Mohon tunggu...
Muhamad Habibie
Muhamad Habibie Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswa

Suka bercerita sesuai fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengurai Kontroversi Pagar Laut Tangerang: Siapa Bertanggung Jawab?

30 Januari 2025   14:54 Diperbarui: 30 Januari 2025   14:54 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP) ( 2025Liputan6.com) 

Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan dengan penemuan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar ini terdiri dari jajaran bambu yang tertancap di lepas pantai, melintasi 16 desa di enam kecamatan, mulai dari Desa Muncung hingga Desa Lontar. Keberadaan struktur ini menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama karena pembangunannya tidak diketahui oleh pemerintah dan tidak memiliki izin resmi.

Dari sudut pandang politik, muncul kekhawatiran mengenai lemahnya pengawasan dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola wilayah pesisir. Bagaimana mungkin sebuah struktur sepanjang itu dapat dibangun tanpa sepengetahuan otoritas terkait? Hal ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan yang seharusnya memastikan bahwa setiap aktivitas di wilayah perairan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, dampak ekonomi dari keberadaan pagar laut ini tidak bisa diabaikan. Para nelayan setempat mengeluhkan penurunan hasil tangkapan akibat terhalangnya akses melaut. Kerugian yang dialami diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang sebenarnya diuntungkan dari pembangunan pagar tersebut dan apakah kepentingan masyarakat lokal telah diabaikan.

Dalam konteks hukum, pembangunan pagar laut tanpa izin jelas merupakan pelanggaran. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengambil alih penyelidikan kasus ini untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab. Namun, hingga kini, belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut. Beberapa spekulasi mengarah pada keterlibatan pengembang besar, namun mereka telah membantah tuduhan tersebut.

Fenomena ini juga menyoroti isu transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam. Tanpa adanya informasi yang jelas mengenai tujuan dan pihak yang terlibat dalam pembangunan pagar laut ini, masyarakat dibiarkan dalam ketidakpastian. Transparansi adalah kunci untuk memastikan bahwa setiap proyek yang berdampak pada lingkungan dan mata pencaharian masyarakat dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan partisipasi publik. Ke depan, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan dan penegakan hukum di wilayah pesisir. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap aktivitas di laut, terutama yang berpotensi menimbulkan dampak signifikan, diawasi dengan ketat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Partisipasi masyarakat lokal juga harus ditingkatkan agar kepentingan mereka tidak terabaikan dalam proses pengambilan keputusan.

Kasus pagar laut di Tangerang ini menjadi pengingat pentingnya tata kelola yang baik dalam pengelolaan wilayah pesisir. Tanpa pengawasan yang efektif, koordinasi yang baik antara lembaga, dan partisipasi aktif masyarakat, potensi pelanggaran dan kerugian bagi komunitas lokal akan terus mengintai. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga untuk mencegah insiden serupa di masa depan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, langkah pertama yang harus diambil adalah pembongkaran pagar laut tersebut. Proses ini memerlukan koordinasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum. Selain itu, penting untuk mengidentifikasi dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan ilegal ini, guna memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Selanjutnya, pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan di wilayah pesisir. Penggunaan teknologi pemantauan, seperti drone dan citra satelit, dapat membantu mendeteksi aktivitas ilegal sejak dini. Selain itu, melibatkan masyarakat lokal dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas mencurigakan akan meningkatkan efektivitas pengawasan.

Penyusunan dan penegakan regulasi yang lebih ketat terkait pemanfaatan ruang laut juga menjadi keharusan. Peraturan mengenai izin pemanfaatan ruang laut harus diperjelas dan disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga setiap pihak memahami batasan dan kewajiban mereka. Penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran akan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada. Penting juga untuk meningkatkan koordinasi antara berbagai lembaga pemerintah yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir. Sinergi antara KKP, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta pemerintah daerah akan memastikan bahwa setiap kebijakan dan tindakan yang diambil sejalan dan saling mendukung

Terakhir, edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian laut dan mematuhi peraturan yang ada harus ditingkatkan. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga wilayah pesisir dan mencegah aktivitas ilegal di masa mendatang. Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, kita dapat memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang dan wilayah pesisir Indonesia dapat dikelola secara berkelanjutan untuk kesejahteraan bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun