Mohon tunggu...
Muhamad Irfan
Muhamad Irfan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sangat cinta tanah air

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kenapa Timnas U-19 Kalah?

14 Oktober 2014   15:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:05 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Timnas U-19 kalah karena tidak berkualitas. Inilah jawaban yang sudah pasti, tinggal jawaban tambahan lainnya yang mungkin berbeda-beda. Ada yang menyorot dari aspek teknis, aspek mental, manajerial, dan lain-lainnya. Saya hanya ingin menyoroti 2 hal saja, yakni kemampuan pelatih, dan sistem kompetisi sepakbola Indonesia secara simpel dan dari kacamata saya sendiri sebagai pemerhati sepakbola Indonesia.

Cita-cita PSSI sangat tinggi dengan menargetkan semifinal di Piala Asia U-19 2014 ini, namun apa daya tangan tak sampai. Semestinya PSSI harus mempunyai cita-cita yang kecil dulu, yakni Indonesia memiliki pelatih dengan kualitas baik, dan memiliki sistem kompetisi sepakbola nasional yang baik. Baru kemudian hasil dari kedua cita-cita tersebut adalah juara di salah satu kejuaraan internasional. Inilah yang dinamakan proses juara, tidak sekonyong-konyong jadi juara berkat bantuan jin.

Sistem Kompetisi Sepakbola Indonesia

Coba tengok sistem kompetisi sepakbola kita. Sejak dulu jaman Belanda sampai sekarang sudah banyak perubahan sistem kompetisinya. Dari mulai liga jaman Belanda, liga amatir Perserikatan, liga semi profesional Galatama, dan saat ini liga super Indonesia. Dari perubahan-perubahan itu, terlihat bagaimana tidak stabilnya bentuk sistem kompetisi sepakbola kita, apalagi direcoki dengan haus kekuasaan akan tampuk pimpinan PSSI. Jangankan mikirin kualitas pemain, mikirin sistem kompetisinya pun masih bingung.

Materi pemain timnas U-19 lebih banyak diciptakan dengan cara dikarbit. Mereka dipaksa untuk menjadi jagoan bola, dan memang saat ini mereka adalah jagoan bola. Namun mereka miskin pengalaman baik nasional maupun internasional. Kenapa? Karena mereka bukan terlahir dari sistem kompetisi bola yang keras dan berkualitas. Mereka hanyalah sebagai jagoan kandang, tidak sering diduelkan dengan jagoan-jagoan di dunia persepakbolaan. Bagaimanapun jagonya mereka, tapi masih ada yang lebih jago lagi. Inilah tugasnya PSSI untuk menyiapkan materi pemain yang kaya pengalaman di kompetisi bola.

Sekarang ini PSSI hanyalah menggenjot bagaimana mendapatkan dana sebanyak-banyaknya untuk “kompetisi piknik” baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ingat dengan tim Primavera? Yah seperti itulah kualitas bola kita yang materi pemainnya dihasilkan dari “kompetisi piknik” yang berbuah belanjaan khas luar negeri dan rasa bangga pernah singgah di luar negeri. Demikian pula timnas U-19 saat ini yang kecenderungannya diciptakan dengan “kompetisi piknik” walaupun tidak seekstrim tim Primavera.

Sampai saat ini pun menteri sekelas Roy Suryo yang katanya ahli dalam ilmu keolahragaan (karena ditunjuk jadi menteri olah raga), tidak mampu menciptakan sistem kompetisi sepakbola yang berjenjang secara teratur dan baik sehingga pemain bola akan mengerti karir bolanya di Indonesia. Seperti sistem kompetisi sepakbola junior yang sudah punah, dahulu namanya Piala Suratin, sekarang tidak ada lagi sistem berjenjang mulai dari junior, amatir, dan profesional. Jadi kalau sistem kompetisi yang tersedia sudah berjenjang dan baik, maka pemain bola yang jagoan akan terdidik karirnya secara teratur sehingga jadilah pemain yang berkualitas, bukan sebagai pemain karbitan.

Sebagai pelajaran bagaimana sistem kompetisi yang keras akan menciptakan para juara, kita tengok sistem kompetisi tenis meja di negeri Cina. Sistem kompetisinya dimulai dari unit kelurahan, kecamatan, propinsi, sampai nasional. Masing-masing unit tercipta sistem kompetisi yang sangat keras. Semua peserta menginginkan juara, sehingga mereka berlatih keras agar bisa juara. Kalau jadi juara maka mereka mendapatkan kebanggan tersendiri selain mendapatkan hadiah. Dalam sistem kompetisi yang keras dan serius seperti ini tidak sulit untuk mencari pemain jagoan tenis meja, bukan lagi mencari bakat tapi sudah tersedia para juara tenis meja. Hasilnya pun Cina sudah sangat terbiasa menjadi juara dunia tenis meja.

Pelatih

Seandainya materi pemain timnas U-19 sudah dianggap baik, maka berikutnya adalah kemampuan pelatih. Disinilah penentu sukses atau tidaknya pertandingan bola. Pemain-pemain sekaliber timnas Belanda tidak akan masuk ke Piala Dunia jika diasuh oleh pelatih amatiran. Pemain pun malas bermain jika tahu kualitas pelatihnya. Nah begitu timnas U-19 menghadapi tim-tim negara lain di ajang kompetisi serius, pelatih harus banyak-banyak mengeluarkan kecerdasan bolanya.

Kalau kita tengok lagi Jawaban pelatih timnas U-19 Indra Sjafri hanya berkomentar ringan “Memang ini sudah jalan dari Tuhan untuk kita”, setelah timnya tersingkir dari Piala Asia 2014. Mungkin jawaban ini dianggap benar jika kita menilai dari kacamata keimanan, tapi kalau ditinjau dari kacamata kemampuan seharusnya jawaban pelatih Indra adalah “Memang kemampuan saya sebatas ini”.

Sehingga sebelum ada di titik jawaban akhir berupa takdir, maka alangkah baiknya kita melihat dulu bagaimana proses yang terjadi agar tercipta pembelajaran yang baik dan benar untuk kedepannya. Coba kalau blak-blakan dibilang bahwa kemampuan pelatih Indra sudah mentok, pasti beliau tidak akan terima. Tapi terlepas dari masalah kemampuan pelatih Indra, mari kita menghargai usaha keras dari beliau ini yang sejak tahun 2011 telah menjadi pelatih timnas, dan menyumbangkan 2 gelar kejuaraan HKFA U-17 dan HKFA U-19.

Pelatih Indra adalah tipe pelatih pekerja keras, tapi kemampuan strategi masih belum masuk kedalam kategori baik. Masih jauh kelasnya dibawah pelatih dunia Pep Guardiola, Louis van Gaal, Jose Morinho, dll. Walaupun begitu pelatih Indra sangat memungkinkan untuk bisa menyaingi para pelatih dunia itu, kalau mau belajar dan terus belajar.

Biasanya jauh sebelum pertandingan dimulai, seorang pelatih harus belajar secara terstruktur, yakni bab pertama berupa belajar memahami karakter tim lawan, kemudian bab kedua harus mampu mendeskripsikan kekuatan tim sendiri (pasti bisa). Kemudian bab ketiganya sudah mulai agak rumit, yakni mengolah dan menganalisa strategi apa yang akan diterapkan di pertandingan nanti. Kemudian bab keempatnya pertandingan dimulai, dan mengolah jalannya pertandingan secara langsung. Dibutuhkan kecerdasan tinggi dalam mengolah data lapangan, karena harus mampu berpikir instan dan tepat dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Nah, kemungkinannya pelatih Indra masih lemah di bab pertama, bab ketiga, dan tentu saja bab keempat. Sebetulnya bab pertama mudah saja, tapi yang sulit adalah menarik kesimpulan dari bab pertama untuk diolah di bab ketiga. Tapi tidak apa-apa, masih ada kesempatan banyak bagi pelatih Indra dalam karirnya sebagai pelatih di Indonesia. Hanya saja PSSI harus menyaring lagi calon-calon pelatih timnas yang lainnya agar tercipta sistem pemilihan pelatih yang kompetitif, tidak berdasarkan sistem kedekatan dan ewuh pakewuh.

Setelah terpilih para calon pelatih timnas, tugas PSSI berikutnya adalah menyiapkan buku-buku pelajaran tentang bagaimana menjadi pelatih profesional yang diberikan kepada para calon pelatih timnas, agar mereka membaca banyak buku-buku yang disediakan oleh PSSI. Dilakukan juga ujian-ujian yang dilakukan oleh PSSI kepada para pelatih timnas. Sebaiknya diterapkan juga sistem DO (drop out) yang keras, jika tidak berprestasi.

Saya berharap, kedepannya Indonesia memiliki sistem kompetisi sepakbola nasional yang baik, dan pelatih timnas yang selektif dari sistem pemilihan pelatih yang kompetitif. Namun kedua hal ini pun tidak menjamin Indonesia akan menjadi juara di ajang pertandingan internasional, jika para pengurus PSSI masih bekerja hanya didasarkan pada ketidakjujuran semata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun