Setelah bergelar sarjana, mereka akan sibuk mencari penghidupan di kota dari pada pulang ke kampung halamannya sendiri dan menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan masalah kemanusiaan di sana.Â
Semua ini terjadi oleh karena adanya narasi bahwa kehidupan di kota jauh lebih menjanjikan dari pada tetap tinggal di desa. Mungkin saja narasi tersebut tersampaikan dari mulut guru-guru kita yang dengan semangat menceritakan pengalamannya menuntut ilmu.Â
Bermaksud memberikan motivasi kepada kaula muda generasi bangsa, justru setiap cerita dari kota memberikan daya tarik bagi siapa saja yang mendengarnya untuk hijrah dan menjadi salah satu saksi peradaban kaum urban.Â
Mungkin saja kita sebagi guru kerap sadar atau lupa, bahwa setiap penjelaskan kita memberika penegasan tentang bidang keilmuan di barat. Mungkin saja kita dengan sengaja mengajarkan kepada murid-murid, bahwa kemajuan adalah milik mereka yang tinggal di kota bukan di desa. Atau mungkin saja, sebagai orang tua mungkin kita pernah memberikan nasihat yang kejam kepada mereka, seperti berkata "jika kau malas belajar nasibmu akan sama seperti tukang sapu itu."Â
Padahal alangkah lebih baiknya jika kita pernah mengatakan "tukang sapu itu sangat mulia, di bekerja membersihkan jalanan, kita harus menghormatinya" kepada anak-anak kita sehingga tertanam sebuah pilihan untuk menganggap semua hal bernilai positif dari pada negatif.Â
Jangan sampai kita menjadi salah satu orang yang mengatakan "kalau kau tidak punya ijazah, kau mau jadi apa?" atau "belajarlah yang rajin jika tidak ingin menjadi penerus keluarga tukang bakso" karena kedua kalimat ini sangat tidak menghormati bagi beberapa jenis pekerjaan, dan menjauhkan murid kita dari segala kemungkinan yang baik.Â
Sebab saat ini orang belajar hanya untuk mendapatkan ijazah yang padahal tanpa ijazah kita bisa menjadi pengusaha bukan karyawan perusahaan. Dan mungkin saja dengan kita pandai membuat bakso kemudian menjualnya suatu saat berkat usah dan kerja keras yang matang, bakso yang kita buat telah bercabang-cabang. Jika kita sepakat dengan arti kata merdeka, maka biarkanlah pelajar kita merdeka untuk berpikir!
Selanjutnya, siapa yang akan mengaku salah? Tidak ada. Siapa yang bilang semua yang telah terjadi salah? pasti pula tidak ada, atau lebih tepatnya tidak mau mengaku salah, dan pamali menyalah-nyalahkan orang lain. Karena steriotipe telah muncul begitu saja di tengah-tengah masyarakat kita, bukan hanya di kota, bahkan ia juga menjamur di desa.Â
Menghasilkan pemuda-pemudi yang siap hijrah ke tanah rantauan meninggalkan kampung halaman, atau orang-orang kota yang membiarkan tanah perkotaan setiap tahunnya bergelimpangan air laut. Kita boleh menilai segala sesuatu untuk mudah memberikan keputusan, akan tetapi berilah keputusan karena kita memiliki pertimbangan yang falid berdasarkan bukti dan fakta bukan penilaian yang serampangan.Â
Bukan hanya guru di sekolah yang bertugas untuk mengembalikan ke adaan ini, akan tetapi juga kita semua. Karena kita pasti sudah mulai bermimpi jalanan di kota kembali lancar, gelandangan berkurang, dan perumahan kumuh mulai menjadi perumahan layak huni bagi mereka yang membutuhkan.Â
Kita yang hidup di desa juga pastinya mulai bermimpi, lapangan pekerjaan semakin memadahi, tidak ada lagi pemuda yang merantau, desa semakin maju dengan pemudanya yang berinovasi tinggi. Entah di bidang pertanian, perternakan, dan hal-hal lain yang mendukung SDM di desa menciptkan produk dari hasil bumi mereka.