Kasus korupsi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan yang sangat luar biasa karena bisa berdampak pada tingkat melambatnya pertumbuhan perekonomian negara, kesejahteraan warga, pemenuhan HAM, hingga akses terhadap kebutuhan dasar warga negara.Â
Berdasarkan hasil pemantauan tren penindakan kasus korupsi semester I tahun 2022, Indonesian Corruption Watch mencatat kurang lebih terdapat 252 kasus korupsi dengan 612 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka dan memiliki potensi merugikan negaranya mencapai Rp. 33,6 Triliun. Jadi, dapat disimpulkan data yang telah ditetapkan telah menunjukkan bahwasannya korupsi di Indonesia merupakan musuh utama utama bangsa Indonesia.
Korupsi dalam pengertian paling umum adalah pengabaian atau penyisihan atas suatu standar yang seharusnya didirikan. Secara sempit, korupsi diartikan sebagai pengabaian standar perilaku tertentu oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kepentingan diri sendiri.Â
Korupsi pun terjadi dalam politik, yaitu menyalahgunakan wewenang oleh para pejabat pemerintah atau politisi bagi keuntungan pribadi mereka masing-masing. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara terbuka telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001.Â
Dalam pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh jenis tindak pidana korupsi. Dalam pasal tersebut menjelaskan mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana karena korupsi.Â
Jenis tindak pidana korupsi yang berjumlah tiga puluh pada dasanya dapat dikelompokkan sebagai berikut; (1) Kerugian Keuangan Negara, (2) Suap Menyuap, (3) Penggelapan dalam jabatan, (4) Pemerasan, (5) Perbuatan Curang, (6) Benturan Kepentingan dalam pengadaan, (7) Gratifikasi (uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan).
Ada beberapa unsur korupsi sebagai berikut; (1) adanya pelaku, karena dengan adanya pelaku atau pelaku-pelaku yang memenuhi adanya tindakan korupsi. (2) adanya tindakan yang melanggar norma-norma, karena tindakan yang melanggar norma-norma tersebut dapat berupa norma agama, kesopanan, kesusilaan dan hukum. (3) adanya tindakan yang merugikan negara atau masyarakat secara langsung maupun tidak langsung, karena menurut beberapa riset yang ada bahwa pelaku tindak korupsi telah merugikan negara atau masyarakat dapat berupa penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang maupun penggunaan kesempatan yang ada, sehingga dampaknya sangat merugikan keuangan negara, fasilitas maupun pengaruh dari negara. (4) adanya tujuan untuk keuntungan pribadi atau golongan, hal ini berarti mengabaikan rasa kasih sayang dan tolong-menolong dalam bermasyarakat demi kepentingan pribadi atau golongan. Keuntungan tersebut bisa berupa harta kekayaan yang melimpah serta fasilitas-fasilitas negara yang dapat mendapatka pengaruh.
Dari beberapa unsur tersebut, lalu apa saja penyebab pelaku tersebut melakukan tindak korupsi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu memerlukan kajian yang sangat mendalam. Faktor penyebab korupsi di Indonesia antara lain; (1) kerusakan moral, (2) kelemahan sistem, (3) kerawanan kondisi sosial ekonomi, (4) ketidaktegasan dalam penindakan hukum, (5) seringnya pejabat meminta sumbangan kepada pengusaha-pengusaha, (6) pungli, (7) kurangnya pengertian tentang tindak pidana korupsi, (8) penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan yang serba ditutup, (9) masih perlunya peningkatan mekanisme kontrol oleh DPR dan (10) masih lemahnya perundang-undangan yang ada.Â
Dari beberapa penyebab tersebut, tentunya ada sebuah solusi atau sebuah upaya yang dilakukan oleh pemerintah. upaya tersebut tercantum dalam Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) serta UU No. 28 tahun 1999 sebagai pelaksanaan dari Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, maka selain diperlukan hukum atau peraturan yang mengaturnya, juga diperlukan lembaga yang bertugas menangani kasus korupsi. Lembaga tersebut antara lain Komisi Pemeriksa dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Adapun tugas Komisi Pemeriksa dan Komisi Pemberantasan Korupsi antara lain (1) melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta kekayaan penyelenggara negara, (2) meneliti laporan dan pengaduan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau instansi pemerintah tentang dugaan adanya KKN dari para penyelenggara negara, (3) melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri mengenai harta kekayaan penyelenggara negara berdasarkan petunjuk adanya KKN terhadap penyelenggara negara yang bersangkutan, dan (4) meminta pejabat yang berwenang membuktikan dugaan KKNsesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Dari berbagai upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, masyarakat pun perlu dilakukan pemberdayaan dalam rangka mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN. Masyarakat diharapkan saling bersatu dalam melaksanakan kontrol sosial secara maksimal. Lalu peran masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk apa saja? Jawabannya adalah dalam bentuk hak yang wajid dimiliki semua masyarakat. Hak tersebut antara lain (1) hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang penyelenggara negara. (2) hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara. (3) hak menyampaikan saran dan pendpaat serta tanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara. (4) hak memperoleh perlindungan hukum.