Ada kekurangan dan ada pula kelebihannya. Sastra siber menawarkan segudang kemudahan bagi seorang penulis di era digital seperti saat ini. Kehadirannya dapat menurunkan jumlah konsumen kertas dan tinta, serta memudahkan penulis untuk menghemat waktu sebab dapat dikerjakan di mana saja tanpa pusing-pusing mencari peberbit yang sesuai dengan tema. Berbagai platform bermunculan untuk menunjang lahirnya karya-karya sastra di dunia siber. Jaringan internet ikut andil dalam meningkatkan produktifitas penulis sastra siber. Kemudahan ini membuat jumlah penulis sastra semakin tahun semakin meningkat. Tapi bagai mana dengan kualitas tulisannya?
Banyak sekali kejanggalan yang kurang diterima oleh masyarakat terkait munculnya sastra siber. Tudingan buruk muncul dari berbagai perspektif pengamat, ahli, hingga guru dan pengajar sastra. Dengan munculnya sastra siber nilai apresiasi terhadap karya sastra menjadi murah. Selain itu kemudahan yang ditawarkan oleh sastra siber dituduh memberi peluang plagiarisme. Apalagi bentuk-bentuk sastra yang muncul tidak melalui seleksi ketat.
Preodesasi Kesusastraan Indonesia Berdasarkan bentuk dan media yang digunakan
Secara media penyampaian atau penyajian sastra terbagi menjadi dua, yaitu sastra lisan (oral) dan sastra tulis (tulisan/aksara).Â
Sastra lisan merupakan sastra yang disampaikan sebelum orang mengenal aksara tulis. Sastra lisan disebarkan melalui lisan yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi. Di dalam kesusastraan disebut sebagai Angkatan Pujangga Lama.
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat.
Sastra tulis merupan sastra yang telah dibuat disebarkan dalam bentuk aksara tulis. Sastra tulis berarti yang berkaitan dengan bahasa tulis, atau simbol yang dapat terbaca sebagai bahasa verbal. Seperti rangkaian aksara yang terdapat unsur morfologi, fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatis.
Angkatan Balai Pustaka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Balai Pustaka didirikan oleh pemerintah guna memenuhi bahan bacaan untuk dunia pendidikan pada zaman kolonial Belanda. Keberadaan Balai Pustaka diyakini sebagai bagian dari politik balas budi pemerintah kolonial. Pada angkatan ini prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Angkatan Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistis dan elitis. Angkatan ini muncul akibat terlalu banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka. Karya-karya angkatan ini bersifat romantik-idealistik.
Angkatan 45 merupakan angkatan yang memiliki aliran realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru. Karya-karya yang muncul bertemakan perjuangan merebut kemerdekaan.
Angkatan 50-an ditandai dengan munculnya majalah-majalah sastra. Pada angkatan ini bentuk karya sastra yang dominan adalah kumpulan puisi dan cerita pendek. Banyaknya sastrawan yang bergabung dengan Lekra menjadi ciri kemunculan angkatan ini.