(21/04/2022)- Raden Adjeng Kartini nama yang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia karena sudah dikenalkan sejak di bangku sekolah dasar.
Tokoh kharismatik dari Jepara ini, merupakan salah satu kaum priyayi alias keturunan bangsawan yang statusnya lebih tinggi dari masyarakat bawah dan berada dibawah orang Belanda karena pada waktu itu, strata sosial diatur oleh pemerintah kolonial.
Wanita dalam hampir semua peradaban sejarah dunia sering dianggap sebagai budak bagi Laki-laki atau istilahnya statusnya dianggap tidak sejajar dengan Laki-laki.Â
Sehingga sampai saat ini, masyarakat di sebagian wilayah pedesaan masih beranggapan bahwa Perempuan hanya diperlukan untuk kegiatan di dapur, di kasur dan di sumur. Istilah ini lebih dikenal sebagai patriarki atau lebih mengutamakan, mengistimewakan Laki-laki jauh lebih baik daripada Perempuan.
Berangkat dari ketiga pekerjaan tadi Laksmana Malahayati,Kartini, Dewi Sartika, Raden Ayu Lasminingrat, Raden Siti Zenab, Cut Nyak Dien, Cut Mutia dan tokoh perempuan lainnya, sangat ingin agar Perempuan juga setara dengan Laki-laki maka lahirlah kemudian sebuah istilah yang kita kenal hari ini sebagai emansipasi yang artinya penyetaraan Perempuan dengan Laki-laki untuk menuntut persamaan hak-hak yang sebelumnya hanya bisa dicapai oleh Laki-laki.
Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2 Karangan Sejarawan Sartono Kartodirdjo halaman 96, dijelaskan bahwa Kartini dianggap sebagai pelopor emansipasi meskipun beberapa ratus tahun sebelumnya sudah ada Laksamana Malahayati dan Ratu Kalinyamat dan Ratu Shima.Â
Dalam buku ini, disebutkan bahwa R.A Kartini dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi hal ini dapat tergambar jelas dari tulisan-tulisan Kartini yang diterbitkan kemudian menjadi sebuah buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang tahun (1911) terutama yang memuat korespondensinya dengan sahabat karib Kartini yang merupakan orang Belanda yaitu Nyonya Abendanon.
Seperti diinterpretasikan oleh Sartono bahwa dalam buku ini digambarkan bahwa kehidupan keluarga dari para Bupati, masih diharuskan untuk taat dan patuh pada segala aturan yang melekat dan turun temurun yang harus dipatuhi tentunya hal ini sangatlah berkaitan dengan feodalisme atau mudahnya diartikan sebagai sebuah kekuasaan khusus yang diberikan kepada penguasa lokal dalam politik maupun sosial masyarakat.
Tentunya Kartini yang merupakan putri dari Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosro ningrat dan M.A Ngasirah diberikan status sosial yang tinggi sama seperti kedua orang tuanya.Â