Mohon tunggu...
Muhammad Ainol Amin
Muhammad Ainol Amin Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA PROGRAM STUDI GEOGRAFI, FISIP, ULM

BELAJAR DAN BELAJAR

Selanjutnya

Tutup

Nature

Faktor Penebangan Hutan Liar di Kalimantan Selatan

31 Desember 2021   14:42 Diperbarui: 31 Desember 2021   15:20 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/5qfDPcNaNZm1ZGei8

Kalimantan Selatan juga merupakan salah satu provinsi Indonesia di pulau Kalimantan, dengan jumlah penduduk kurang lebih 3,9 juta jiwa. Luasnya sekitar 3,9 juta hektar, termasuk 1,8 juta hektar hutan dan 100.000 hektar lahan gambut. 

Penebangan hutan di kalimantan selatan sangat marak terjadi. Salah satunya di kabupaten tabalong. Dalam penelitian yang dilakukan Kurniawan Basuki, Athaillah Mursyid, Ahmad Kurnain,dan Suyanto, 2016 mengatakan bahwa Masyarakat di Desa Solan dan Lano di Kabupaten Tabalong melakukan penebangan pohon secara liar guna memenuhi tingginya permintaan industri pengolahan kayu untuk pasokan bahan baku kayu yang banyak terdapat di Kecamatan Jaro dan Muara Uya. Masyarakat percaya bahwa perusahaan-perusahaan di industri perkayuan dapat segera memenuhi kebutuhan ekonominya dan dapat memberikan pendapatan langsung yang lebih banyak daripada pekerjaan lain dalam waktu singkat. Masyarakat terbiasa mendapatkan pinjaman uang dari investor (cukong), dan jumlah pengembalian mereka akan dihitung menggunakan kayu yang mereka hasilkan. Keberadaan kawasan hutan dengan potensi kayu, ditambah dengan lemahnya penegakan hukum, memberikan peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkan potensi kayu yang ada. 

Faktor kemiskinan selalu dijadikan alasan oleh masyarakat untuk menggantungkan hidupnya pada kegiatan penebangan. Tekanan ekonomi (kemiskinan) dan kurangnya lapangan pekerjaan, rendahnya pendidikan dan keterampilan, serta kurangnya modal usaha membuat mereka menjadi penebang. Sebagian besar masyarakat di desa Solan dan Lano telah terjun dalam industri perkayuan secara turun temurun, bahkan sebagian remaja sudah mulai menekuni pekerjaan ini. Oleh karena itu, masyarakat merasa tidak memiliki keterampilan pekerjaan lain selain menebang pohon, sehingga sulit untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Menurut Kementerian Kehutanan (2011), sekitar 60 juta orang Indonesia tinggal di kawasan hutan. Sebagian besar dari mereka termasuk dalam periode pra-kemakmuran. Para investor memanfaatkan kemiskinan ini dengan memprovokasi mereka untuk melakukan illegal logging. 

ICG (2001) menunjukkan dalam Haque (2008) bahwa salah satu faktor dasar dari illegal logging adalah kemiskinan. Karena kemiskinan, penduduk desa terpaksa menebang hutan, menggunakan gergaji mesin untuk memberi mereka dana, dan membayar penduduk setempat dengan uang yang cukup. Mereka juga tidak akan merasa bersalah, karena perusahaan-perusahaan besar dapat menebang hutan di sekitar desa mereka tanpa tuntutan, sehingga mereka merasa berhak untuk ikut dalam penebangan. Penggundulan hutan juga terjadi di Pegunungan Meratus di hulu sungai utara. Selain curah hujan yang tinggi, kerusakan lingkungan dan berkurangnya tutupan hutan diyakini menjadi penyebab utama banjir besar dan tanah longsor di Kalimantan Selatan. Menurut laporan media Indonesia, illegal logging di Pegunungan Meratus memiliki sejarah panjang dan skala yang bervariasi. Penebangan liar ini telah menyebabkan kerusakan serius di bagian atas Pegunungan Melatus. Berdasarkan hasil analisis Lembaga Penerbangan dan Astronautika Nasional (LAPAN) menggunakan data mosaik Landsat untuk mendeteksi tutupan lahan pada tahun 2010 dan 2020 menunjukkan bahwa tutupan lahan di DAS Barito telah mengalami perubahan formal. hutan primer, hutan sekunder, persawahan dan semak belukar mengalami penurunan. Dengan kata lain, 13.000 hektar hutan primer, 116.000 hektar hutan sekunder, 146.000 hektar sawah, dan 47.000 hektar semak belukar berkurang. Banyak orang percaya bahwa deforestasi di Kalimantan Selatan adalah penyebab banjir besar dan tanah longsor. 

Akibat pohon dan hutan yang terus ditebangi secara liar tanpa memerhatikan apakah pohon tersebut cukup umur untuk ditebang mengakibatkan spesies-spesies hayati dikalimantan selatan terancam punah. Misalnya saja kayu besi(Eusideroxylon zwageri) atau orang kalimantan selatan menyebutnya kayu ulin, spesies ini sudah sangan sulit ditemukan dan sudah terancam punah. 

upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu :

Mencoba untuk menghutankan kembali atau menanami kembali hutan yang telah gundul, Melakukan pelarangan deforestasi hutan, Menerapkan sistem tebang pilih saat menebang pohon, Menerapkan sistem tanam diagonal dalam kegiatan penebangan, dan memberikan Sanksi yang berat akan dikenakan terhadap pelanggaran peraturan pengelolaan hutan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun