Kalau kita melihat realita belakangan ini, susah buat dipungkiri bahwa mengkritik, menghujat atau membully Presiden Jokowi merupakan topik hangat yang dapat menarik perhatian banyak orang. Ini tentu saja berbeda jauh dengan 6 bulan-2 tahun lalu, dimana jualan media paling hot adalah memuja-muji Pak Jokowi yang masih berstatus guberur DKI dan calon Presiden RI. Kala itu, apapun aktivitas Pak Joko, mulai dari masuk gorong-gorong, sidak ke kelurahan, masuk pasar, naik ojek selalu diekspose besar-besaran media disertai dengan sisipan citra positif.....
Menariknya, media yang tadinya latah menjadikan Pak Joko sebagai 'aktor protogonis' kini mulai berbalik arah menjadikan beliau sebagai sosok pesakitan yang selalu saja dikorek-korek kesalahan dan kekhilafannya. Kalau saya pribadi, sedari awal emoh buat termakan opini media yang dulu sedemikian rupa mengultuskan Pak Joko. saya dari kemarin berkeyakinan, ada masanya kelak mereka yang mengangkat Pak Joko hingga ke ketinggian sekian ribu meter di atas permukaan gunung tersebut akan menjatuhkan beliau dengan keras pula. Anehnya, banyak sosok yang katanya intelektual, cendekiawan, pengamat profesional, dan lebel-lebel keren lainnya yang turut terhipnotis buat membikin tulisan mengultuskan Pak Joko. Salah satu topik pengultusan yang kala itu sedemikian heboh hingga melewati batas nalar adalah penyamaan Pak Joko dengan Sahabat Nabi, Umar bin Khattab radliyallahu'anhu. Saya hanya geleng-geleng kepala...betapa tidak! Seorang ulama salaf mengatakan, “Sehelai bulu mata dari Muawiyah radliyallahu'anhu jauh lebih utama dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz .“ Demikianlah....derajat seorang Sahabat Nabi tidak akan bisa tersamai oleh siapapun dari generasi setelahnya.Lantas bagaimana mungkin Pak Jokowi mau disandingkan dengan Umar bin Khattab! Kini, seiring perubahan arah angin media yang memojokkan pak joko, para 'pengamat' tadi ikut-ikutan pula menghanyutkan diri ke pusaran arus mem-bully Pak Presiden.
Kemudian soal media yang saya sebut berbalik arah tersebut, ada yang berbalik arahnya secara frontal... artinya, dari yang semula terkesan mengultuskan Pak Joko, sekarang balik haluan menjadi pengritik Pak Joko. Ada juga yang balik arahnya malu-malu. Mungkin lantaran nggak enak hati. Tadinya mereka adalah pembela utama Pak Joko....masa sekarang berada di garda terdepan mengritik beliau! Akan tetapi, kalau tetap dalam status semula yang jadi pembela utama Pak Joko, bisa-bisa media itu ditinggalkan pembaca dan pemirsanya lantaran dianggap melawan arus. Maka jadilah media tersebut sebagai media 'pemalu', yang berusaha mengritik Presiden dengan bahasa sehalus mungkin.
Ajaibnya, respon publik pun ikut-ikutan berbalik arah dari pengagum Pak Joko menjadi pengritik Pak Joko, atau setidaknya bersikap 'bodho amat'. mungkin saja, lantaran banyak rakyat Indonesia yang gemar ama acara hipnotis-hipnotisan model uye kuye makanya mereka gampang terhipotis media sehingga kemana media menghalau mereka manut turut saja.
Alhamdulillah. Saya sendiri tidak pernah menaruh kepercayaan 100% dengan media. Media menyatakan Si A baik, si B setengah baik, si C jahat...itu belum tentu benar. segalanya mesti di-tabayyun dan dicek-ricek terlebih dahulu. Ada satu ayat Al-Qur'an yang layak jadi bahan perenungan terkait hal ini. "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". (QS Al Hujurat : 6).
Berhubung dengan kondisi terkini, dimana sebagian orang mulai menyerukan "lengserkan Pak Jokowi!", menurut saya sekiranya Pak Joko mundur dan diganti wakilnya, Pak JK, kondisi negara belum tentu lebih baik. Bukankah Pak JK juga bagian dari rezim saat ini! Hemmmm....bila kita menginginkan dipimpin seorang pemimpin dengan kualitas sebagaimana Umar bin Abdul Aziz, wajib bagi kita untuk bersikap, bertindak sebagaimana rakyatnya Umar bin Abdul Aziz. Â Sebab, baik-buruknya pemimpin adalah cermin baik-buruknya rakyat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H