Mohon tunggu...
MUHAMAD FAJRI FIRDAUS
MUHAMAD FAJRI FIRDAUS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa/universitas sultan ageng tirtayasa

Hobi futsal, Mahasiswa Teknik Mesin Untirta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat Banten Sebelum dan Sesudah Masa Kesultanan Banten

14 Juni 2022   19:20 Diperbarui: 14 Juni 2022   19:33 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak berdirinya kerajaan Hindu, pada abad ke-5. Di daerah Banten sudah ada Pelabuhan pada abad ke-10, dan diperkirakan banyak pedagang dari luar yang berdatangan seperti Eropa dan China. Tentu saja saja hal ini berdampak bagi kehidupan Sosial dan Budaya di daerah banten, serta menjadikan banten menjadi daerah yang mempunyai etnis dan kultur yang beragam pada masa itu. Pada masa kesultanan banten, Perdangan rempah membuat Banten menjadi semakin banyak didatangi Kapal-kapal luar seperti India, Eropa, dan China. Pada saat itu Banten  menerapkan Perdangan terbuka yang dimana bangsa luar bebas melakukan perdangan di daerah Banten.
Sebagai salah satu pusat perdagangan di Banten, Pada saat itu Banten menjadi saran pusat pertemuan tepatnya berada di pasar Karangantu. Pasar ini mempertemukan berbagai Bangsa Seperti China, Portugis, Jawa, Melayu dan Sebagainya. Kemeudian selain Pasar Karangantu terdapat juga pasar kedua yang menjadi pusat perdangan di Banten yaitu Pasar Pacinan.
Semakin ramainya aktivitas perdangan di Banten membuat banyak bangsa luar yang menetap disana dan melahirkan keturunan. Hal ini membuat Banten dihuni berbagai Etnis dan Budaya, bahkan pada saat itu hidup berdampingan. Dan kegiatan perdagangn tersebut diatur oleh Syahbandar ( Jabatan ), dimana seorang jabatan syahbandar ini dipercaya oleh Sultan Ageng Tirtayasa berasal dari China bernama kaytsu. Seorang syahbandar paling berhasil dalam sejarah banten adalah seorang Cina Kepercayan Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Kaytsu ( Lapian, 2004 ). Hal ini membuat Banten menjadikan daerah mempunyai rasa toleransi.
Kehidupan Masyarakat di Banten sebelum abad ke-10. Struktur masyarakat di Banten masih sangat sederhana, dan mengutamakan gotong-royong. Dan kempimpinan diatur dalam aktivitas sosialnya berdasar pada Kharismatik, ditentukan oleh pengetahuan, ahli mistik, dan pertanian. Pada saat itu Budaya Masyarakat Banten masih bersifat Heterogen. Kepercayaan yang dianut oleh penduduk asli masyarakat, yaitu animisme. Hal ini membuat penataan daerah belum ditemukan.Ada yang menetap dan dianggap “sebagai Pahlawan Budaya” ( culture hero ), peletak kehidupan sosial-politik masyarakat setempat. Kisah negeri atau pulau tenggelam dan orang terdampar memenuhi halaman cerita rakyat di kepulauan ( Lapian, 2004 ). Hal ini membuat keberpencaran pada saat itu. Suatu teori tentang asal-usul manusia yang mendiami Tanah Air ini bukan berasal dari Cina atau India belakang, tetapi dari wilayah itu sendiri, yang kemudian dikenal sebagai rumpun Austronesia.
Sesudah ada pengaruh Hindu, kebudayaan di Banten semakin bertambah dan mereka mulai berkenalan dengan para pedagang . Agama animisme pun semakin berkurang dan mulai bertambahnya Hindu-Budha. Tentu saja dengan adanya Hindu-Budha menmbuat sistem yang lebih baik dan menganut pemerintahan negeri. Penduduk Pulau Jawa yang tadinya bertentangan dengan Agama dapat menerima hal tersebut. Sejak saat itu masuklah berbagai etnis dan budaya ke Banten dan semakin beragamnya Agama, Etnis, dan Budaya.
Dengan adanya pengaruh Agama Islam di Banten, Islam memanfaatkan suatu kegiatan pada masyarakat setempat. Kemudian pada saat itu berdirilah Kesultanan. Masuknya islam dianggap sebagai kemajuan pesat masyarakat pada saat itu diberbagai bidang. Dan menjalin berbagai hubungan bersama bangsa luar. Hingga akhirnya pada tahun 1596 tibalah sebuah armada dagang Belanda yang dipimpin oleh Cornelis De Houtman. Tujuannya untuk menyelidiki dan melakukan perdagangan rem[ah-rempah di nusantara. Kedatangan yang disambut baik justru Belanda mulai melakukan kecurangan-kecurangan dan membuat tindak kekerasan yang mengakibatkan permusuhan. Singkat belanda mulai mendirikan Pusat dagang di Banten dan semakin berkembang pesat. Puncaknya Pada tahun 1682 dimana belanda berhasil menumbangkan kesultanan Banten yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Sejak diruntuhkan oleh kolonial Belanda, daerah Banten hanya menjadi serpihan-serpihan cerita lama. Faktanya sampai saat setelah reformasi daerah banten didaulat menjadi provinsi. Banten masih belum memenuhi kemajuan dan kesejahteraan. Bahkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di provinsi itu bertambah 91,24 ribu jiwa menjadi 867,23 ribu jiwa pada Maret 2021 dibandingkan Maret tahun sebelumnya. Berdasarkan persentase, kemiskinan di Banten meningkat menjadi 6,66 % pada Maret 2021 dibandingkan sebelumnya yang mencapai 5,92%. Hal ini terbukti ketika Banten hanya dijadikan ladang penghasil uang untuk sebagian kelompok penguasa saja yang memanfaatkan Jabatan sebagai media untuk memperkaya diri sendiri. Apabila Banten ingin menjadi maju seperti zaman kesultanan diperlukan adanya pemimpin yang mempelajari latar belakang Banten dan Sejarah Banten ketika masa kejayaannya. Hal ini dapat memperluas pandangan kita tentang banten sebagai daerah yang penuh perjuangan serta menjunjung tinggi rasa toleransi untuk kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun