Mohon tunggu...
Muhammad Ilyas
Muhammad Ilyas Mohon Tunggu... Petani - Belajar dan berusaha menjadi lebih baik di segala bidang.

Santri Lumajang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puasa Santri

8 Mei 2019   09:32 Diperbarui: 8 Mei 2019   10:11 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sidogiri.net

Maghrib -00:05. Begitu aplikasi Digital Falak menginformasikan azan magrib yang hampir berkumandang sore tadi. Saya masih di perjalanan. "Sebentar lagi magrib. Cepat!"

"Saya taklapar sama sekali," sergah famili yang menyetir.
"Iya, hanya haus," celetuk saya.
"Karena sudah terbiasa takmakan ketika di pesantren."

Dalam dunia pesantren, menahan lapar memang sebuah keharusan. Apa pasal? Pesantren adalah tempat untuk melatih diri (riyadlah), supaya syahwat kita kepada urusan duniawi mengecil dan menyusut.

Selain itu, menahan lapar menjadi sebuah kewajiban bagi santri-santri, karena mereka dituntut untuk bisa mengatur keuangannya sendiri. Dengan uang secukupnya di dompet, mereka harus pintar dan cerdik menyiasati pengeluaran.

Biaya kiriman yang kadang lebih dari kurang, membuat mereka harus memutar otak. Jadilah mereka harus mengurangi porsi makan. Jika di desa halaman biasa makan 3-4 empat kali sehari, maka di pesantren mereka harus terbiasa 1-2 makan dalam kurun waktu 24 jam.

Membahas menu makan, tidak perlu dibayangkan lezatnya. Para santri sudah terbiasa menyantap nasi dengan lauk kerupuk saja. Atau hanya dengan tahu kecap. Makan dengan lauk tempe? Ah, itu sudah hampir tiap hari.

Apakah hal ini tidak berdampak pada kesehatan? Secara ilmu medis, memang berefek. Namun, banyak hal di luar nalar yang tidak dapat dijangkau akal sehat.

Puasa, Sebuah Pertandingan Melawan Nafsu

Bagi santri, rasa lapar, haus, dan letih yang menyapa di bulan Ramadan bukan hal baru. Mereka sudah paham lapangan, sebab di pesantren terbiasa berpuasa sunah. Puasa tarwiyah, asyura', Rajab, Senin-Kamis, dst mereka lahap habis.

 Begitu pun, menjalani ibadah puasa di kampung kelahiran jauh lebih mudah dibandingkan di pesantren. Mengapa? Begini, berpuasa di pesantren tidak serta-merta menggugurkan aktivitas kepesantrenan, terlebih yang bersifat wajib. Biarpun berpuasa, para santri tetap wajib bersekolah, mengaji, dan mengikuti kegiatan lain. Tentu, rasa letih beserta lapar yang menghinggapi di tengah kegiatan berlangsung harus dilawan. So, tidak ada kata woles kendatipun dalam keadaan berpuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun