Mohon tunggu...
muhammad munadi
muhammad munadi Mohon Tunggu... -

Seorang yang ingin memberi manfaat pada semua orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyoal Pemilihan Langsung di Indonesia

13 Mei 2017   16:34 Diperbarui: 4 Juni 2017   15:13 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah reformasi berlangsung hampir 19 tahun keadaan Indonesia dianggap ada kemajuan di satu sisi tetapi juga ada sisi kemunduran yang tajam. Kemajuan pada sisi demokrasi politik dan penghormatan hak asasi manusia. Kemajuan di sisi ini berdampak pada lemahnya pembangunan infrastruktur. Infrastruktur yang rusak merupakan salah satu indikator dana yang besar yang dipruntukkanya tersedot habis untuk pemilu. Maka pada akhirnya dua tahun terakhir memangkas anggaran di semua kementerian. Belum lagi masyarakat disibukkan dengan prosesi dari pemilihan umum satu ke pemilihan umum yang lainnya.

Terlepas dari itu semua, pemilihan langsung terutama pimpinan eksekutif (bupati/walikota, gubernur, presiden) dilihat dari dasar negara Pancasila sebenarnya bertentangan secara kasat mata dengan sila keempat. Sila keempat Pancasila menyebutkan: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Bunyi akhir dari sila tersebut menunjukkan tidak adanya pernyataan pemilu langsung tetapi pemilu pimpinan eksekutif dengan cara permusyawaratan ataupun perwakilan di lembaga legislatif. 

Kalau ini diwacanakan terus menerus  diyakini akan ada perlawanan habis-habisan dari partai politik. Karena lewat ajang ini, parpol mendapatkan mahar luar biasa dari calon kandidat pimpinan eksekutif. Apalagi partai yang punya massa besar dan punya wakil rakyat yang banyak di DPRD/DPR. 

Bagi parpol yang punya kursi  dan konstituen sedikit bercepat-cepat mendukung calon dari partai besar. Ketika mahar besar diberikan oleh calon pimpinan eksekutif, maka ketika benar-benar terpilih bisa dipasikan akan mengembalikan modal awal tersebut dengan cara apapun-termasuk melalui korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kalau sudah begini siapa yang salah? Yang salah adalah pemilihan sistem yang dipakai dalam pemilu. Kalau Pancasila menyatakan Pemilihan yang benar adalah Permusyawaratan atau Perwakilan, mengapa negeri ini memilih sistem Pemilu langsung? Kalau Pemerintah dan DPR tetap mempertahankan Pemulu langsung berarti melawan Pancasila. Berarti Anti Pancasila penyelenggara pemerintahan saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun