Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi hitam

Penikmat kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kampung Ulama dan Pendekar Bangsa

11 Maret 2020   03:00 Diperbarui: 11 Maret 2020   03:03 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenalkan kampung kami kampung kadukalapa
Sebegitu pentingkah sampai saya harus mengenalkan kampung saya ke Seantero Nusantara?

Tanah kelahiran merupakan kebanggaan, Di sana kita dilahirkan, dari sana kita memulai kehidupan, disana kita juga dikebumikan.
Ada Pepatah: "sejauh manapun kita merantau satu yang pasti akan kembali ke kampung halaman". Menikmati hari tua bersama anak cucu handai taulan .

Apa sejarahnya hingga kampung kami dinamakan kampung kadu kalapa. Saya sendiri hanya tahu dari kisah abah saya bahwa dahulunya kampung kami adalah tempatnya pohon durian dan pohon kelapa. kedua jenis buah ini salahsatu kualitas terbaik di Kabupaten Pandeglang. 

Sebut saja kadu emas(durian emas) buahnya besar kulitnya tipis daging buahnya aduhai kuning keemasan nan legit, dengan bini sebesar biji nangka belanda, ada juga kadu parahu(durian perahu) bentuknya kaya perahu, kalo ukuranya mah ya seukuran durian hehe.. isinya jangan ditanya endol surendoll takendol-kendol ngeunnnnnah..!! 

Buah kelapa dengan ukuran besar isi tebal dan kadar santan nya sangat kental. Meski sangat disayangkan sekarang turunanya pun telah punah ditebang zaman.Kampung kami terletak di Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang, Kecamatan Koroncong, Desa Pakuluran. Dengan luas pemukiman lebih kurang 6 ha. Kiri kanan kampung diapit dua sungai, Sungai Cigintung dan Sungai Ciaseum, sungai ini menjadi sumber bertani dan berladang warga.

Sebelah utara dan selatan kampung dipagari hutan berbukit, barat dan timurnya membentang pesawahan yang bisa digarap sepanjang tahun. Diujung paling barat berdiri gagah Gunung Karang.

Mayoritas mata pencaharian kami bertani dan berkebun ala tradisional, puji syukur bisa menghidupi keluarga. Meski hanya tradisional. ada yang merantau ke jakarta karna itu jarak paling dekat kurang lebih 65km.

Satu hal yang ingin saya ceritakan disini yang terpenting adalah guyub dan bersatunya warga, hanya itu yang belum tergusur zaman.
Tua muda bersatu dalam hal apapun. Terutama ketika menghadapi acara keagamaan seperti Maulid Nabi dan Isra Mi'raj, karena gengsi terbesar kampung di kabupaten pandeglang adalah seberapa meriahnya acara hari besar itu.

Ketika ada warga yang meninggal kami bahu membahu membantu meringankan  biaya dengan iuran @KK Rp.10.000,- pemudanya semua bekerja di sohibul musibah, di pemakaman juga di masjid.

Sumber uang kas masyarakat biasanya ada pak RT yang keliling seminggu sekali ba'da sholat jum'at. Tak banyak hanya urunan beras semampunya. Yang nantinya beras itu dijual.

Sumber kas pemuda, kami menarik iuran disetiap ada acara besar seperti 17 agustusan, dua hari raya dan dua hari besar keagamaan. Karna pada hari-hari itu kebanyakan warga yang di kota pada pulang. Tak jarang.. pemuda mengambil upah borongan mengangkut kayu, menyiang ladang, dsb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun