Dalam ketentuan hukum baik ketentuan hukum pidana maupun ketentuan hukum perdata dikenal dengan adanya alat bukti yang digunakan untuk menunjukkan suatu peristiwa jika dalam ketentuan hukum pidana itu alat bukti diatur dalam ketentuan pasal 184 KUHP, penuh dan hukum acara pidana sedangkan pada ketentuan hukum acara perdata alat bukti diatur dalam ketentuan pasal 1866 KUHP Perdata dan pasal 164, itu terdiri atas yang pertama bukti tulisan yang kedua bukti dengan saksi-saksi yang ketiga persangkaan persangkaan yang keempat pengakuan dan yang kelima sumpah kemudian sesuai dengan ketentuan pasal 153 dan 154 terdapat alat bukti tambahan yaitu riksan setempat dan pemeriksaan ahli, pada alat bukti yang pertama yaitu alat bukti tertulis alat pengingat tulis atau alat bukti tulisan.
Terdapat tiga jenis yang pertama adalah akta otentik yang sifatnya sempurna dan mengikat yang kedua atau di bawah dengan yang sifatnya tidak sempurna tetapi jika ditambah dengan saksi maka kekuatannya akan bertambah kekuatan pembuktiannya yang ketiga adalah atas sepihak sifat dari atau sepihak ini tidak sempurna dan tidak mengikat alat bukti yang kedua adalah alat bukti saksi saksi adalah keterangan berupa pengetahuan terkait suatu peristiwa mengenai apa ini dia lihat dan dia dengar saksi tidak boleh Tunggal tidak boleh sendiri karena terdapat asas Unus testis nullus testis satu saksi tidak bisa menjadi alat bukti atau satu saksi bukan merupakan ke alat bukti keterangan saksi pada ketentuan pasal 171.
Alat bukti saksi ini dibagi menjadi dua yang pertama tiap-tiap kesaksian harus berisi segala sebab pengetahuan yang kedua pendapat-pendapat atau persangkaan yang istimewa yang disusun dengan kata akal bukan merupakan suatu kesaksian kemudian testimonium De auditu yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar hal atau zat dan dari orang lain testimonium De auditu ini berada diluar kategori keterangan saksi yang dibenarkan Sesuai dengan pasal 171 dan pasal 1907 KUHP Perdata keterangan saksi, demikian hanya berkualitas sebagai testimonium De auditu atau hershey saksi, saksi yang mahal hanya mendengar kesaksian dari orang lain dia tidak melihat sendiri ataupun dia tidak mengalami sendiri testimonium De auditu disebut juga sebagai kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang mengalami melihat atau mendengar sendiri peristiwa pokok perkara yang dipersengketakan di dalam keterangan saksi .
Terdapat juga istilah saksi palsu, saksi palsu itu dapat diregangkan jarya atau dapat dipidana dan saksi itu terbukti secara materil, jika kesaksian palsu setelah putusan hakim diketahui oleh pihak lawan maka informasi kesaksian palsu tersebut akan menjadi sebuah novel atau bukti baru kemudian alat bukti yang ketiga adalah alat bukti persangkaan terkait dengan alat bukti persangkaan ini kita bisa melihat ketentuannya pada ketentuan pasal 1915 KUHP perdata persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum persangkaan ini terdapat dua kriteria yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang contoh untuk alat bukti persangkaan ini adalah seseorang menuntut perkara perbuatan zinah sebagaimana ketahui bahwa zina itu adalah suatu perkara yang sulit untuk dibuktikan, sulit rasanya mencari saksi-saksi yang menyaksikan langsung ketika para pelaku sedang melakukan suatu perjinahan.
Demikian maka Hakim dapat menilai peristiwa tersebut terjadi dengan fakta yang didapatkan dari persidangan persangkaan dalam persidangan yaitu persangkaan yang didasarkan pada norma-norma undang-undang alat bukti berikutnya yang keempat adalah bukti pengakuan terkait dengan bukti pengakuan ini diatur dalam ketentuan pasal 174 sampai dengan 177 dan pasal 123 sampai dengan 128 KUHP perdata, pada pasal 1923 KUHP perdata pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak ada yang diberikan dalam sidang pengadilan dan ada yang diberikan di luar sidang pengadilan kemudian melepas hak perdata disebutkan bahwa pengakuan yang diberikan di depan Hakim merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang telah memberikannya baik sendiri maupun dengan perantara seseorang untuk diberikan kuasa khusus.
Penulis :Muhamad Rifqi
Mata kuliah : Pengantar Hukum Perdata
Dosen Pengampu : Yulita Pujilestari S.H.,M.H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H