Mohon tunggu...
Humaniora

Perihal Cinta Santri Sederhana

8 Mei 2019   01:32 Diperbarui: 8 Mei 2019   01:59 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Insan mana yang tidak teranugrahi dengan yang namanya cinta? Sebodoh apapun, segila apapun, hati nuraninya pasti masih terukir bintik bintik cinta. Apalagi insan yang memiliki akal sehat, aneh rasanya kalau dalam hatinya tak terdapat ukiran indah perihal cinta.

Ada satu lirik lagu yang menurut saya memang benar "hidup tanpa cinta bagaikan taman tak berbunga". Apa indahnya taman tanpa hiasan bunga? Begitu juga apa indahnya hidup tanpa hiasan cinta?. Bisa kita rasakan kegersangan dan kehampaannya.

Santri adalah sosok insan yang sederhana. Dengan pakaian koko, bersarung dan bersongkok adalah ciri khasnya. Namun soal hati tentang mencinta, santri juga punya cerita. Yang perlu digaris bawahi, cinta santri tak sevulgar cinta remaja dunia non santri. Santri masih memegang erat nilai dan norma syariat. Belom lagi kalau sampai ketahuan sama pengurus keamanan (yang santri pasti faham).

Mungkin sudah banyak kisah cinta santri yang terhalang tembok penjara suci. Disini ada kisah cinta seorang santri yang terhalang oleh jarak dan waktu. Kalau Cuma terhalang tembok penjara suci, presentase kemungkinan bisa bertemu masih pada tingkat 80 % an, jadi masih terbilang kategori mudah.

Lain halnya dengan santri yang memendam cinta dengan lawan jenis yang terpisahkan oleh jarak yang menyiksa. Bertemu merupakan suatu yang didambakan, namun apalah daya seorang santri, ia bagaikan korban pengamalan Laita (saudara Inna) yakni Tamanni (mengharapkan sesuatu yang sulit bahkan tidak mungkin terjadi).

Enak bagi mereka yang mudah bertemu dengan sosok yang dicinta. Melihat senyumnya sudah menghilangkan seribu kejenuhan dan mendatangkan sejuta kesenangan. Haru rasanya melihat santri yang terkekang rasa ingin berjumpa namun jarak antara dia dan sang pujaan selalu menjadi halangan.

Akhirnya, rindulah yang selalu melanda disetiap waktu ia membuka mata, mimpi indahpun selalu menjumpa disetiap ia pejamkan mata. Namun santri bukanlah awak yang mudah tenggelam dalam kegelisahan. Biarlah jarak memisah, biarlah waktu mencegah, tapi dengan kuatnya cinta tunggulah datangnya cerita-cerita indah.

Cinta sejati bukanlah cinta yang selalu diumbar dalam bentuk kata, bukan pula seberapa sering kau berjumpa dan beradu canda tawa, tapi seberapa sering kau sebut namanya dalam deretan lantunan doa. Kalau kata Mbah Tejo (presiden jancukers) "puncak kangen paling dahsyat ketika dua orang tidak saling telpon, sms, BBM. Tapi keduanya diam-diam saling mendoakan". Tapi kisah santri ini bukan soal tidak pernah telpon, sms atau BBM-an tapi soal kiriman pesan yang selalu terabaikan.

Cinta dan kesetiaan teruji ketika jarak dan waktu memisahkan. Dan bila cinta diuji dengan jauhnya jarak maka santripun dapat membuktikan kesetiaan dengan penantian. Cinta terkadang aneh, ia justru tumbuh dari orang yang berjarak jauh. Tapi tak mengapa, dengan jarak jauh yang memisahkan akan ada masa dimana sebuah pertemuan yang sangat mengesankan bahkan tidak dapat terlupakan.

Kau yang dicinta di sana, semoga kau sadar bahwa ada yang mencinta diam dalam doa. Kalau kau merasa terganggu, biarlah rasa ini terbias dalam indahnya rindu. Rindu memang akan terasa setelah perpisahan berlalu, maka berharaplah semoga ada waktu untuk bertemu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun