Mohon tunggu...
Muhammad FaisalAmritama
Muhammad FaisalAmritama Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa pba unnes 2020

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Inara Lepas Cadar, Bagaimana Tinjauan Syariat Islam?

5 Juni 2023   10:23 Diperbarui: 5 Juni 2023   10:48 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini kita sedang di hebohkan dengan tengah viralnnya di media sosial, seorang artis yang bernama inara rati yang buka cadar di depan khalayak umum. Pelepasan cadar tersebut yang telah bertahun-tahun telah pakai. Alasannya, memutuskan membuka cadar karena demi pekerjaan. Sebab ia harus tetap bertahan hidup tanpa Virgoun, suami yang menceraikannya. Lantas bagaimana tinjauan syariat islam tentang cadar ?

Berdasarkan literatur fikih, para ulama berbeda pendapat dan pandangan tentang masalah cadar Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam beberapa kitab:

Pertama, Imam Abu Hanifah : Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa cadar tidak wajib bagi perempuan Muslim. Dia berargumen bahwa menutup wajah bukanlah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi Muhammad. Pendapat ini sebagaimana dijelaskan oleh Ali bin Abu Bakar al-Marghinani, al-Hidayah Syarh Al-Bidayah, juz 1, halaman 285;

وَبَدَنُ الْحُرَّةِ كُلُّهَا عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا

“Dan keseluruhan badan perempuan merdeka adalah aurat, kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya.”.

Kedua, Imam Malik: ulama mazhab Maliki menyatakan, memakai cadar hukumnya makruh karena termasuk berlebih-lebihan dalam beragama. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz XLI, halaman 134;

الاِنْتِقَابُ فِيهَا لِأجْلِهَا أَوْ لاَ ، لِأَنَّهُ مِنَ الْغُلُوِّ.وَيُكْرَهُ النِّقَابُ لِلرِّجَال مِنْ بَابِ أَوْلَى إِلاَّ إِذَا كَانَ ذَلِكَ مِنْ عَادَةِ قَوْمِهِ ، فَلاَ يُكْرَهُ إِذَا كَانَ فِي غَيْرِ صَلاَةٍ ، وَأَمَّا فِي الصَّلاَةِ فَيُكْرَهُ .وَقَالُوا : يَجِبُ عَلَى الشَّابَّةِ مَخْشِيَّةِ الْفِتْنَةِ سَتْرٌ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ إِذَا كَانَتْ جَمِيلَةً ، أَوْ يَكْثُرُ الْفَسَادُ.

Artinya, “Madzhab Maliki berpendapat bahwa dimakruhkan wanita memakai cadar—artinya menutupi wajahnya sampai mata—baik dalam shalat maupun di luar shalat atau karena melakukan shalat atau tidak karena hal itu termasuk berlebihan (ghuluw).

Dan lebih utama cadar dimakruhkan bagi laki-laki kecuali ketika hal itu merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya, maka tidak dimakruhkan ketika di luar shalat. Adapun dalam shalat maka dimakruhkan. Mereka menyatakan bahwa wajib menutupi kedua telapak tangan dan wajah bagi perempuan muda yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah, apabila ia adalah wanita yang cantik, atau maraknya kebejatan moral,” .

Ketiga,  Imam Asy-Syafi’i. Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa cadar adalah sunnah dan ada juga yang mengatakan wajib [sangat dianjurkan]. Menurutnya,  menutup wajah dengan cadar adalah bagian dari ketaatan kepada Allah dan menjaga kehormatan perempuan.

وَاخْتَلَفَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ عَلَيْهَا ، وَقِيل : هُوَ سُنَّةٌ ، وَقِيل : هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى

Artinya, “Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi perempuan. Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan adalah wajib. Pendapat lain (qila) menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan ada juga yang menyatakan khilaful awla,”

Empat, Imam Ahmad bin Hanbal: Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa cadar adalah tidak wajib bagi perempuan muslimah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ibnu Qudamah al-Hanbali:

 وَالْمَرْأَةُ كُلُّهَا عَوْرَةٌ إِلَّا الْوَجْهَ، وَفِي الْكَفَّيْنِ رِوَايَتَانِ

“Dan seluruh tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah. Sedangkan terkait kedua telapak tangan terdapat dua riwayat.”

Perbedaan pendapat ulama tentang hukum mengenakan cadar menggambarkan keragaman dalam pemahaman Islam. Ada ulama yang berpendapat bahwa cadar tidak wajib, sementara yang lain menganggapnya sunnah atau bahkan wajib.

Dengan demikian, syeh ali jumáh mufti mesir memberikan solusi yaitu selayaknya bercadar mempertimbangkan kondisi setempat, jika berada di wilayah yang lumrah memakai cadar maka tidak masalah mengikuti pendapat wajib bercadar. Sebaliknya, jika berada di wilayah yang tidak lumrah memakai cadar, maka lebih baik mengikuti pendapat tidak wajib cadar. 



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun