Mohon tunggu...
Muhamad Ali
Muhamad Ali Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Seorang kritikus, kalo di kritik ya jangan marah ya !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencukur Rambut Siswa: Antara Tradisi dan Pertimbangan

8 September 2023   13:14 Diperbarui: 8 September 2023   13:16 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mencukur Rambut. (Foto: Pixabay.com)

Pada setiap awal tahun ajaran, di berbagai belahan dunia, sebuah ritual tradisional selalu terjadi. Ini bukanlah upacara formal, namun lebih ke arah perubahan penampilan yang tak terhindarkan. Ritual ini adalah mencukur rambut siswa. Tindakan sederhana ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman pendidikan di banyak negara, tetapi pertanyaan yang muncul adalah: mengapa kita melakukannya dan apakah masih relevan dalam dunia pendidikan modern?

Mencukur rambut siswa adalah praktik yang telah ada selama bertahun-tahun. Pada awalnya, praktik ini mungkin memiliki tujuan yang sangat praktis. Misalnya, di negara-negara yang memiliki cuaca panas dan lembab, rambut pendek dapat membantu siswa merasa lebih nyaman dan mengurangi risiko masalah kesehatan kulit kepala. Selain itu, dalam konteks militer, mencukur rambut adalah bagian dari proses penataan dan pembentukan karakter tentara muda. Namun, di dunia pendidikan, apakah praktik ini masih memiliki makna dan relevansi yang sama?

Mengapa Mencukur Rambut Siswa Dilakukan?

Ada beberapa alasan yang sering dikemukakan untuk mendukung praktik mencukur rambut siswa, meskipun relevansinya dapat bervariasi tergantung pada lingkungan dan budaya sekolah. Berikut adalah beberapa argumen yang sering digunakan untuk mendukung praktik ini:

1. Kedisiplinan dan Kehormatan: Mencukur rambut siswa sering dianggap sebagai cara untuk mengajarkan kedisiplinan dan nilai-nilai kehormatan. Rambut yang rapi dan pendek dianggap sebagai tanda penghargaan terhadap peraturan sekolah dan budaya akademik.

2. Kesetaraan: Dengan mencukur rambut siswa, sekolah dapat menciptakan kesetaraan di antara siswa. Ini berarti bahwa tidak ada perbedaan dalam penampilan fisik yang dapat membedakan siswa berdasarkan status sosial atau ekonomi mereka.

3. Mengurangi Ablasi: Rambut pendek dapat mengurangi gangguan di kelas. Siswa dengan rambut panjang cenderung lebih sering mengalami gangguan karena sering menyentuh atau menggoyangkan rambut mereka.

4. Tampilan yang Rapi: Mencukur rambut siswa dapat memastikan bahwa siswa tampil rapi dan bersih. Penampilan yang baik dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa dan mempersiapkan mereka untuk masuk ke dunia kerja di masa depan.

Namun, sementara alasan-alasan ini dapat tampak masuk akal dalam beberapa konteks, banyak yang berpendapat bahwa praktik mencukur rambut siswa memiliki sejumlah masalah dan ketidaksempurnaan yang perlu dipertimbangkan.

Kritik terhadap Praktik Mencukur Rambut Siswa

1. Kehilangan Kebebasan Ekspresi: Salah satu kritik utama terhadap praktik ini adalah bahwa ia menghambat kebebasan ekspresi siswa. Setiap individu memiliki hak untuk mengatur penampilannya sesuai dengan preferensinya, dan mencukur rambut siswa dapat dilihat sebagai campur tangan yang tidak perlu dalam hak ini.

2. Diskriminasi Gender: Praktik ini sering kali memiliki implikasi gender yang tidak adil. Seringkali, aturan tentang panjang rambut hanya berlaku untuk siswa laki-laki, sementara siswa perempuan diberikan lebih banyak kebebasan dalam hal penampilan mereka. Ini bisa dianggap sebagai tindakan diskriminatif.

3. Ketidaksetaraan Sosial dan Ekonomi: Argumen bahwa mencukur rambut siswa menciptakan kesetaraan sering kali terbukti palsu. Kehadiran siswa dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi dapat membuatnya lebih sulit bagi beberapa siswa untuk mengikuti aturan ini. Biaya untuk mencukur rambut secara teratur atau perawatan rambut yang lebih singkat dapat menjadi beban ekstra bagi keluarga dengan anggaran terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun