OPTIMALISASI DAN MANFAAT ZAKAT PRODUKTIF
OLEH : MUHAMMAD TALQIYUDDIN ALFARUQI
MAHASISWA PASCA SARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Zakat merupakan rukum Islam yang ke tiga. Hukum zakat tentunya wajib bagi umat muslim. Zakat secara bahasa, artinya tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS.9:10), sedangkan menurut terminologi syari’ah, berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu yang dijelaskan didalam surat At-Taubah ayat 60 yang artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk atau milik orang-orang kafir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Maka dari itu zakat sangatlah penting bagi para mustahiq. Agar zakat ditangan mustahiq tidak hanya dipakai untuk kebutuhan konsumtif, maka zakat bisa dipakai sebagai kebutuhan produktif, atau biasa disebut zakat produktif. Zakat produktif adalah fungsinya lebih pada bentuk dan pola pendayagunaan zakat agar menjadi produktif ditangan mustahiq. Jadi, pendistribusian zakat akan lebih bersifat produktif guna menambah atau sebagai modal usaha mustahiq. Bahwa pengembalian modal usaha oleh mustahiq lebih pada upaya pembelajaran sebagai strategi agar mustahiq bekerja dengan skillnya sehingga usahanya berhasi dari zakat produktif tersebut. Menurut M Anwar Musaddad pengertian produktif adalah kata uang disifati oleh kata zakat. Sehingga yang dimaksud zakat produktif adalah pengelolaan dan penyaluran dana zakat yang bersifat produktif, yang mempunyai efek jangka panjang bagi para penerima zakat. Penyaluran dana zakat produktif ini dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan salah satu tujuan dari disyariatkan dana zakat, yaitu untuk mengentaskan kemiskinan umat secara bertahap dan berkesinambungan.
Rujukan Hukum Zakat Produktif didalam surat al-Baqarah ayat 277 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah, menaati perintah-Nya dengan mengerjakan amal saleh, meninggalkan segala larangan-Nya, melaksanakan salat secara sempurna, memberikan zakat kepada orang yang berhak, bagi mereka pahala yang besar di sisi Tuhan. Mereka tidak akan khawatir menghadapi segala sesuatu di masa depan. Dan tidak akan bersedih merenungi sesuatu yang tertinggal di masa lalu”.
Zakat Produktif mengandung maslahat besar yang akan kembali kepada para fakir dan miskin. Begitu juga kepada para muzaki, karena uang yang mereka bayarkan tetap utuh sedang labanya akan terus berkembang dan mengalir kepada fakir dan miskin atau mustahiq. Mereka membayar zakat dengan jumlah tertentu yang terbatas dan dalam waktu terbatas, tetapi walaupun begitu manfaatnya terus mengalir tanpa mengurangi harta tersebut, dengan demikian pahala mereka terus mengalir seiring dengan mengalirnya manfaatnya.
Pada bab III bagian ketiga pasal 27 disebutkan bahwa: “Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif sebagaimana dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas”. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi.
Dari bab diatas dapat disimpulkan bahwa semua jenis harta yang disebutkan dalam Undang-undang tersebut adalah dibenarkan dan diamanatkan sebagai jenis harta zakat produktif unuk membentuk perekonomian fakir miskin serta peningkatan kualitas umat Islam.
Zakat produktif bisa membangun kemandirian para mustahiq untuk membangun pertumbuhan ekonomi keluarganya. Dana zakat yang diberikan tidak sia-sia hanya untuk kebutuhan konsumtif saja, sehingga yang dulunya menjadi mustahiq sekarang bisa menjadi muzaki. Tentu tujuan ini sangat baik untuk masyarakat lainnya. Dapat dijadikan sebagai contoh para mustahiq sehingga dana zakat yang diberikan dikelola atau digunakan sebagai dana yang produktif dan tidak terpakai hanya untuk kebutuhan konsumtif saja.
Zakat produktif tentunya disalurkan tidak begitu saja kepada para mustahiq. Perlu adanya bimbingan untuk mengelola dana zakat tersebut agar menjadi sebuah usaha yang baik dan sukses. Teori usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan, maka dengan adanya bimbingan atau pendampingan kepada para mustahiq diharapkan agar dana zakat produktif yang diberikan lebih optimal tidak hanya buat para mustahiq dalam jangka waktu pendek tetapi dapat dinikmati dalam jangka waktu yang panjang. Masih banyak para mustahiq yang awam akan dunia ekonomi, bimbingan untuk menjadi bekal dalam mengelola dana zakat produktif akan menjadikan keberhasilan dari dana zakat produktif. Bimbingan kepada mustahiq sangat vital, maka perlu bimbingan yang bagus untuk mengawali usaha yang baru.
Pendampingan para mustahiq tentunya membutuhkan peran para pengelola zakat yang handal dalam bidang pengelolaan zakat dan pendampingan untuk membangun usaha. Pengelola zakat harus mempunyai skiil yang baik dibidang usaha perdagangan. Dengan adanya pengelola zakat yang handal akan mempermudah bagi mustahiq belajar di dunia ekonomi.
Masyarakat yang ekonominya lemah masih banyak di Indonesia. Mayoritas masyarakat di Indonesia beragama muslim dan peluang untuk membayar zakat semakin banyak. Dengan banyaknya para muzaki yang memberikan dana zakatnya bisa membangun perekonomian negara ini. Sehingga kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat terpenuhi kebutuhan ekonominya. Zakat produktif ini selain dapat membangun perekonomian keluarga mustahiq, dapat juga membangun pertumbuhan ekonomi negara. Bertambahnya tenaga kerja yang menjadi pengusaha dari dana zakat produktif itu. Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, dalam bukunya Fiqh Zakat. Bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Maka zakat produktif ini bisa dikatakan sebagai penumbuh ekonomi masyarakat.
Peran pemerintah juga sangatlah penting. Untuk saat ini peranan pemerintah dalam pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pemerintah dapat menyalurkan dana-dana zakat produktif ke barbagai daerah yang pertumbuhan ekonominya lambat dan memiliki banyak mustahiq. Sehingga dana tersebut lancar untuk sampai ke para mustahiq. Karena, pemerintah pastinya memiliki data masyarakat kalangan bawah. Menurut KH Didin Hafidhuddin BAZ ataupun LAZ, jika memberikan zakat yang bersifat produktif, harus pula melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping itu juga harus membina ruhani dan intelektual keagamaannya, agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamannya.
Dalam zakat produktif Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah memberikan contoh sebagaimana dalam hadist Anas bin Malik yang diriwayatkan Tirmidzi bahwa ketika ada seorang Anshor yang meminta-minta beliau tidak langsung memberikan kepadanya uang tunai, tetapi mengajarkan kepadanya bagaimana berusaha dan bekerja, sehingga dalam waktu singkat orang tersebut menjadi mandiri dan tidak meminta-minta lagi.
Dengan adanya zakat produktif ini diharapkan lebih bisa membantu para fakir miskin sehingga mereka akan mendapatkan bantuan dari zakat produktif secara terus menerus, serta hasil yang didapatkan akan mengalir terus dan berkembang lebih besar demi kemaslahatan umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H