Tidak perlu jauh-jauh mereview kebelakang menemukan jejak “ketidakpantasan” wapres Jusuf Kalla (JK) sebagai pejabat publik. Akhir periode ini saja, sudah banyak catatan “ketidakpantasan” pak JK yang berhasil terungkap ke publik baik yang di ungkap kekuatan Civil Society maupun kelompok-kelompok kritis lainnya.
Catatan “ketidakpantasan” atau bahkan terindikasi pelanggaran hukum wapres JK itu diantaranya:
Pertama; Terungkapnya skandal dan arogansi Dirut Pelindo II, RJ. Lino yang ternyata di bekingi oleh pak JK, bahkan banyak pihak menduga sikap beking membekingi ala pak JK itu karena ada relasi kepentingan bisnis antara pak JK dan Lino. Walaupun dalam kasus ini belum terindikasi ada pelanggaran hukum, namun sangat jelas jika tindakan pak JK itu sebagai pejabat publik sangatlah tidak pantas.
Kedua; Terkuaknya pertemuan Dua anggota keluarga pak JK, Aksa Mahmud dan Erwin Aksa dengan bos PT Freeport waktu itu, Jim Bob setelah ramai-ramai kasus “Papa Minta Saham” dinilai publik sebagai sesuatu yang tidak pantas, pasalnya pak JK juga menjabat sebagai Wapres. Apakah ini ada konflik kepentingan atau bukan, tentu perlu pembuktian lebih mendalam, namun bagi logika publik tidak mungkin Jim Bob menemui keluarga pak JK jika tanpa embel-embel pak JK sebagai Wapres RI, maka sudah sewajarnya jika publik menilai apa yang dilakukan keluarga JK tidak terlepas dari posisi pak JK secagai Wapres dan secara etika pejabat publik tentu sangat tidak pantas.
Ketiga, Indikasi adanya Nepotisme dalam proyek pembangunan terminal LNG (Gas Alam Cair) di Bojonegara, Banten, Jawa Barat yang melibatkan anak perusahaan pak JK (PT Bumi Sarana Migas), Solihin Kalla dengan Pertamina. Kalau dalam kasus ini jelas aparat hukum semestinya perlu aktif mendalami apakah terjadi tindakan melawan hukum atau murni bisnis. Apalagi publik mencium aroma Nepotisme dalam proyek tersebut.
Sebagai Wapres semestinya Pak JK tidak melibatkan anaknya maupun keluarganya terlibat dalam urusan proyek-proyek pemerintahan, apalagi proyek-proyek yang menjadi perhatian publik. Contohlah anak pak Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep yang tahu diri dan tidak melibatkan diri dalam proyek-proyek pemerintahan, beliau justru asyik dengan jualan martabak dan catering.
Keempat, Terungkapnya empat keluarga pak JK yang masuk dalam dokumen skandal Panama Papers, atau sering disebut “skandal Celengan Babi” . Yakni Solihin Kalla (anak pak JK), Ahmad Kalla (adik pak JK), Aksa Mahmud (adik ipar pak JK) dan Erwin Aksa (keponakan pak JK). Dalam skandal panama papers itu memang perlu pembuktian, apakah pendirian perusahaan di wilayah offshore (bebas atau rendah pajak) ada indikasi tindakan penghindaran pajak atau pencucian uang.
Namun bagi logika publik menduga bahwa skandal panama papers adalah tindakan negatif dan lebih hanya sebagai upaya skandal penggelapan pajak atau aksi pencucian uang juga tidak ada salahnya, toh selama ini belum ada penjelasan yang memuaskan dari keluarga atau wapres JK atau nama-nama yang tercantum dalam skandal panama papers tersebut, apalagi sudah banyak pejabat di Negara lain yang dengan sukarela mengundurkan diri paska namanya masuk dalam dokumen skandal panama papers tersebut.
Kelima, Selain beberapa jejak kasus ketidakpantasan diatas, Pak JK juga kerap menjadi beking para anggota kabinet dan kelompok-kelompok tertentu yang tidak sejalan dengan visi misi dan Nawacita Presiden Jokowi, seperti misalnya jadi beking Sudirman Said dalam perseteruan Proyek Listrik 35.000 MW, Freeport dan Blok Masela dengan Menko Maritim dan Smber Daya, Bapak Rizal Ramli. Kemudian di duga menjadi beking kelompok tertentu di bisnis perikanan dalam perseteruannya dengan menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti.
Keenam,menguatnya isu Reshuffle Kabinet pemerintahan Jokowi akhir-akhir ini, lagi-lagi pak JK juga menunjukkan sikap dan tindakan yang tidak sepantasnya sebagai pejabat publik, bahkan pak JK di nilai sudah melampaui kewenangannya sebagai Wapres, yang semestinya tugas dan peran wapres adalah pembantu Presiden, tidak lebih dari itu, apalagi sampai intervensi dan memanfaatkan jabatannya untuk keuntungan bisnis pribadi dan keluarganya.
Bahkan berhembus dugaan kuat jika pak JK mengintervensi perombakan Kabinet pemerintahan Jokowi, padahal jelas-jelas reshuffle Kabinet merupakan hak prerogratif Presiden, bahkan pak JK mendesak presiden Jokowi agar mengganti menko Maritim Dan Sumber Daya, Bapak Rizal Ramli, dan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, padahal kedua menteri ini dinilai publik menteri yang paling sesuai dengan visi misi dan agenda Nawacita Presiden Jokowi.