Suka gugup di depan pintu untuk memulai pelajaran? Pdahal selalu ada pelajaran disetiap pengalaman.Atau karena belum sarapan? Nanti jadi bahan intermezo di kelas.
Tulisan ini akan dimulai dengan kemunculan seorang guru yang tengah gugup menyiapkan materi mengajar. Meskipun sebenarnya materi pelajaran itu sudah tertanam di dalam kepala, nyata guru bahasa itu harus terus menerus beradabtasi. Maklum saja, masing-masing kelas dan rombel memiliki karakter yang berbeda-beda. Ya kalau diibaratkan, guru itu bak bunglon yang siap loncat kesana-sini kemudian berubah warna dengan segera.
Kita sebut saja guru bahasa tersebut bernama Pak. Tomo. Ketika kedua kakinya memasuki ruangan kelas, beliau sempat tersenyum lalu menatap ke seluruh penjuru kelas. Ada debar dari dada yang memacu semngatnya hari itu. Namun berubah warna seperti bunglon bukanlah perkara mudah. Meskipun kegiatan, dan teknis pengajaran sudah tersusun di dalam RPP, nyata beliau masih harus melihat situasi agar terciptanya kelas yang kondusif.Â
Mungkin sebagai seorang pengajar, anda merasa para siswa kurang begitu antusias dengan pelajaran yang diampu. Atau mungkin beberapa siswa pernah mengatakan kepada wali kelas tentang pelajaran yang mereka tidak sukai. Kemudian anda sebagai pendidik merasa kalau semua pernyataan itu adalah hal yang lumrah. Seperti mitos kesulitan belajar dari seorang murid yang tidak tertarik dengan matematika, atau murid yang kerap menguap lalu tertidur saat pelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Sebenarnya mereka tidak sedang malas, atau tidak sampai, karena mereka baru memulai, dan pelajaran terasa belum memberikannya ketertarikan.
Setelah mengucapkan salam, dan menyuruh ketua kelas untuk memimpin doa, Pak Tomo tahu-tahu bertanya, "mau belajar apa kita hari ini?" Seluruh siswa kebingungan untuk menjawab. Tidak sedikit yang ragu untuk menyampaikan sesuatu. Sementara siswa yang duduk di barisan tengah ke belakang saling menatap dengan wajah heran. "Bagai mana kalau kita bahas soal makanan saja," seluruh siswa mengangguk "iya," meskipun masih banyak pula yang masih keheran-heranan.Â
Olah raga tidak selamanya yang berbentuk gerakan fisik. Kadang kala pikiran anak-anak pun harus digembleng dengan serangkaian masalah, seperti hal-hal yang menganehkan, misterius, susah ditebak, atau hal-hal yang membuat mereka heran. Dengan demikian isi kepala meraka akan mengasilkan sebuah pertanyaan. Sama ketika seorang filsafat Yunani kuno seperti; Socrates berpikir dari yang paling dekat, hingga bagaimana saat Rene Descartes mempertanyakan ulang perbuatan-perbuatan abad pertengahan dalam menyebarkan dogma agama. Semua ketertarikan untuk memikirkan sesuatu berasa dari perasaan aneh, misterius, mengherankan, dan hal-hal janggal lainnya.
Lagi pula, seorang guru tidak harus terus menerus berbicara, dan mencorat-coret papan tulis. Anda tidak selalu harus bisa memberikan contoh, tapi bagaimana seorang guru bisa memanagemen kelas dan menjadi pematik untuk membangkitkan rasa ingin tahu mereka.
Pak. Tomo kembali beraksi dengan mengenalkan sebuah pasar tradisional kepada para siswa. Di perlihatkannya sebuah potret keadaan pasar itu. Kemudian pada Tomo memberitahu bahawa nama pasar itu adalah Subuh Senen yang terletak di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Berjarak hanya 100 meter dari stasiun Pasar Senen dan 3 kilometer dari koridor bisnis Jalan M.H. Thamrin. Untuk menjangkaunya, bisa ditempuh lebih kurang 30 menit dari Tanah Abang, menggunakan bus Metrotrans rute baru Stasiun Tanah Abang -- Stasiun Senen yang beroperasi sejak pukul 05.00 WIB.
Seorang anak pada bangku hampir paling belakang menatap tajam makanan-makanan itu dengan mulut yang menganga. Sementara beberapa anak yang duduk paling depan sibuk menyebut nama jajanan itu satu persatu. Tanda ketertarikan pada pelajaran sudah mulai tampak. Tinggal memberikan beberapa pertanyaan untuk membuat mereka semakin bersemangat, dengan menanyakan selera meraka. "Mana jajanan tradisional yang kalian suka?"
Meskipun tidak terlihat seperti tersetruktur, namun dengan cara ini Pak Tomo bisa mengajarkan para siswa tentang bagai mana cara berliterasi, mengolah informasi, dan menggunakannya dengan bijak yang pada gilirannya dapat membantu produktifitas. Seperti halnya literasi sebagai mana mestinya, dasar dari belajar, semua kemampuan yang harus dimiliki setiap guru, yang sebenarnya kemampuan itu sudah kita dapatkan saat masih merangkak minum susu. Anda perhatikan saja bagai mana seorang anak belajar berdiri, dia akan mengamati sekeliling, dan mempelajari benda-benda yang dapat dijadikannya alat bantu untuk berdiri, dan itu semua dilakukan secara alami.