Pemilu Presiden dan Wakil Presiden telah memicu sejumlah kritik dan pertanyaan yang perlu mendapat perhatian serius. Revisi ini, yang memungkinkan calon presiden dan wakil presiden yang belum mencapai usia 40 tahun tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah, memunculkan beberapa isu yang perlu dipertimbangkan.
Keputusan Komisi II DPR RI untuk menyetujui revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan dan Pendaftaran PesertaSalah satu kritik terbesar terhadap revisi ini adalah bahwa kriteria usia yang ditetapkan dalam PKPU 19/2023 sebelumnya memiliki dasar yang kuat dalam menilai kematangan dan pengalaman calon pemimpin. Usia 40 tahun dianggap sebagai tolok ukur yang sewajarnya, memastikan bahwa calon presiden atau wakil presiden memiliki pengalaman yang cukup dan pemahaman mendalam tentang tugas dan tanggung jawab yang diemban.
Revisi ini membawa pertanyaan tentang apakah kualifikasi dan kematangan seorang calon dapat diukur secara memadai oleh pengalaman sebagai kepala daerah. Pengalaman dalam kepemimpinan daerah mungkin memiliki karakteristik yang berbeda dari kepemimpinan tingkat nasional, yang memerlukan pemahaman yang lebih luas tentang isu-isu kompleks dan tantangan nasional.
Kritik lain yang muncul adalah bahwa revisi ini dapat membuka pintu bagi pencalonan calon yang mungkin tidak sepenuhnya siap atau memiliki pemahaman yang memadai tentang isu-isu nasional dan tantangan global. Revisi tersebut dapat menciptakan situasi di mana calon mungkin hanya diandalkan atas popularitas atau prestise sebagai kepala daerah, tanpa penilaian yang cermat tentang kualitas kepemimpinan mereka.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa revisi ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam perlombaan pemilihan umum. Calon yang lebih muda, terutama mereka yang memiliki sumber daya finansial dan popularitas, dapat memiliki keunggulan yang signifikan dalam perjalanan politik. Ini dapat mengabaikan aspirasi dan kualifikasi calon yang lebih tua yang mungkin memiliki pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam.
Tentu saja, pendukung revisi ini berpendapat bahwa ini adalah langkah positif untuk memberikan kesempatan lebih besar kepada individu yang berpotensi untuk membawa inovasi dan perubahan positif dalam kepemimpinan negara. Namun, kritik ini memang harus menjadi bagian dari diskusi yang sehat dan mendalam.
Dalam sebuah sistem demokrasi, perubahan aturan pemilihan umum adalah hal yang alami dan perlu dilakukan dengan hati-hati. Perubahan semacam ini memerlukan pemikiran yang matang dan pertimbangan mendalam tentang dampaknya terhadap kualitas pemimpin yang akan memimpin negara.
Revisi PKPU 19/2023 menimbulkan banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Sementara keterbukaan dalam demokrasi adalah prinsip yang sangat penting, perlu dipastikan bahwa perubahan tersebut tidak mengorbankan kualitas dan kematangan calon pemimpin kita. Keputusan yang berkaitan dengan masa depan negara adalah keputusan yang sangat serius, dan kita harus memastikan bahwa calon yang bersaing adalah individu yang memiliki kualifikasi dan pemahaman yang cukup untuk menghadapi tantangan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H