Mohon tunggu...
MUHAMAD PATLI KHAILANI
MUHAMAD PATLI KHAILANI Mohon Tunggu... Lainnya - Tenaga Ahli Diskominfo Natuna

Finance Representative of Citilink Indonesia. Bachelor Development Communication UPB 2015 Volounteers of Sahabat Hinterland

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rudiyati Pang Khailani, Di Atas Kaki Perempuan yang Berjuang

3 Juli 2018   12:35 Diperbarui: 3 Juli 2018   14:33 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kitalah yang memilih jalan hidup kita sendiri untuk sampai pada kata abstrak yang selalu orang sebut dengan kebahagian. Jika kemudian jalan yang kita tempuh untuk sampai  tidak sama atau tidak lebih mudah dari orang lain maka takdir lebih berhak untuk bicara. Tapi percayalah, setiap rentetan kejadian sedih, sulit ataupun bahagia akan mengajarkan kita akan sebuah pemahaman baru tentang arti kehidupan. Tetaplah tegak berdiri, memaknai hidup dengan perjuangan.

Jika esensi hidup adalah berjuang, kisah perempuan satu ini sangat sempurna untuk melihat makna berjuang dari sisi yang berbeda. Perempuan kelahiran Kepulauan Anambas 1960 ini memulai perjuangannya dari sebuah desa terpencil dikepulauan Riau, Desa Subi Kabupaten Anambas. Sejak beliau dilahirkan perjuanganpun sudah harus dimulai saat ibunda beliau meninggal dunia ketika melahirkannya. sehingga beliau harus tumbuh dengan orang tua tunggal dan diasuh oleh sang nenek. Tumbuh dengan didikan sang ayah membuat beliau tumbuh menjadi sosok yang keras, berambisi, dan bercita -- cita tinggi.

Hidup tanpa ibu sangat menyedihkan baginya, tapi kemudian hatinya kembali terluka ketika usianya menginjak 7 tahun. Beliau dilarang untuk bersekolah oleh ayahnya. karena adat dikampung tersebut anak perempuan harus diam dirumah belajar memasak dan memperdalam ilmu agama dan menunggu lelaki mempersuntingnya ketika sudah beranjak remaja nanti. 

Pernah beberapa kali Ia menentang, tapi pada akhirnya anak perempuan tetaplah anak perempuan. Pilihan jalan hidup yang dipilih sang ayah menjadi satu satunya pilihan yang harus Ia jalani. Walaupun ada pertentangan batin didalam hatinya karena harus mengubur semua mimpi -- mimpinya untuk bersekolah dan membantu pekerjaan nenek dirumah disiang hari dan belajar ilmu agama disurau dimalam hari.

Tapi beliau tidak putus asa, baginya belajar bukan hanya dibangku sekolah. Dia belajar memasak, menjahit, mengaji dengan sungguh sungguh. Membuat dirinya memiliki nilai dengan cara yang lain.

" Tak mudah menjadi wanita" ujar beliau dengan mata berkaca. Kata kata yang baru saja beliau ucapkan menggambarkan perjalan panjang dan tampak melelahkan.

Dan pucak perjuangan itu terjadi diusianya 14 tahun, ketika Ia ingin dinikahkan sang ayah dengan salah pemuda dikampungnya.

" Hari itu saya membuat keputusan terbesar dalam hidup, keputusan yang tidak pernah tefikir oleh saya akan mengubah jalan cerita saya untuk 25 tahun berikutnya. Tapi saya percaya apa yang saya pilih dihari itu adalah takdir yang sebenarnya sudah Allah tuliskan" ujarnya dengan mata yang menerawang jauh mengingat kejadian puluhan tahun lalu.

" Hari itu saya marah kepada dunia, saya marah kepada ayah, saya marah kepada Tuhan. Saya marah kepada takdir , saya marah kepada diri saya sendiri, saya tidak terima akan kenyataan yang terjadi, saya berfikir sebatas ini sajakah alasan saya diciptakan, sebatas ini sajakah cerita yang dapat saya ceritakan nanti kepada anak anak saya ?" airmata mengalir dari mata teduhnya.

" Hari itu saya memerdekakan diri saya , dari Tuhan Tuhan yang tak berwujud, hal hal yang tanpa saya sadari saya telah menuhankan mereka dalam diri saya, rasa takut yang berlebihan membuat saya tidak pernah menjadi lebih baik, adat yang mengekang, peraturan ayah yang mengikat,dan segala hal yang tidak dapat dijelaskan secara nalar yang membuat garis keturunan ini tidak pernah berubah menjadi lebih baik dan tetap berada dalam tempurung kebodohan yang mengatasnamakan tradisi turun temurun. dan hari itu saya kembali pada Tuhan yang sesungguhnya Allah, satu satunya Tuhan yang harus saya takuti dan patuhi.

Saya putuskan meninggalkan rumah menjadi TKI keluar negeri (Malaysia). Hari itu tidak dapat saya jelaskan lebih banyak alasan, tapi percayalah ayah, ayah akan mengerti nanti" Ia mengusap airmatanya..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun