Teori tanda Ferdinand de Saussure, yang memisahkan tanda menjadi penanda (signifier) dan petanda (signified), memberikan alat analisis yang efektif untuk menggali makna dalam karya audiovisual, termasuk film Magic Hour. Dalam film ini, elemen-elemen visual dan naratif menciptakan makna melalui hubungan arbitrer antara penanda dan petanda yang ditentukan oleh kesepakatan budaya dan interpretasi individu.
Salah satu contoh utama adalah simbol magic hour itu sendiri, yakni cahaya senja yang digambarkan dengan gradasi warna jingga hingga ungu. Sebagai penanda, visual ini mewakili keindahan momen transisi yang singkat, sementara petandanya adalah nilai filosofis tentang waktu yang berharga dan cinta yang sementara. Karakter utama, Raina, juga merupakan tanda yang kompleks; sebagai penanda, ia digambarkan sebagai perempuan lembut namun penuh determinasi, sementara petandanya melambangkan konflik batin dalam memilih antara cinta dan persahabatan. Payung yang digunakan Raina dan Rangga di bawah hujan adalah penanda lain yang mencerminkan kedekatan emosional mereka, sedangkan petandanya adalah perlindungan dan rasa aman yang mereka bangun bersama. Demikian pula, surat-surat tulisan tangan Rangga menjadi medium yang merepresentasikan ketulusan, kejujuran, dan kerinduan yang tidak mudah diungkapkan secara langsung.
Melalui analisis semiotik ini, terlihat bahwa film Magic Hour menggunakan elemen-elemen tanda untuk menciptakan resonansi emosional yang dalam. Hubungan antara penanda dan petanda yang bersifat arbitrer memungkinkan interpretasi yang kaya, di mana makna tidak hanya berasal dari elemen visual atau naratif, tetapi juga dari pengalaman dan perspektif penonton. Dengan pendekatan teori Saussure, penonton dapat memahami dimensi emosional dan filosofis film ini secara lebih mendalam, menjadikannya karya yang terbuka terhadap berbagai interpretasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H