Mohon tunggu...
Muhamad Ilham
Muhamad Ilham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Konten favorit saya adalah konten edukasi dan berita berita seputar politik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketidakpastian Hukum di Indonesia dalam Penerapan Sanksi Antara Rakyat Jelata dan Penguasa

23 November 2024   00:42 Diperbarui: 23 November 2024   00:42 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami alasan di balik ketidakadilan ini dan mencari cara agar sistem hukum bisa lebih adil bagi semua orang. Dengan begitu, kita bisa membantu memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan memastikan semua warga negara diperlakukan sama di hadapan hukum.

Diskriminasi dalam Penegakan Hukum  

Diskriminasi dalam penegakan hukum di Indonesia menjadi bukti nyata ketidakadilan yang masih merajalela. Dalam laporan Bureaucracy Journal (2024), disebutkan bahwa "Individu dari kalangan elite memiliki peluang lebih besar untuk menghindari hukuman dibandingkan masyarakat kelas bawah.” Contoh konkret seperti skandal Jiwasraya menunjukkan fenomena ini. Meski melibatkan kerugian triliunan rupiah, para pelaku hanya menerima hukuman ringan. Sementara itu, pedagang kecil yang melakukan kesalahan ringan langsung dipenjara.

Fenomena ini menciptakan persepsi di masyarakat bahwa hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas—aforisme yang ironis namun benar. Ucapan seorang aktivis hukum dalam diskusi Komnas HAM pada 2023 menggambarkannya dengan tepat: "Hukum seolah menjadi instrumen kekuasaan, bukan lagi alat untuk melindungi rakyat.” Situasi ini tidak hanya menciptakan kesenjangan sosial tetapi juga mengancam stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap negara.

Akses terhadap Keadilan yang Tidak Merata   

Akses terhadap keadilan masih menjadi tantangan besar, terutama bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu. Proses hukum yang panjang, rumit, dan mahal sering kali menjadi penghalang utama. Selain itu, rendahnya pemahaman masyarakat tentang hak-hak hukum membuat banyak individu enggan melibatkan diri dalam sistem hukum.

Dalam laporannya pada 2023, PSHK menyebutkan bahwa "kurangnya informasi mengenai prosedur hukum membuat masyarakat kecil enggan melibatkan diri dalam sistem hukum.” Ini menunjukkan bahwa akses keadilan bukan hanya masalah ekonomi tetapi juga literasi hukum. Penelitian oleh Rendra Yoki Pardede et al. (2024) juga menyoroti pentingnya pemahaman tentang sanksi pidana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Langkah Menuju Reformasi Hukum    

Mengatasi dilema keadilan ini memerlukan reformasi hukum yang menyeluruh. Transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga penegak hukum adalah kunci utama. Mahfud MD menekankan pentingnya reformasi inklusif untuk memberdayakan rakyat guna memperkuat ketahanan demokrasi menuju Indonesia Emas 2045. 

Dalam konteks pembentukan Tim Percepatan Reformasi Hukum pada Mei 2023, Mahfud menjelaskan bahwa tim tersebut akan fokus pada penyelesaian jangka panjang terhadap berbagai persoalan hukum di Indonesia. 

Perubahan ini harus didukung oleh komitmen politik kuat dari legislatif dan eksekutif untuk memastikan implementasi reformasi berjalan dengan efektif. Penelitian oleh Kasno et al. (2024) juga menunjukkan bahwa pengaturan sanksi administrasi dan pidana perlu diselaraskan untuk menciptakan kepastian hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun