Mohon tunggu...
Muhammad ZulfanKorompot
Muhammad ZulfanKorompot Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah manusia biasa saya makan nasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Spiritual di Kampung Adat Cireundeu Memeluk Kekayaan Budaya dan Alam

7 Maret 2024   21:55 Diperbarui: 7 Maret 2024   22:17 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Beras Dari Singkong (rasi)/dok. pri

Ketika langkah pertama saya menginjakkan kaki di Kampung Adat Cireundeu, hati saya dipenuhi dengan keingintahuan dan antusiasme yang tak terbendung. Saya telah mendengar banyak cerita tentang keindahan alamnya, kekayaan budayanya, dan warisan adat yang masih kuat di desa ini. Namun, apa yang saya alami di sana melebihi segala harapan saya.Kampung Adat Cireundeu ini telah ada sejak abad ke-16 Masehi. Asal-usul nama "Cireundeu" sendiri berasal dari kata "Ci" yang berarti air dan "Reundeu" yang mengacu pada tanaman Reundeu. Nama tersebut menggambarkan hubungan historis dan budaya yang kuat antara kampung ini dengan sumber air dan tanaman Reundeu. Tanaman Reundeu, yang dalam bahasa Latin disebut Staurrogyne elongate, memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat setempat sebagai bahan obat tradisional dan lalapan. Kampung Cireundeu ini dihuni oleh 367 kepala keluarga atau kurang lebih 1.200 Jiwa . Dan terdiri dari 550 orang perempuan dan 650 orang laki-laki , Masyarakat di kampung cireundeu ini sangat terbuka dengan masyarakat luar. Namun Masyarakat cireundeu tidak suka merantau dan berpisah dengan orang - orang sekerabatnya.

Masyarakat Cireundeu memiliki konsep pembagian wilayah yang telah terjaga sejak zaman dahulu. Wilayahnya dibagi menjadi tiga bagian utama: Leuweung Larangan, Leuweung Tutupan, dan Leuweung Baladahan. Leuweung, atau hutan, memiliki makna yang sangat penting bagi kehidupan dan budaya masyarakat Cireundeu.

Sejak tahun 1913 M, sebagian penduduk Cireundeu telah mengadopsi kebiasaan yang berbeda dalam penggunaan makanan pokok. Di mana masyarakat lain mungkin mengkonsumsi nasi dari beras, di Kampung Cireundeu, mereka menggunakan singkong sebagai bahan dasar untuk membuat makanan pokok yang mereka sebut sebagai "Sangu" tetapi menggunakan singkong yang mereka sebut "Sangueun". Masyarakat Kampung Cireundeu mempertahankan dengan teguh pepatah karuhun Cireundeu yang menyiratkan nilai penting tentang kemandirian dan kekuatan.Pepatah tersebut secara tersirat merujuk pada sejarah penggunaan singkong sebagai pengganti beras di Desa Cireundeu. Tradisi ini berkaitan dengan praktik puasa nenek moyang mereka, yang menggunakan beras selama puasa untuk mencapai tujuan spiritual dan kemerdekaan batin.

Gambar Beras Dari Singkong (rasi)/dok. pri
Gambar Beras Dari Singkong (rasi)/dok. pri
Melintasi warisan di Kampung Adat Cireundeu bukan hanya sekedar pengalaman wisata biasa. Bagi saya, itu adalah perjalanan spiritual yang membuka mata dan hati saya terhadap kekayaan budaya dan alam yang ada di sekitar kita. Saya pulang dengan hati yang penuh rasa syukur dan kesadaran akan pentingnya menjaga dan mempertahankan warisan nenek moyang kita untuk generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun