Bencana demi bencana terus menerpa negeri ini. Mulai dari erupsi Sinabung, banjir bandang Manado, banjir Jakarta, tanah longsor, dan teranyar letusan Gunung kelud yang abunya bahkan menyebar hingga mencapai Jawa Barat. Lantas apa yang salah dengan negeri ini?
Sungguh satu kesombongan yang luar biasa manakala sebagian orang mengatakan bahwa sederet bencana itu hanyalah fenomena alam biasa, dengan mengabaikan bahwa semua terjadi atas kehendak Allah Rabbul ‘alamin. Tidaklah satu negeri ditimpa bencana melainkan disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”(Qs. Asy-Syurâ: 30).
Dengan demikian, sejatinya penyebab segala bencana yang menimpa bangsa ini adalah merajalelanya beraneka kemaksiatan. Patut direnungkan! Puncak dari segala kemaksiatan, nenek moyangnya dosa adalah kemusyirikan. Sayangnya, kemusyirikan dengan berbagai bentuknya begitu membudaya di negeri ini.
Tak sedikit di antara kaum Muslimin tanah air, selain mereka menyembah kepada Allah juga menggantungkan hatinya pada jimat dan benda pusaka. Di samping berdo’a kepada Allah, sebagian mereka juga berdo’a kepada arwah para wali dan melakukan ritual-ritual bid’ah di kuburan. Tak sedikit pula yang percaya kepada ramalan-ramalan dukun, paranormal, dan feng shui. Sebagian lagi begitu konsisten melestarikan tradisi-tradisi leluhur penuh kemusyirikan seperti upacara persembahan sesaji kepada ‘penguasa’ laut selatan, ‘penguasa’ Merapi, dan sebagainya. Tak ketinggalan, beragam keyakinan khurafat juga masih lekat dengan keseharian masyarakat kita, seperti menganggap sial terhadap hari, bulan atau suku tertentu. Tentunya kita sering mendengar sebagian orang berucap, “jangan melaksanakan hajatan di bulan Sura, nanti ketiban sial! Laki-laki Sunda tidak boleh menikah dengan wanita Jawa, nati seret rejekinya!” atau kerapkali kita dapati seseorang yang hendak menikahkan anaknya, lebih dahulu mendatangi ‘orang pinter’ untuk mencari hari baik.
Kalau kita tanyakan kepada mereka tentang landasan dari keyakinan dan perbuatan tersebut, tidaklah mereka menjawab melainkan dengan satu perkataan, “kami hanya mengikuti apa-apa yang dilakukan oleh leluhur kami”. Betapa miripnya dalil mereka dengan kaum penyembah berhala yang menolak dakwah para Nabi dengan perkataan serupa!!!
Maka ketahuilah! Keyakinan dan perbuatan-perbuatan syirik macam itulah yang mendatangkan kemurkaan Allah. Sekiranya kita menginginkan keberkahan menaungi negeri ini, hendaklah kita kembali kepada tauhid. Hendaklah kita memurnikan peribadatan hanya kepada Allah semata.
Sungguh patut untuk direnungkan bersama! Tatkala kita begitu kencang meneriakkan slogan “berantas korupsi, berantas pornografi, berantas narkoba!”, lantas mengapa kita begitu toleran terhadap menjamurnya kemusyirikan di sekitar kita? Padahal, kemusyirikan adalah puncak kemaksiatan yang akan membawa pelakunya kekal dalam siksa neraka, sekiranya ia tidak bertaubat hingga akhir hayat. Dan tidaklah Allah mengutus para Rasul, melainkan dengan misi mendakwahkan tauhid dan memberantas kemusyirikan di tengah umatnya. Baca dan cermatilah! Dakwah Nabi Nuh ‘Alahis salam selama 950 tahun adalah dakwah tauhid untuk mengajak manusia hanya menyembah kepada Allah.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kemusyirikan kita jadikan musuh bersama. Hanya dengan tegaknya tauhid, negeri ini akan diliputi keberkahan, kemakmuran, dan keamanan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H