Jauh sebelum penulis datang ke sana. Narasi di media-media, menyebutkan bahwa Depok punya tempat konservasi tanaman khas. Yang konon katanya dapat mengangkat destinasi wisata, dan perekonomian di kota ini. Namun kenyataanya, Tugu Belimbing yang tidak besar-besar amat itu tidak lantas membuat penulis takjim, lantaran kondisi di dalamnya berbeda dari narasi yang ada.Â
Padahal kita mengenal Depok bukan dari belimbing, juga bukan dari tugunya yang kurang terkenal itu. Jauh sebelum cerita pocong keliling, kolor ijo, dan keranda terbang berkeliaran di kota tersebut, Depok telah menjelma narasi yang mungkin disampaikan di radio, televisi, dan di depan kelas oleh seorang guru. Jadi apalah arti landmark patung seni, tanpa adanya narasi.
Lagi-lagi jalan raya dan kekuatan narasi yang menjadikan apa-apa yang ada di dalamnya terlihat megah, menakjubkan, luar biasa, dan semua persepsi kekaguman itu. Namun jalan raya dan lankmark-nya adalah suatu konsep infrastruktur kontenporer yang menggambarkan pemikiran modern suatu wilayah agar memberikan efek positif untuk berbagai aspek, seperti kultur, literatur, histori, religi, dan tidak terkecuali aspek perekonomian daerah.
Akan tetapi landmark berbentuk patung seni, jelas berbeda dengan landmark jenis lainnya. Dengan membuat patung sebesar itu dibutuhkan seorang seniman yang mempuni. Mungkin proyek semacam ini tidak hanya membutuhkan seorang seniman patung, tetapi juga membutuhkan seorang insinyur yang paham dengan jenis-jenis bahan matrial untuk membuat sebuah bangunan.Â
Dengan kata lain, landmark patung adalah sebuah kolaburasi dari beberapa jenis bidang yang berbeda. Akan tetapi bisa juga anggapan ini menjadi sangat kuat, meskipun ternyata patung tersebut hanya dibuat oleh satu orang insinyur saja tanpa melibatkan pandangan seniman. Karena peran-peran dalam hal yang lain ikut membangun sebuah patung seni agar menjadi landmark yang banyak dikenal orang.Â
Seperti kondisi jalan yang masif, cerita di balik landmark patung tersebut, dan gosip yang disebar luaskan dari mulut ke mulut. Hingga sampai saat ini melalui kekuatan narasi, patung menjadi pemandangan seni yang mudah, dan gratis.
Atau kita bisa membalikkan argumentasi pada paragraf di atas menjadi seperti ini. Bahwa landmark patung seperti yang selama ini kita kenal adalah salah satu apa yang disebut sebagai misi pembangunan. Ibarat mencari laron di bawah sinar temaram lampu bohlam, dengan membangun landmark patung seni berarti pula membangun banyak hal.Â
Salah satunya mengangkat kembali kisah-kisah yang terlupakan oleh kebanyakan orang, seperti kisah "Sura dan Baya" sehingga memungkinkan adanya pemantik bagi penikmatnya supaya kembali milirik kisah-kisah yang pernah ada.Â
Ups, yang jelas bukan kisah soal mantan tentunya. Seperti yang kebanyakkan dibahas oleh anak muda di sosial media. Inilah kekuatan jalan yang dapat berkolaborasi dengan seni, sehingga menjadi hiburan yang gratis, dan mengedukasi siapa saja yang tertarik padanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H