Muhammad Sultan Ghazanfar Siddiq - 07041382126159
Konflik Israel-Palestina kembali memanas. Sejak awal tahun 2022, jumlah serangan roket dari Gaza ke wilayah Israel telah meningkat tajam. Di sisi lain, operasi militer Israel di Tepi Barat juga gencar dilakukan.
Perang yang tak kunjung usai ini tentu menyita banyak perhatian Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Israel. Bahkan beberapa pakar melihat, keterlibatan Amerika yang makin dalam di Timur Tengah dapat memicu lengahnya pengawasan terhadap Taiwan. Hal ini dipandang sebagai peluang oleh China untuk merebut pulau yang selama ini dianggap sebagai provinsi pemberontak itu.
Nyatanya, belakangan ini China memang terlihat lebih agresif dalam melakukan intimidasi militer terhadap Taiwan. Pada Agustus 2022 misalnya, China melakukan latihan militer skala besar yang melingkupi sekitar Taiwan. Latihan ketiga kalinya dalam sebulan tersebut diikuti oleh hampir 100 jet tempur dan pembom strategis. Dalam latihan militer itu, China mengerahkan 68 jet tempur, termasuk jet siluman J-20 dan jet pembom berkecepatan tinggi H-6. Selain itu, mereka juga menggelar 13 kapal perusak dan korvet berpeluru kendali serta beberapa kapal selam konvensional maupun berdaya nuklir (United Daily News, 24 Agustus 2022).
Dalam sepekan periode itu, sebanyak 440 jet tempur China juga masuk ke zona pertahanan udara Taiwan. Angka yang menyamai rekor tertinggi yang pernah ada. Memasuki tahun 2023, aksi militer China kembali meningkat. Pada 2 Februari lalu, 24 jet tempur J-16 milik China terbang melintasi garis tengah Selat Taiwan ke arah barat daya pulau itu. Angka ini merupakan rekor tertinggi sepanjang tahun ini (CNN Indonesia, 2 Februari 2023). Latihan berskala besar ini jelas meningkatkan risiko konflik di Selat Taiwan.
Namun demikian, pengamat pertahanan Amerika Serikat, Bonnie Glaser, menilai eskalasi militer China terhadap Taiwan belum terkait dengan konflik Israel-Palestina. Ia menegaskan bahwa operasi militer China pada bulan Agustus merupakan tanggapan atas kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan sebelumnya.
Secara khusus, anggaran pertahanan Taiwan tercatat terus meningkat rata-rata 7% per tahun dalam periode 2017 hingga 2022. Tahun ini saja, Taiwan mengalokasikan anggaran pertahanan sebesar 17,3 miliar USD, meningkat 13,9% dibanding 2021 (Kementerian Pertahanan Taiwan, 30 Agustus 2022).
Berdasarkan data survei opini publik terkait isu sensitif Taiwan:
Survei Vanderbilt University Amerika menemukan bahwa 63,6% warga Taiwan tidak setuju pulau itu disatukan dengan China. Sementara 57,1% warga Taiwan bersedia berperang jika China menyerangnya secara langsung (Taiwan News, 7 Juni 2022).
Di bawah kepemimpinan Presiden Tsai Ing-wen yang terpilih kembali pada 2022, pemerintah Taiwan kembali menaikkan anggaran pertahanan untuk tahun 2023 menjadi 19,4 miliar USD atau naik 12,9% dari tahun sebelumnya (Office of The President Taiwan, 18 Januari 2023).
Selain itu, Kementerian Pertahanan Taiwan sendiri belum melihat perkembangan signifikan yang menunjukkan China ingin menyerang saat ini. Adapun tren peningkatan anggaran pertahanan Taiwan dalam lima tahun terakhir lebih disebabkan oleh ketegangan historis kedua negara, bukan karena situasi Israel-Palestina.