Mohon tunggu...
Muhamad Fauzi
Muhamad Fauzi Mohon Tunggu... -

Bukan penulis, hanya seorang yang terdampar di dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencairkan Beban Sejarah Antara Umat Islam dengan (eks) PKI

28 Juni 2014   21:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:23 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (southeastasiaenglishliterature.blogspot.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="374" caption="Ilustrasi (southeastasiaenglishliterature.blogspot.com)"][/caption] Gagasan Untuk Rekonsiliasi Bangsa (6)

Terpahat dalam lembaran sejarah, terlanjur terjadi dan tersimpan. Untuk berupaya mencairkannya, agar tak runtuh menimpa bangsa ini, hancur berkeping-keping.

Terlalu berat untuk menutup sebuah luka, tetapi terlalu perih untuk tetap memeliharanya. Tapi ia bisa menjadi pembelajaran bagi generasi sesudahnya. Sebuah kesabaran menghadapi tantangan untuk mewujudkan suatu cita. Mengambil sikap ojo dumeh, meski dalam keadaan leluasa berbuat apapun. Melampiaskan dendam dan angkara, suatu saat bisa menjadi bumerang.

Bangsa ini telah mengalami banyak ujian, dan akan terus menghadapi ujian. Masa lalu semestinya tetap menjadi pelajaran, agar tak mengulangi kesalahan serupa, memperturutkan ego dan ambisi sesaat.

Tak menjadi Salahuddin Al Ayyubi yang baik, menjemput kemenangan dengan duka, meninggalkan luka. Kemenangan itu tak menjadi seindah Fathu Makah, kekerasan berbalas kekerasan, kebencian berbalas kebencian, menyisakan beban sejarah.

Terjebak pada sebuah situasi sulit, antara membunuh dan dibunuh, berada di antara pertarungan global melawan komunisme. Untuk tidak sekedar melihat garis pembatas antara benar dan salah.

Bukan hanya cita tentang Tuhan dan kasih yang bisa bertransformasi menjadi peperangan dan penjajahan, cita indah kaum proletar di Indonesia berujung genosida yang menyakitkan. Tanpa peradilan dan tanpa kesempatan membela diri. Sebuah anomali, ketika di berbagai belahan dunia lain, merekalah yang banyak melakukan tindakan seperti itu. Di Uni Sovyet, RRC, Eropa Timur, Kamboja dan banyak negara, seabad ideologi komunisme membawa korban ratusan juta nyawa manusia.

Sekian lama keluarga dan anak-anak mereka mengalami diskriminasi yang menyakitkan. Penderitaan janda dan anak-anak yatim korban tragedi 1965, menjalani keprihatinan hidup, menjalani hidup dalam keadaan serba kekurangan. Menghadapi diskriminasi dalam berbagai bidang, politik, pemerintahan, sosial hingga budaya. Mendapat stigma buruk, seperti menanggung dosa warisan. Sebuah anomali, ketika di berbagai belahan dunia lain, umat Islam yang lebih banyak mendapatkan perlakuan buruk seperti itu, menjalani hidup dalam tekanan rezim yang otoriter.

Tipu daya dunia ini terlalu luas, tetapi perspektif yang diambil seringkali terlalu pendek, sebatas memainkan luapan emosi sesaat. Perang global melawan komunisme menjadi murah dan mudah, tak semahal yang dihadapi di Prancis, juga tak sebanyak nyawa yang dikorbankan di Vietnam. Memang tak sepenuhnya bisa dikatakan diperalat. Yang tergambar hanya sebatas ketika mereka orang-orang PKI itu sekian lama telah melakukan berbagai intimidasi dan teror, menginjak-injak agama dan melecehkannya, berada pada suatu interaksi yang penuh konflik dan ketegangan.

Wajah-wajah yang garang berbalik menjadi lunglai tanpa daya. Ketakutan yang dirasakan umat Islam telah sirna, berubah menjadi derap langkah gagah sebagai penunjuk jalan, menjemput mereka yang harus diciduk, tetangga-tetangga mereka, bahkan kerabat sendiri. Di antara mereka yang memakai baju loreng itu hanya satu dua yang benar-benar tentara, selebihnya hanyalah sukarelawan Banser yang sebelumnya dilatih dan dipersiapkan untuk menghadapi konflik dengan Malaysia.

Jawa Tengah dan Jawa Timur, wilayah yang sama-sama menjadi basis utama NU dan PKI, sekian lama diliputi ketegangan, kemudian berhadap-hadapan. Nyatanya, euforia kemenangan yang dirasakan NU hanya sesaat, dalam waktu tak lama kemudian disingkirkan, didepak dari kekuasaan secara menyakitkan. Menyadarkan bahwa mereka diperalat oleh kekuatan global melawan komunisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun