Mohon tunggu...
muhammad fajar
muhammad fajar Mohon Tunggu... Novelis - menulis

menulis meluapkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Presiden Prabowo Subianto Ingin Pemberantasan Korupsi Harus Jadi Agenda Yang Utama

31 Desember 2024   14:04 Diperbarui: 31 Desember 2024   14:04 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://rm.id/files/konten/berita/prabowo-klarifikasi-soal-pengampunan-koruptor-bukan-mau-memaafkan-enak-aja-udah-nyolong_249126.jpg

Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta, yang merupakan yayasan yang mengelola Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta, Rudyono Darsono, mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi masyarakat dan negara Indonesia dalam memerangi korupsi.

"Mengenai pengampunan bagi para koruptor, saya sangat yakin bahwa Presiden Prabowo tidak akan mengkhianati janjinya sebagai prajurit Sapta Marga," ungkap Rudyono kepada para wartawan 

Rudyono memberikan dukungan terhadap tindakan melawan korupsi di Indonesia. Menurutnya, hal ini seharusnya menjadi prioritas utama dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.

"Upaya untuk membersihkan korupsi harus menjadi fokus utama bagi pemerintahan Pak Prabowo, karena inti permasalahan bukan terletak pada besarnya persentase pajak maupun rendahnya kuantitas dan kualitasnya, melainkan pada masalah disiplin yang muncul akibat kerusakan sistem penegakan hukum dan peraturan yang berlaku," jelas Rudyono.

Rudyono memberikan tanggapan atas pernyataan Prabowo tentang pengampunan bagi koruptor. Ia berpendapat bahwa mekanisme tersebut perlu diatur dengan baik untuk mencegah adanya penyimpangan.

"Di sisi lain, memberikan pengampunan kepada para pelaku korupsi merupakan ide yang sangat bagus, bahkan lebih inovatif dibandingkan negara-negara lain seperti Cina, Hongkong, atau Singapura. Hanya saja, sistem pelaksanaannya harus dirancang dengan baik dan mempertimbangkan berbagai faktor sosial lainnya," jelasnya.

"Sebagai contoh, mereka harus mengakui kesalahan dengan mencantumkan secara akurat harta hasil korupsi yang dimiliki, tanpa pengecualian, untuk dihitung denda atau pengembalian uang yang didapat secara ilegal kepada negara. Setelah periode pengakuan dosa berakhir, baru bisa diterapkan sanksi yang tegas," tambah Rudyono.

Dia menekankan bahwa hal ini sangat penting untuk dilakukan agar ada kejelasan mengenai keterkaitan harta yang tidak sah milik para politisi, birokrat, dan oknum penegak hukum serta sistem peradilan.

"Dengan mempertimbangkan pandangan masyarakat yang percaya bahwa banyak harta haram itu justru dimiliki oleh politisi, birokrat, dan aparat penegak hukum, baik yang bersenjata maupun yang tidak, serta pejabat di sektor peradilan, kami yakin jumlahnya bisa mencapai ribuan triliun rupiah," kata Rudyono.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun