Tujuan dari Konferensi Asia Afrika pada dasarnya adalah untuk menyatukan negara bekas jajahan di Asia dan Afrika agar bersikap netral dan tidak memihak blok Barat ( Amerika Serikat) dan blok Timur dulu bernama Uni Soviet kini (Rusia) Â tentunya selain untuk lepas dari bayang-bayang Kolonialisme dan Imperialisme, juga terdapat 10 poin yang lebih dikenal sebagai Dasasila Bandung yang dijadikan pokok sebanyak 4 prinsip utama yaitu hidup berdampingan secara damai, Â menghormati kedaulatan negara-negara di dunia, kesetaraan dan kerjasama internasional yang secara tidak langsung konferensi ini berupaya untuk melawan dua blok yang sudah ada sebelumnya.
Saking terkenal dan berpengaruhnya konferensi ini, Majalah Times sempat menjelekkan Indonesia sebagai pengemis dan seakan tidak mengakui konferensi tersebut. Namun setelah terlaksananya konferensi ini, berbagai pengamat internasional khususnya dari Amerika dan Barat secara terang-terangan memuji Indonesia dan Konferensi Asia Afrika 1955.
 Berbagai permasalahan dalam Panitia Politik dihari penutupan Konferensi Asia Afrika akibat pernyataan delegasi Vietnam Selatan yang menuduh PM India Jawaharlal Nehru sebagai antek asing membuat ruangan sidang menjadi panas, sampai-sampai Rapporteur atau pencatatan sidang yang merupakan delegasi dari Thailand yaitu Pangeran Wan Yang meminta agar PM Indonesia Ali Sastroamidjojo membantu Panitia Politik karena sejumlah Panitia Perumusnya bergegas meninggalkan ruangan sidang.
Akhirnya dead clock tersebut bisa diselesaikan setelah PM Ali datang. sehingga permasalahan tersebut bisa selesai dan resmi ditutup oleh PM Ali di Gedung Dwi Warna jam 17.45.
Pada akhirnya semua diminta untuk berkumpul di Gedung Merdeka karena konferensi akan segera ditutup. Tepat pada pukul 21.30 Konferensi Asia Afrika resmi ditutup suara riuh sukacita senang dan sedih tergambar jelas dari sorot wajah para delegasi yang hadir.
Sebagai upaya untuk merawat sekaligus melestarikan nilai-nilai dari Konferensi Asia Afrika, maka pada peringatan 25 tahunnya pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri, melalui inisiatif Menteri Luar Negeri saat itu Mochtar Kusumaatmadja dan diresmikan oleh Presiden Soeharto, secara resmi maka pada tanggal 24 April 1980 Museum Konperensi Asia Afrika resmi berdiri. Pada acara tersebut pula buku bertajuk The Bandung Connection hasil karya dari Sekretaris Jenderal Konferensi Asia Afrika Roeslan Abdulgani resmi diterbitkan sebagai bentuk penyelamatan nilai-nilai dari KAA agar tetap diingat dan dilestarikan khususnya untuk generasi muda di masa yang akan datang.
Di tahun 2005 sebanyak 59 negara hadir di Bandung untuk peringatan setengah abad KAA, diadakan berbagai kegiatan. Di tahun 2015 sebanyak 108 negara ditambah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) hadir memperingati 60 Tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung dan Jakarta. Â Di tahun 2015 semarak sangat terasa mulai dari stakeholder terkait sampai masyarakat biasa turut andil mempercantik Kota Bandung agar terlihat cantik.
Selain itu, sebagai upaya meningkatkan kecintaan dan pengenalan nilai-nilai KAA dibentuk pula pada tanggal 11 Februari 2011 sebuah komunitas bernama Sahabat Museum Konperensi Asia-Afrika ( SMKAA) resmi didirikan oleh pegiat literasi Deni Rachman bersama dengan Iis Tjuhartika Pandita, Wisnu Aji dan Ceu Eno. Berbagai Klab yang berjumlah 11 dibawah naungan SMKAA ini, anak muda bisa mengimplementasikan semangat Bandung dengan berkegiatan diberbagai Klab sesuai dengan minat bakat masing-masing sekaligus akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan di MKAA.
Tahun ini, peringatan 67 Tahun Konferensi Asia Afrika, akan kembali digelar dengan di awali oleh upacara pengibaran bendera 109 negara termasuk bendera PBB di sekeliling Gedung Merdeka. Selain itu, tahun ini mengusung tema Recover Together Recover Stronger ( Pulih Bersama Bangkit Perkasa).
Tema ini sesuai dengan tema perhelatan Group 20 (G20) yang dimana seperti kita ketahui bersama Indonesia di tahun 2022 terpilih sebagai Presidensi G-20 puncaknya berlangsung bulan November tahun ini di Bali. Pemilihan tema peringatan 67 Tahun Konferensi Asia Afrika ini tentu beralasan karena Museum Konperensi Asia Afrika berada di naungan Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri .
Nilai-nilai Konferensi Asia Afrika harus tetap kita jaga dan lestarikan karena memiliki relevansi sampai saat ini. Terutama ditengah konflik Rusia dan Amerika beserta Sekutu di Ukraina, yang sudah berlangsung sejak tanggal 24 Februari 2022.