Mohon tunggu...
Muhamad Nour
Muhamad Nour Mohon Tunggu... Lainnya - Just do it

Full-time aid worker, love traveling, and a foodie

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pelestarian Budaya Lokal Kabupaten Tana Tidung

5 Juli 2021   13:14 Diperbarui: 6 Juli 2021   21:37 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geliat pengharusutamaan budaya lokal di propinsi Kalimantan Utara kini semakin kencang, pemerintah propinsi sudah merancang kebijakan penggunaan baju batik khas Kaltara dan kota Tarakan juga sudah mewajibkan penggunaan batik dan singal Tidung pada event resmi. Lebih progresif lagi, di jalur sungai Sesayap di propinsi Kalimantan Utara terdapat satu kabupaten bernama Tana Tidung dimana bermukim dua kaum yang berkerabat, yaitu Tidung dan Bulusu (diberbagai tempat lain dikenal juga Dayak Berusu) juga tengah menyusun kebijakan pelestarian budaya lokal yang lebih komprehensif. Walau baru menjabat, Bupati Tana Tidung beserta jajarannya menginisiasi kebijakan yang jarang dilakukan oleh bupati/walikota di Kalimantan Utara, yaitu dengan memproklamirkan institusionalisasi budaya lokal, yaitu Tidung dan Bulusu dalam pembangunan, yang dituangkan dalam istrumen kebijakan. Pelembagaan atau peng-institusionalisasi budaya lokal ini tak lain dan tak bukan adalah untuk memberi ruh identitas dan karakter budaya dan kearifan lokal di Kabupaten Tana Tidung.

img-20210624-wa0053-60e46aab1525104ccf46f632.jpg
img-20210624-wa0053-60e46aab1525104ccf46f632.jpg
Pada event yang berlangsung 3 hari ini, proses diskusinya berjalan partisipatif, seluruh kalangan pemuka masyarakat, tokoh adat, aparat desa, pemuda, terlibat aktif dalam proses diskusi. Ada dua komisi, yaitu Komisi Tidung dan Komisi Bulusu yang bertugas memformulasikan jenis dan bentuk sesuai kaidah budaya dan kearifan lokal ke-2 suku. Jenis dan bentuk budaya adalah ukiran, batik, sesingal, seni, ornamen, termasuk pengaktifan dewan seni budaya Tana Tidung. Hasil rekomendasi disepakati bersama oleh semua pihak, ditandatangani dan disahkan oleh pengambil kebijakan, Bupati dan Ketua DPRD Tana Tidung. Keterlibatan dua pemimpin utama di Tana Tidung ini merupakan parameter penting dalam komitmen memajukan peradaban dan superioritas budaya dalam pembangunan agar ia menjadi legacy dan lestari di masa yang akan datang. Satu catatan penting dari symposium budaya ini adalah pentingnya pelibatan kaum perempuan dalam proses diskusi, yang dalam hal ini, minim terlihat partisipasi mereka baik sebagai narasumber maupun peserta di komisi Tidung dan Bulusu. 

Institutionalisasi budaya dalam instrumen kebijakan bukan hal baru di Indonesia, propinsi Bali, DKI Jakarta, Lampung dan Yogyakarta merupakan daerah-daerah yang sudah menginisiasi pelestarian budaya lokal dalam seluruh sektor pembangunanya. Mengunjungi daerah ini, kita mudah melihat ornamen budaya dan kearifan lokal pada bangunan kantor, ruang publik, sekolah, muatan lokal sekolah, hotel, kantor swasta, infrastruktur, termasuk sarana transportasi, dan lebih khusus di sektor pariwisata. Institusionalisasi ini memberi kesan dan pesan karakter budaya lokal yang kuat dan identitas kearifan lokal yang dibanggakan.

Model penguatan identitas budaya lokal ini berdasarkan pembelajaran yang sudah diterapkan di daerah lain, tak hanya melulu soal pelestarian, tapi ia memiliki dampak ekonomi berlipat seperti perluasan lapangan kerja melalui pekerja seni, pengrajin lokal, penjahit, pengusaha kecil, tukang kayu, dan pekerja sektor transportasi. Yang perlu dipertimbangkan adalah:

  • Standar baku produk budaya, benda dan non-benda, nama jalan khas daerah, Gedung, dan lain-lain.
  • Membuat prioritas intervensi muatan lokal di sekolah misalnya pembuatan buku pengenalan kearifan lokal, adat istiadat, dan cerita legenda daerah/non-fiksi.
  • Peran Lembaga adat untuk menyatukan visi dan misi nya yang bebas atas motif politik dan kepentingan pribadi.
  • Proses peningkatan kapasitas bagi guru Bahasa daerah, pengrajin, pekerja seni.
  • Keterlibatan kaum muda dalam proses pelestarian budaya lokal.
  • Bahan baku produk, pengrajin, harus disepakati pengadaannya di tingkat lokal, tidak dipesan di luar Kaltara.

Ke depan, kita berharap akan melihat hal yang sama di Bali, Yogyakarta, Jakarta, dan Lampung, ornamen budaya selamat datang di Pelabuhan Tana Tidung, bangunan kantor bupati, DPRD, kantor dinas, kantor swasta, seragam batik, dan muatan lokal di sekolah. Harapan lain adalah pemerintah daerah lain di propinsi Kalimantan Utara juga mereplikasi inisiasi penguatan budaya lokal seperti yang diinisiasi oleh Bupati Kabupaten Tana Tidung, Ibrahim Ali, bupati muda yang visioner.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun