Perjalanan panjang mengiringi sudah petaka masyarakat Jawa Timur yang terkena imbas dari luapan banjir Lumpur Lapindo, Sidorjo Jawa Timur. Delapan tahun sudah berjalan, lumpur lapindo tak kunjung selesai di atasi baik oleh perusahan yang bersangkutan maupun negara (pemerintah) selaku rumah bagi masyarakat untuk berlindung.
Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo , adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006.Semburan lumpur panas selama beberapa tahun ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Dampak
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
·Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
·Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
·Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.
·Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.
·Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
·Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
·Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan
·Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat penanggulangan lumpur.
·Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah
·Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam
·Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
·Tak kurang 600 hektare lahan terendam.
·Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
Hadirnya Negara
Bukan sebatas dampak itu saja yang ditimbulkan oleh luapan lumpur Lapindo ini, yang terpenting adalah, penanganan yang terbilang lamban, misalkan dari segi pembayaran ganti rugi yang membuat masyarakat harus menunggu bertahun-tahun hanya sebuah kepastian, karena bukan tanpa alasan masyarakat meminta ganti rugi, berapa banyak kerugian yang dialami masyarakat, mulai dari mata pencaharian yang hilang, tempat tinggal, aset/perkebunan,pertanian, ternak, ladang, pabrik, dll. Jadi, sewajarnya lah masyarakat menuntut apa menjadi haknya itu.
Pemerintah sebagai ujung tombak dalam sebuah negara mempunyai legitimasi dan position power dalam menyelesaikan masalah ini, negara tidak boleh diam ataupun acuh tak acuh, tugas utama sebuah negara adalah mensejahterakan dan melindungi segenap warga bangsanya. Mungkin ini yang dilakukan Pemerintahan Jokowi-JK, negara memang hadir setiap permasalahan warganya, apalagi masalah Lumpur Lapindo yang telah merugikan kehidupan masyarakat dari kata sejahtera. Karena tak kunjung selesai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan. Jokowi kemarin menggelar rapat bersama Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Sekretaris Negara Pratikno dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Menurut Andi, saat ini pemerintah sedang mengupayakan ganti rugi korban lumpur Lapindo diselesaikan pada 2015 mendatang.
Patut diapresiasi dan disyukuri akhirnya pemerintah tidak main-main, negara benar-benar hadir dalam menyelesaikan masalah lumpur yang kronis ini, negara (pemerintah) telah menyetujui untuk membayar ganti rudi sebesar 781 miliar. Dan kini masyarakat bisa lega dengan keputusan pemerintah ini. Kewajiban pemerintah/negara sejalan dengan amanah UUD 1945, memang permasalahan yang ada dibangsa ini tidak ada yang tidak bisa diselesaikan, selagi mau/tidak, semuanya bisa, asalkan negara hadir dan terus hadir dalam setiap masalah rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H