Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hantu Punya Jenis Kelamin? Apakah Mereka Hobi Nonton Miyabi?

26 September 2021   22:00 Diperbarui: 30 Mei 2023   10:48 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa Hantu Punya Jenis Kelamin?
Apakah Mereka Bereproduksi dan Gemar Menonton Film Miyabi?

Refleksi Gender dalam Cerita Hantu Nusantara

Sastra lisan merupakan sebuah cerita yang disampaikan turun temurun dari generasi ke generasi secara lisan. Ada banyak sekali perdebatan yang membawa sastra lisan dengan berbagai bentuknya. Sastra lisan sendiri kerap menghubung-hubungan sebuah peristiwa penting seperti, legenda, sejarah, atau hal-hal lain yang pernah terjadi pada zaman dahulu.

Tidak adanya bukti yang jelas membuat sastra lisan tidak menampakkan fakta yang akurat dalam setiap bentuk-bentuk ceritanya. Barang kali karena sastra lisan tidak memiliki jumlah kata yang paten, dan alur yang tetap. Apa lagi disampaikan turun temurun, dari mulut ke mulut yang acap kali membuat tambahan-tambahan baru, dan variasi-variasi ini terlalu menyulitkan untuk dicari lebih dalam.

Unsur mitos, keajaiban, kemisteriusan, hal-hal yang janggal, dan semua yang tidak masuk akal tampak menjadi ciri khas tersendiri pada era sastra ini. Meskipun begitu, sastra lisan sendiri merupakan kearifan lokal bagi bangsa ini. Karena di dalamnya terdapat pesan-pesan yang dapat kita petik hikmahnya untuk dijadikan pelajaran sebagai mana hakikat sastra itu ada.

Kita pasti tidak asing dengan cerita Punakawan pada pegelaran Wayang kulit Jawa, Si Pitung Jagoan Betawi, atau Kisah Nyi Lampir penunggu gunung merapi. Di balik semua mitos yang ada, di dalamnya terdapat sebuah amanat yang bisa dijadikan pelajaran bagi para penikmatnya.

Kenyataannya memang tidak benar-benar dimengerti oleh para masyarakat kita tentang memaknai cerita lisan yang berbau mitos. Kebanyakan para penikmat sastra hanya mengambilnya sebagai hiburan semata. Acap kali menelan mentah-mentah pesan yang ada. Apa lagi kekuatan televisi dan pelaku industri hiburan beberapa dekade ini memberikan dampak yang cukup besar dalam mengemas sebuah cerita lisan menjadi visual.

Kemunculan cerita horor yang bertemakan hantu dan roh-roh gentayangan tidak banyak yang dapat memberikan contoh baik bagi moral pemirsanya. Suguhan-suguhannya malah mengandung unsur sara dan pornografi. Padahal ada banyak sekali pembahasan dalam cerita horor di negeri ini jika kita mau melihatnya dengan perspektif sastra. Terutama sekali soal gender dalam cerita hantu, demit, setan, atau apalah itu yang akan dibahas berikut ini.


SESOSOK PEREMPUAN DALAM CERITA HANTU

Bicara soal hantu perempuan atau wanita pasti kita tidak asing dengan Kuntilanak, Wewegombel, dan Sundel Bolong. Mereka adalah tokoh fiktif dalam cerita horor yang kerap membuat para penikmatnya ketakutan. Tetapi jika kita melihat lebih dalam di balik semua tokoh-tokoh hantu ini, ada sesuatu yang menarik untuk dibahas yaitu jenis kelamin mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun