1. Larangan memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
2. Larangan mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
3. Larangan menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
4. Larangan membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Proses Pengesahan UU PDP
Dalam Rapat Paripurna 20 September 2022, DPR akhirnya mengesahkan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) menjadi undang-undang. Pengesahan ini menjadi cukup bersejarah, mengingat panjang dan penuh dramanya proses perdebatan RUU tersebut, setidaknya sejak diajukan usul inisiatif oleh Presiden pada 24 Januari 2020, hingga kemudian disahkan setelah lebih dari 2,5 tahun proses pembahasan. Publik sendiri telah menunggu lama hadirnya legislasi PDP yang komprehensif di Indonesia, mengingat karut-marutnya perlindungan data pribadi, salah satunya sebagai akibat sektoralisme hukum PDP, yang berdampak pada ketidakpastian hukum dalam perlindungan.
UU PDP bukanlah akhir dari perjuangan melindungi data pribadi. Masih panjang pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk membuat aturan pelaksanaannya sesegera mungkin. Terutama dalam mendefinisikan beragam konsep pengejawantahannya yang masih sangat umum, memastikan pelaksanaan dan pengawasannya berjalan dengan benar, serta sinkronisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H