Mohon tunggu...
Muhamad DaffaSatrio
Muhamad DaffaSatrio Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Relation Kejar Mimpi Semarang

Sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Sosialisasi Politik: Pemahaman dan Partisipasi Politik Masyarakat di Setiap Jenjang Usia

17 Maret 2023   08:33 Diperbarui: 17 Maret 2023   08:44 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditulis oleh: Nur'Afidah, Naila Izzatin , Ameliani Faitursina, Rahma Oktaviani, Bagas Abdi Prasetyo, Nabila Diva Ayu Shafira, Chrisma Linda Elvrista, Muh. Daffa Satrio P.

Abstrak

Peninjauan pemahaman politik dimasyarakat dimaksudkan untuk melihat sampai dengan tahap manakah masyarakat memahami definisi dari yang kemudian dari pemahaman tersebut akan berdampak dengan tingkah laku masyarakat guna berpartisipasi diranah politik dengan kesadarannya sendiri. Berdasarkan data dari Publikasi KPU berdasarkan hasil pemilu ditahun 2009 yang mana angka partisipasi politik menurun sampai dengan 71,7% tentu saja angka ini menurun drastis apabila dibandingkan dengan angka partisipasi politik pada pemilu tahun 2004 yang menyentuh angka 81%. Tujuan eksploratif dari penelitian ini dimaksudkan untuk melihat tingkat pemahaman dan partisipasi politik masyarakat sampai dengan tingkat rendah, sedang, atau tinggi berdasarkan rentang usia anak- anak, remaja, dan dewasa dengan mengambil beberapa sampel beberapa orang yang ada di Kota Semarang. Tujuan praktis dari penelitian ini bertujuan untuk menemukan metode dan materi sosialisasi politik yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Metode penelitian menggunakan beberapa literatur yang berasal dari jurnal serta observasi secara langsung guna melihat fakta serta persepsi dari masyarakat yang sebenarnya. Kebaharuan penelitian berisikan kondisi pengetahuan dan pemahaman politik beberapa sampel masyarakat yang ada di Kota Semarang saat ini. Melihat respon serta jawaban dari responden, penulis menyimpulkan bahwasannya pemahaman politik disetiap jenjang usia masih cukup rendah akan tetapi mereka selalu mengikuti berita- berita politik itu sendiri dikarenakan responden selalu memberikan gambaran mengenai fenomena politik serta pandangan politik menurut berbagai kalangan masyarakat.

Kata Kunci : Pemahaman, Partisipasi Politik, Sosialisasi, Persepsi

Abstract

The review of political understanding in the community is intended to see to what extent the community understands the definition of which then from this understanding will have an impact on people's behavior to participate in the political arena with their own awareness. Based on data from KPU publications based on the results of the 2009 elections, the political participation rate decreased to 71.7%, of course this figure decreased drastically when compared to the political participation rate in the 2004 elections which touched 81%. The exploratory objective of this study was intended to look at the level of political understanding and participation of the people at low, medium, or high levels based on the age range of children, adolescents, and adults by taking several samples of people in the city of Semarang. The practical objective of this research is to find methods and materials for political socialization that are appropriate to the needs of the field. The research method uses some literature from journals as well as direct observation to see facts and perceptions from the actual community. The novelty of the research contains the condition of political knowledge and understanding of several samples of society in the city of Semarang today. Looking at the responses and answers from the respondents, the authors conclude that political understanding at every age level is still quite low, but they always follow the political news themselves because the respondents always provide an overview of political phenomena and political views according to various groups of people. 

Keywords: Understanding, Political Participation, Socialization, Perception

1. Pendahuluan 

Berdasarkan data publikasi dari KPU mengenai angka partisipasi politik ditahun 2009 partisipasi politik di Indonesia mengalami penurunan hal ini dikarenakan angka partisipasi politik setelah pelaksanaan pemilu di tahun 2009 menurun hingga menyentuh angka 71% menurun drastis apabila dibandingkan dengan pemilu periode sebelumnya yang menembus angka 81% (KPU,2009). Pengetahuan masyarakat untuk memahami politikpun hanya mencapai 17,7% (Ardhita,2017). Hal ini juga diperparah dengan adanya Survei Preverensi Sosial dan Politik Masyarakat yang dilakukan oleh Charta Politica Indonesia ditahun 2022 mengetahui pengetahuan masyarakat Jawa Tengah mengenai pemilihan legislatif (DPR, DPD, dan DPRD baik dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kabupaten/ kota), pemilihan presiden, dan pemilihan (gubernur, bupati, dan wali kota) ditahun yang bersamaan yang mana antara angka responden yang mengetahui dan responden yang tidak mengetahui jumlahnya hampir sama. Responden yang menyatakan yang mengetahui sebesar 56% sedangkan responden yang menyatakan tidak mengetahui sebesar 44%, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya selisih keduanya hanya 12% serta banyaknya masyarakat yang tidak tahu hampir menyentuh angka 50% dari responden yang ada. 

Ranah implementasi politik tentu saja bukan hanya mencakup tentang pengembangan Budaya ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan diberbagai kalangan masyarakat guna menciptakan masyarakat yang sadar dan patuh untuk menegakkan serta menertibkan masyarakat seperti apa yang diinginkan oleh pemerintah (Natal Kristiono,2014). Sebuah pengetahuan tentunya akan bermuara pada sebuah implementasi dan implementasi dari pengetahuan politik tentu saja akan sangat luas pemaknaan serta ruang lingkupnya. Dikarenakan pengetahuan mengenai politik juga sudah diajarkan diusia anak- anak dengan pemahaman serta bentuk implementasi yang lebih sederhana. Berbeda dengan sosialisasi politik yang diberikan untuk udia dewasa yang lebih banyak menekankan tentang bagaimana menyadarkan serta bagaimana caranya untuk menarik partisipasi politik masyarakat guna menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Dalam hal ini tentu saja fokus utamanya akan berada di usia remaja dikarenakan mereka yang lebih memahami teknologi serta lebih memahami perkembangan informasi. Apalagi berdsarkan data dari KPU yang menyatakan dalam pemilu 2021 kemarin sebanyak 190 juta orang dari 578.139 orang pemilih merupakan pemilih baru dari generasi Z. Maka dari itu diperlukan sosialisasi politik yang sesuai dengan kebutuhan serta upaya mobilisasi suara berkedok sosialisasi politik dari segenap kelompok berkepentingan. 

2. Metode

Adapun metode pengambilan data menggunakan observasi secara langsung dengan mengambil beberapa sampel responden dari berbagai jenjang usia baik anak- anak, remaja, dan dewasa yang ada di Kota Semarang. Penyajian data penelitian ini diperkuat dengan beberapa penelitian terdahulu yang diambil dari beberapa juranl yang sudah dipublikasikan. 

3. Pembahasan

A. Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik merupakan topik sekaligus program yang sudah familiar dikalangan masyarakat. Secara lebih umum, masyarakat (khususnya Indonesia) kerap kali mengartikan sosialisasi politik sebagai alat yang digunakan oleh para elite politik untuk menenamkan segala bentuk perilaku yang berkiatan dengan politik kepada warganya. Hal ini kemduian sejalan dengan pendapat menurut Mas'oed (2008) yang menunjukkan bahwa sosialisasi politik mengacu pada proses pembentukan sikap dan perilaku politik. Ketika suatu generasi disosialisasikan secara politik maka secara tidak langsung terdapat tindakan mentransmisikan norma dan kepercayaan politik kepada generasi berikutnya, proses ini dkemudian lebih kerap dikenal dengan transmisi budaya. Sosialisasi politik kemudian dapat dilihat dari sudut pandang fenomena mikro maupun makro yang tentunya saling berhubungan. Pertanyaan mendasar pada tataran makro dalam kajian sosialisasi politik relatif bertanya mengeni "bagaimana masyarakat politik menyampaikan nilai, sikap, keyakinan, pendapat, dan perilaku kepada masyarakat?". Sedangkan, kajian sosialisasi politik di tingkat mikro relatif bertanya mengenai "Bagaimana dan mengapa orang menjadi warga negara?". Lebih jauh dari itu, dapat dikatakan bahwa pada tingkat makrosistem politik, sosialisasi politik diartikan sebagai alat yang digunakan oleh komunitas politik untuk mengajarkan norma dan praktik yang sesuai kepada warganya. sedangkan, pada tataran mikrosistem politik, sosialisasi politik adalah pola dan proses yang dilalui individu dalam melakukan pembangunan dan pembelajaran politik, membentuk konteks yang spesifik dengan lingkungan politik tempat mereka tinggal (Sapiro, 2004). 

Sosialisais politik ini kemduian menjadi suatu kepentingan tersendiri bila dikaji melalui implementasinya nanti. Selain pernyataan sebelumnya, sosialisi poliitk juga kemudiaan dapat dilihat dalam arti sempit dan juga arti luas. Greenstein (dalam Rush dan Althoff, 2008) kemudia menjelaskan bahwa dalam arti yang lebih sempit, sosialisasi politik dapat dimakanai sebagai suatu transmisi pengetahuan, nilai, dan praktik secara sadar yang secara formal menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan. sedangkan, dalam arti luas, dapat dimakannai sebagai semua upaya untuk belajar, baik formal maupun informal, disengaja atau tidak direncanakan, ada di setiap tahap siklus hidup, dan cakupannya juga tidak hanya mengenai masalah pembelajaran eksplisit, namun juga mengkaji mengenai bagaimana pembelajaran nominal dari kasus perilaku dari ciri-ciri kepribadian. Dalam hal in, tampak jelas bahwa sosialisasi politik memiliki urgensi tersendiri dalam suatu negara. 

Peran dan fungsi dari sosialisai politik ini juga perlu menjadi sorotan bagi para pelaku sekaligus aktor politik yang berwenang. Hal ini didasarkan pada perlunya pemahaman masyarakat secara umum terhadp pelaksanaan politik yang merupakan salah satu sektor fondasi berdirinya suatu negara. Dalam hal ini dapat dikatakan pula bahwa sosialisi politik yang berhasil, akan berdampak pada penyelarasan pelaksanaan poilitik di suatau negara yang diharapkan kemudian akan menjadi awal dalam realisasi tujuan negara. Berkaitan dengan hal ini, maka kemudian terdapat urgensi khusus sosialisasi politik dalam implementasi pelaksanaaan politik dikalangan masyrakat, tanpa terkecuali di seluruh jenjang usia yang ada. 

B. Implementasi Pemahaman dan Partisipasi Politik di Setiap Jenjang Usia 

Sosialisasi politik memang menjadi sorotan yang kerap disalahartikan oleh masyarakat secara umum. Hal ini mengingat pelaksanaan politik kerap kali berkaitan langsung dengan bagaimanan mereka merekrut dan mengambil suara rakyat secara umum untuk menajdi bagian dari timses sang pelaku politik. Hal ini kemudian perlu menjadi sorotan tersendiri mengingat bagaimana masyarakat secara umum tidak dapat terbuka langsung untuk menerima sosialisasi politik yang sejatinya ditujukan untuk kepentingan bersama. Dalam hal ini kemudian juga tampak bahwa sosialisasi politik dan implementasinya pelru mendapat perhatian khusus. Selain itu, dapat digarisbawahi pula bahwa pelaksanaan politik juga dapat terbagi menjadi beberapa bagian ruang lingkup, yang diantaranya berhubungan langsung dnegan ruang lingkup negara, kekuasaan, kebijakan, pengambilan keputusan dan juga bagaimana distribusi kekuasaan lembaga terlaksana. 

Pelaksanaan politik di setiap kalangan masyarakat ini juga kemduian akan menemui perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, perlu diketahui pula mengenai bagaimana pemahaman dan partisipasi politik di setiap jenjang usia masyarakat yang kemudian pelru dikaitkan dengan bagaimana pelaksanaan politik pada kesehariannya. 

1). Jenjang Usia Anak-Anak

Jenjang usia annak-anak merupakan rusia yang rentan masih mudah dalam belajar mengenai seluk-beluk perihal yang ada disekitarnya. Dalam hal ini pula, mak akemudian perlu diadakan sosialisasi politik yang mungkin ranahnya lebih mirip dengan pelaksanaan pendidikan politik. Pentingnya Pendidikan politik terhadap anak-anak sejak dini dengan harapan agar anak-anak tidak keliru mengenai pemahaman terhadap politik,oleh karena itu pemberian edukasi terkait politik diharapkan sesuai dengan kondisi dan usia anak. Dalam realitasnya anak-anak pasti terpapar terhadap politik, baik langsung dan tidak langsung,apabila tidak adanya bimbingan dari pihak keluarga mengakibatkan anak-anak mengartikan persepsi politik sendiri yang negative. Sehingga peran keluarga ialah hal yang utama terhadap pemahaman anak-anak terkait politik,pemberian edukasi politik dapat dimulai dari lingkup keluarga yang dibuktikan melalui kebiasan-kebiasan dalam rumah.Yang kemudian pemberian edukasi politik berkelanjutan melalui lingkup sekolah sehingga terciptanya pemahaman politik terhadap anak-anak. 

Dalam hal pelaksanaan sosialisasi politik berupa pendidikan politik ini juga kemudian dapat dihubungkan melalui beberapa ruang lingkup politik. Melalui riset langsung, kami kemudian dapat menagatakan bahwa pemahaman mereka masih relatif sangat kurang terhadap politik. Hal ini pulalah yang menajdi urgensi perlunya pelaksanaan sosialisasi politik di kalangan masyarakat, utamanya usia anak-anak. Bila dikaitkan dengan aspek negara, pemahaman anak-anak terhadap politik relatif dapat dikatakan bahwa mereka belum mengetahui definisi politik secara universal. Hal ini tampak pada pemahaman anakanak yang cenderung hanya mengetahui terhadap pemahaman mengenai bendera negara, Garuda Pancasila dan nama presiden Indonesia. Selain itu, mereka kemudian juga melakukan implementasi lengsung berupa melakukan upacara bendera setiap hari senin yang juga merupakan perwujudan nilai nasionalisme.

Dilain sisi dalam aspek kekuasaan, anak-anak relatif paham terhadap kekuasaan melalui implementasi dalam lingkup keluarga dan lingkup sekolah dalam lingkup keluarga. Hal ini tampak pada pemahaman anak-anak yang mengetahui bahwa ayah memiliki kekuasaan tertinggi terhadap keluarga yaitu untuk memimpin keluarga dan Ibu memiliki kekuasaan untuk mengatur kebutuhan yang diperlukan anak. Namun sebagian ada yang berpendapat bahwa Ibu merupakan kekuasaan tertinggi dalam keluarga. Jadi pemahaman anak terhadap kekuasaan dapat diperoleh dari pemahaman mengenai lingkungan terdekatnya yaitu keluarga. Selain itu tidak sedikit anak-anak memahami kekuasaan yang ada dalam lingkup sekolah yaitu mengetahui bahwa kekuasaan tertinggi dalam sekolah adalah kepala sekolah, wali kelas dan guru. 

Berkaitan dengan kebijakan, usia anak-anak cenderung lebih memahami kebijakan yang ada yang juga kemudian sering mereka temui dalam lingkup keluarga. Kebijakan tersebut lebih dipahami melalui aturan-aturan yang diterapkan seperti hal nya dibuktikan dalam kesehariannya misalnya adanya aturan yang mengharuskan anak disiplin terhadap waktu bermain, jam tidur dan menjaga kebersihan. Selain itu dalam lingkup sekolah anakanak memahami akan aturan dengan diterapkannya tata tertib misalnya dengan datang tepat waktu, mengikuti upacara bendera,menghormati guru,dan menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah. Selain itu, kemudian bila dikaitkan dengan pengambilan aspek keputusan bagi anak-anak, mereka relative hanya melakukannya dalam kehidupan seharihari. Hal tersebut dilakukan dengan membuat keputusan dengan memberikannya pilihan kepada anak mengenai menu makan apa yang diinginkan anak ,dan memutuskan untuk memilih baju lebaran. Realistis nya memang mereka telah paham mengenai adnaya sistem voting dan sebagainya, namun memang belum dikatakan bahwa mereka sepenuhnya paham mengenai bagaimana hal itu dilakukan.

Berkaitan dengan politik, maka akan berbicra pula mengenai distribusi kekuasaan. Pada ruang lingkup ini, anak-anak cenderung belum paham sama sekali. Hal ini dikarenakan anak-anak relatif jarang dan belum hingga bahkan tidak mengikuti fenomena ataupun isu-isu tertentu yang sedang diperbincangkan oleh elit politik maupun masyarakat pada umumnya. Namun distribusi kekuasaan yang dipahami anak-anak tersebut lebih kedalam lingkup keluarga yaitu struktur organisasi dalam keluarga yaitu kepala keluarga,ibu rumah tangga dan anggota keluarga. 

2). Jenjang Usia Remaja

Remaja merupakan salah satu dari bagian masyarakat yang perlu diperhatikan keberadaannya, remaja yang merupakan generais penerus bangsa menjadi sebuah perhatian penuh untuk paham mengenai seluk beluk penyelenggaraan dalam negara, tidak terkecuali dengan politik. Remaja pada umumnya sering disebut sebagai barisan utama yang dianggap tidak paham akan politik dan bahkan acuh tak acuh pada pelaksanaan politik. Hal ini menjadi urgensi tersendiri perlu diadakan sosialisasi politik mengingat urgensinya peran remaja dalam memgang masa depan bangsa kedepannya nanti.

Remaja yang secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun ini kemudian identik dikaitkan dengan masa peralihan ini kemudian dianggap sebagai masa yang krusial untuk memaahami suatu perihal, tidak terkecuali dengan pelaksanaan politik. Politik yang dianggap sebagai perihal membosankan, menjadi suatu sorotan tersendiri dikalangan remaja. Hal ini dibuktikan melalui hasil riset yang dilaksanakan oleh tim kami yang kemudian melakukan observasi dan wawancarra langsung oleh para remaja dalam rentan usia 14-19 tahun dengan berbagai latar belakang. Melampirkan informasi lebih lanjut, para remaja secara umum memang menganggap bahwa politik merupakan pelaksanaan yang dianggap membosankan, terlalu serius, dan terlalu kotor untuk mereka menyertakan diri berpartisipasi didalamnya. Dalam hal ini, kemudian tampppak bahwa mereka sudah mulai peka terhadap bagaimana politik itu terlaksana. 

Pelaksanan politik tentunya akan berkaitan langsung dengan ruang lingkup negara, mengingat politik merupakan salah sektor utama daalam penyelenggaraan kenegaraan. Dalam ranah remaja, sebagian besar mereka beranggapan bahwa politik merupakan penyelenggaraan kengeraan yang kemduian dikuasai oleh seorang pejabat yang berwenang. Hal ini dikaitkan pada pendapat menurut mereka yang sebgaian besar beranggapan bahwa politik merupakan pemerintahan, bentuk-bentuknya yang dilakukan dalam suatu negara. Secara lebih lanjut, mereka juga mengatakan bahwa pelaksanaan politik dapat tampak pada adanya bentuk-bentuk struktur pemerintahan, seperti adanya negara demokrasi dan sebagainya. Dalam hal ini, para remaja secara umum hanya tahu bahwa politik merupakan salah satu bidang atau ruang lingkup yang ada didalam suatu negara. Mereka relatif beranggapan bahwa hubungan negara dan politik hanya seperti antara hubungan wadah dengan salah satu isinya, negara dianggap sebagai wadah bagi pelaksanaan politik. Dalam hal ini, mereka juga menambahkan bahwa penyelenggaraan politik akan berpengaruh langsung pada penyelenggaraan kenegaraan. Realisasinya dapat terlihat pada banyaknya kriminalitas politik yang kemudian membawa banyak kebijakan-kebijakan buruk bagi kediupan masyarakat secara umum didalam suatu negara. 

Pelaksanan politik tentunya akan berkaitan langsung dengan ruang lingkup negara, mengingat politik merupakan salah sektor utama daalam penyelenggaraan kenegaraan. Dalam ranah remaja, sebagian besar mereka beranggapan bahwa politik merupakan penyelenggaraan kengeraan yang kemduian dikuasai oleh seorang pejabat yang berwenang. Hal ini dikaitkan pada pendapat menurut mereka yang sebgaian besar beranggapan bahwa politik merupakan pemerintahan, bentuk-bentuknya yang dilakukan dalam suatu negara. Secara lebih lanjut, mereka juga mengatakan bahwa pelaksanaan politik dapat tampak pada adanya bentuk-bentuk struktur pemerintahan, seperti adanya negara demokrasi dan sebagainya. Dalam hal ini, para remaja secara umum hanya tahu bahwa politik merupakan salah satu bidang atau ruang lingkup yang ada didalam suatu negara. Mereka relatif beranggapan bahwa hubungan negara dan politik hanya seperti antara hubungan wadah dengan salah satu isinya, negara dianggap sebagai wadah bagi pelaksanaan politik. Dalam hal ini, mereka juga menambahkan bahwa penyelenggaraan politik akan berpengaruh langsung pada penyelenggaraan kenegaraan. Realisasinya dapat terlihat pada banyaknya kriminalitas politik yang kemudian membawa banyak kebijakan-kebijakan buruk bagi kediupan masyarakat secara umum didalam suatu negara. 

Menilik lebih jauh mengenai pelaksanaan politk yang kaitanya dengan kebijakan, memang akan kembali membawa analisis ke arah yang kurang baik. Para remaja telah sangat paham mengenai praktik politik kemudian akan berakhir pada pelaksanaan atau penciptaan kebijakan dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat secara umum. Secara singkatnya, remaja telah tahu bahwa setiap kebijakan merupakann peraturan yang memiliki konsekuensi tertentu. Hal ini didasarkan pada hasil wawancara yang menyatakan bahwa kebijakan yang baik akan berdamapak pada penyelenggaran kenegaraan yang baik pula. Sebagai realisasinya, mereka juga kemudian menyatakan bahwa merke ajug atahu beberapa peraturan yang merupakan realisasi kebijakan di Indonesia beserta konekuensi bila melanggarnya. Namun mereka juga menambahkan bahwa praktik yang tampak justru yang tersorot ya hanya pelaksanaan negara yang seringkali konsekuensinya nggak sejalan dengan yang seharusnya. Hal ini kemudian juga berlanjut pada pemahaman mereka mengenai pengambilan keputusan dimana dapat diketahui bahwa setiap manusia di dunia akan dituntut untuk bisa mengambil keputusan demi kebaikan mereka kedapannya, tidak terkecuali pada para remaja. Hal ini tampak pada slaah satu contoh pengambilan keputusan yang diceritakan salah satu siswa SMA yang dimana setelah beranjak dewasa dan memasuki masa remaja, tidak sedikit dimabuk asmara karena dipengaruhi hormon dan masih pada masa pertumbuhan. Oleh karena itu, remaja mengambil keputusan bijak dalam menjalin hubungan asmara kepada teman sekolah karena harus mempertimbangkan apakah hubungan tersebut akan mengganggu kegiatan dan konsentrasi belajar di kelas atau tidak. Lebih jauh dari itu, pada masa remaja di sekolah sudah dituntun untuk pemilihan ketua OSIS sebagi bentuk Demokrasi di Sokolah, dalam pengambilan keputusan untuk memetukan pilihan ketua OSIS, hal yang menjadi pertimbangan adalah ketenaran disekolah dan juga sikap prilaku teman temanya disekolah. 

Dalam ranah pengambilan keputusan, para remaja relatif sudah paham betul mengenai pelaksanaan politk yang berupa pengambilan keputusan. Hal ini kemudian dapat dikatakan bahwa sebagian besar dari mereka hanya melakuakan partisipasi politik berupa menyumbangkan suaranya dalam suatu pemilihan tertentu didalam kesehariannya. Contoh nayatnya dalam pemilihan ketua OSIS di sekolah, pemilihan ketua kelas, dan juga pengambilan keputusan didalam rumah. Hal ini menunjukkan dampak positif bahwa mereka sudah melakukan langsung implementasi politik di kesehariannya. Namun, hal ini berbanding terbalik bila dikaitkan dengan pelaksanaann politik berupa distribusi kekuasaan yang kemudian relatif kurang diketahui oleh para remaja secara umum. 

Berdasarkan riset yang dilakukan, mereka memang dapat dikatakan mulai paham namun hanya sebatas tahu bagaimana distribusi kekuasaan yang ada disekitar mereka, mislanya pemimpin Indonesia adalah seorang presiden, dan lain sejenisnya. Lebih lanjut dari itu, merekapun kemudian mulai mengikutsertakan diri dalam praktik distribusi kekuasaan seperti ikut keikutertaan mereka dalam menajdi anggota organsiasi tertentu dan juga berkontribusi didalamnya, conothnya menajdi ketua Karang Taruna di desanya, Ketua OSIS, Ketua Kelas, dan sebagainya. 

3). Jenjang Usia Dewasa

Berbeda dengan jenjang usia anak-anak atau remaja, di jenjang usia dewasa menjadi sorotan khusus dimana sejatinya mereka merupakan warga negara Indonesia yang sudah memiliki hak dan kewajiban untuk bersama-sama melakukan politik demi kemajuan suatu negara. Sebagai pengamat, aktor, atau bahkan pelaku utama hingga elite politik sekalipun harusnya memahami penuh pelaksanaan politik di dalam suatu negara. Namun sayangnya harapan tersebut berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Masyarakat secara umum tidakk paham dan bahkan terkesan acuh oleh pelaksanaan politik. Secara tidak lanngsung mereka beranggapan bahwa 'jika saya bukan pelaku politik, mengapa saya harus berpartisipasi didlaamnya' . hal ini kemudian menjadi sesuatu yang tentunya akan berdampak negatif bagi pelaksanaan politik sebgaai salah satu fondasi utama ter-realisasinya tujuan negara. 

Berdasarkan pernyataan diatas,, maka kemudian citra politik menjadi terancam dan kemudian kembali tampak pentingnya pelaksanaan sosialisasi politik di masyarakat. diharapkan memang sosialisais politik ini akan merubah stigma masyarakat (khususnya usia dewasa) yang berfikiran bahwa politik sangatlah kotor, atau setidaknya mengurangi banyaknya stigma demikian. 

Secara lebih rinci, bila dikaitkan dengan pelaksanaan politik berupa pemahaman tentang negara, jelas mereka telah peka terhadapa pemahaman wawasan nusantara secara umum. Hal ini tampak pada mereka yang relatif paham jumlah provisi, sistem pemerintahan dan bahkan struktur pemerintahan yang ada. Bila dikaitkan dengan kekuasaan, mereka juga sebagai besar sudah paham mengenai pelaksanaan politik merupakan ajang bagi para penguasa. Mereka beranggapan bahwa "siapa yang berkuasa, dialah yang menang dalam politik". Hal ini kemudian juga berkaitan dengan kebijakan dimana mereka secara terang- terangan mengatakan bahwa mereka paham mengenai bagaimana peraturan yang ada, konsekusensinya, dan bahkan juga telah mengikuti dna mengimplementasikannya dalam kesehariannya. Mereka relatif juga mengatakan bahwa "kebijakan adalah permainan dari siapa yang mejadi penguasa mengatasnamakan keppentingan bersama".

Tanggapan yang cukup sensitive ini juga kemudian berlanjut pada ranah pengambilan keputusan dimana mereka kemudian mengartikan pelaksanaan mussywarah mufakat dna voting merupakan permainan belaka. Hal ini didasarkan pada masi seringnya terjaid politik uang/serangan fajar yang tentunya bertentangan dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku. Yang menajdi menarik, mereka menyampikan bahwa hal ini merupakan culture dalam negara yang tidak akan bisa berubah. Dalam hal ini memang mereka tekah menerapkan langsung tindakan pengambilan keputusan, bahkan juga dalam ranah distribusi kekuasaan. Hal ini dibuktikan dalam banyakanya dari mereka yang juga ikut terjun dalam dunia politik melalui pengajuan diri dalam jabatan tertentu diranah politik, dalam ranah kecil contohnya dengan menjadi ketua RT di lingkungan tertentu.

Perlu diapresiasi mengenai pemahaman politik di jenjang usia dewasa. Mereka relatif telah kritis dalam menanggapi pelaksanaan politik didlaam suatu negara. Namun sayangnya kembali, hal ini merupakan sudut pandang dari mereka yang dekat dengan pelaksanaan politik. masih ada ebagai besar dari mereka yang bahkan usianya sudah dewasa sekalipun sangat acuh baahkan tidak tahu mengenai apa itu dan bagaiaman pelaksanaan politik di dlama suatu negara, utamanya para rakyat kecil. Mereka tidka begitu tertarik dengan pelaksanaan politik bukan karna tidak mampu, namun lebih kearah mereka tidka ingin ikut serta dalam perihal kotor yang bahkan membasuh tangan kotor pun nantinya akan sangat sulit.

Politik kemudian juga seirng diibaratkan sebagai gula dan dan semut dimana ada gula maka disitulah banyak semut yang akan mengerubunginya namun apabila gula tersebut sudah habis maka semut- semut tersebutpun akan pergi. Yang mana apabila ada kalangan atau orang yang berpotensial untuk maju maka disitulah berbondong- bondong orang akan membantunya akan tetapi apabila orang tersebut sudah tidak berpotensial lagi maka ia akan ditinggalkan saja. Hal ini kemudian diperjelas melalui pernyataan bahwa fenomena politik dianggap sebagai hujan yang mana hanya akan merajakan rakyat kecil saat musim kampanye hingga pemilu akan tetapi akan dibuang seperti sampah ketika keinginannya sudah selesai. Dalam hal ini kemduian menjadi bukti naytar bahwa memang kemduian sosialisasi politik merupakan salah satu cara untuk mengarah ke prubahan politik yang baik. utamanya bagi mereka yang sudah dewasa, baik merka yang hanya sekedar pengamat, aktor sampingan, atau bahkan bagi mereka yang merupakan pelaku sekaligus elite politik. 

C. . Urgensi Sosialisasi Politik Dalam Pelaksanaan Politik di Masyarakat 

Berdasarkan pemaparan analisis yang dilakukan diatas, maka kemudian tampak jelas bahwa sosialisasi politk jangan sampai hanya dijaadikan sebagai "permainan formalitas" agar tampak sudah bekerja saja, namun juga ditujukan untuk melakukan perbaikan citra politk didalam suatu negara. Hal ini kembali perlu diperjelas bahwa memang benar adanya bahwa bila citra politi disautu negara bai, maka akan semakin mudah pula suatu nevgara dapat merealisasikan tujuan bersamanya. Hal ini perlu menjadi headline yang terus dipertahankan agar tidak terkecoh kembali pelaksanaannya. Pemerintah harus lebih merakyat agar bisa paham bagaimaan kondisi warganya, yang mungkin kemmduian juga dapat dilakuakn melalui sosialisasi politik. ketidaktahuan politik bagi rakyat kecil bukan merupakan persoalan sederhana, melainkan persoalan krusial yang perlu jawaban langsung dari para aktor elite politik.

Urgensi sosialisasi politik bukanlah hal yang perlu dipertanyakan, melainkan hal yang pelru langsung direalisasikan pelaksanaanya. Hal ini berkaitan langsumg dnegan bagaimana partisipasi politik masyarakt dapat meningkat nantinya. Secara filosofis, bagaimana rakyat bisa ikut serta, jika mereka tidak tahu. Dan menajdi tugas mereka yang menjabat dan memiliki kewenangan untuk kemduian melakukan sosialisasi politik hingga ke masyarakat kecil sekalipun. Banyak harapan yang terucap dari mereka yang tentunya menginginkan perbaikan pelaksanaan politik ke arah yang lebih baik. Pelaksanaan politik memang merupakan perang inteligensi diantara beberapa pihak, namun tidak dengan mereka yang hanya bisa berharao bisa lebih sejahtera hidupnya. Maka dari itu, sosialisi politkk merupakan langkah awal realisasi perubahan ke arah yang lebih baik bagi pelaksanaan politik di suatu negara. 

4. Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun