka kesempatan untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka.

Menghidupkan Semangat Kebersamaan

Dalam rumah yang sederhana itu, bendera merah putih berkibar bukan sekadar simbol nasionalisme, tetapi juga sebagai lambang harapan dan semangat juang. Setiap pagi, ketika keluarga itu membuka pintu dan jendela, mereka mengingat perjuangan kakek nenek mereka dan menyadari bahwa mereka adalah bagian dari perjalanan panjang bangsa ini. Mereka memahami bahwa setiap langkah kecil yang mereka ambil, setiap usaha keras yang mereka lakukan, adalah kontribusi untuk masa depan yang lebih baik. Namun, di balik kebanggaan akan kemerdekaan, kita harus menyadari bahwa masih ada kesenjangan sosial yang nyata di tengah masyarakat. Sebagian kecil dari kita mungkin telah merasakan janji kemerdekaan: akses kesehatan yang memadai, pendidikan yang berkualitas, dan peluang ekonomi yang terbuka lebar. Namun, mayoritas dari kita masih belum merasakan sepenuhnya nikmat dari janji tersebut, keluarga kecil penghuni rumah sederhana itu adalah contoh kecil.

Gap sosial ini mencerminkan ketidakadilan yang masih ada. Mereka yang berada di daerah terpencil sering kali terpinggirkan, tanpa akses yang memadai ke layanan dasar. Ketidaksetaraan ini adalah pengingkaran terhadap janji kemerdekaan. Kita harus mengubah cara pandang kita terhadap cita-cita kemerdekaan, mengilhaminya dengan kata janji. Cita-cita hanya untuk diraih, jika belum dapat diraih bisa direvisi. Sedangkan janji adalah sesuatu yang harus ditepati, dilaksanakan, dan digelar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun