Mohon tunggu...
muhamadanggitputrapratama
muhamadanggitputrapratama Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

saya merupakan mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mengapa masih banyak pedagang kaki lima yang menempati lahan ilegal?

23 Desember 2024   17:00 Diperbarui: 23 Desember 2024   16:54 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi elemen penting dalam ekosistem ekonomi di berbagai kota di Indonesia. Mereka menawarkan barang dan jasa dengan harga terjangkau juga mengambil andil dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang melonjak, keberadaan PKL sering menimbulkan konflik, terutama terkait lahan tempat mereka berjualan. PKL sering menimbulkan perbedaan pendapat di masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa mereka menawarkan makanan dan barang-barang murah, tetapi ada yang mengatakan bahwa keberadaan mereka di tempat ilegal dapat mengganggu kenyamanan dan keselamatan masyarakat.

Banyak keluarga menggunakan PKL sebagai sumber pendapatan, terutama di lingkungan ekonomi yang kompetitif. Mereka seringkali tidak memiliki modal yang diperlukan untuk memulai bisnis resmi, jadi mereka harus berdagang secara ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa solusi yang memungkinkan mereka untuk bertahan secara finansial tanpa melanggar hukum sangat penting. Keberadaan mereka mencerminkan tantangan seperti kesenjangan ekonomi, minimnya lapangan kerja, dan kurangnya akses terhadap fasilitas berdagang yang legal.

Masalah ini mencerminkan tantangan yang lebih besar, seperti kesenjangan sosial, keterbatasan akses terhadap tempat berdagang yang legal, dan kurangnya kebijakan yang mendukung sektor informal secara berkelanjutan. Pilihan untuk berdagang di lahan ilegal disebabkan oleh banyak faktor, termasuk tingginya biaya sewa, keterbatasan akses ke tempat berdagang yang legal, dan kurangnya dukungan untuk sektor informal. Sebaliknya, komunitas mengeluh tentang efek negatifnya, termasuk kemacetan, penurunan kualitas lingkungan, dan ketidaknyamanan bagi orang yang menggunakan fasilitas umum. Pemerintah juga harus memilih antara menertibkan pedagang kaki lima untuk menegakkan aturan atau memberi mereka ruang yang lebih manusiawi untuk bergerak. Penertiban yang dilakukan pemerintah seringkali tidak memberikan solusi jangka panjang, sementara pedagang kaki lima terus mencari cara untuk bertahan hidup.

Oleh karena itu, untuk mencapai keseimbangan yang adil, solusi relokasi harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak. Jika tidak ada kebijakan yang jelas dan dukungan dalam bentuk infrastruktur dan pembinaan, relokasi PKL menjadi sulit. Untuk menegakkan aturan sambil mempertahankan kondisi sosial ekonomi PKL, diperlukan penerapan hukum yang tegas namun humanis.

Apa yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini? Siapa yang seharusnya menyelesaikan permasalahan ini? Tentu saja pemangku kebijakan dan dibantu oleh semua pihak.

Untuk menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan berkelanjutan, perlu ada undang-undang yang mendukung keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) secara legal. PKL harus dapat dengan mudah mendaftar dan mendapatkan izin usaha melalui sistem perizinan yang transparan dan mudah diakses oleh pemerintah. Untuk memantau dan mengelola keberadaan PKL, proses registrasi identitas juga harus diterapkan. Selain itu, menetapkan area khusus untuk PKL, seperti pasar rakyat atau area komersial, akan memastikan bahwa mereka memiliki tempat yang legal dan strategis untuk berjualan. Lokasi yang diperbolehkan harus mempertimbangkan kenyamanan dan aksesibilitas masyarakat.

Selain itu, pemerintah harus menetapkan standar minimum untuk kualitas dan kebersihan barang yang dijual oleh PKL, dan memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan kesehatan dan keamanan makanan. PKL memerlukan dukungan finansial untuk menyesuaikan diri di tempat baru, dan pelatihan dalam manajemen usaha dan pemasaran dapat meningkatkan daya saing mereka. Selain itu, pemerintah dapat mempercepat penyesuaian undang-undang yang diperlukan dengan membuat sistem pemantauan untuk mengevaluasi kinerja PKL dan mengadakan forum untuk mendengarkan umpan balik dari mereka.

Sebagai bagian dari ekonomi informal, pedagang kaki lima yang masih menggunakan lahan ilegal menghadirkan tantangan yang kompleks bagi kota-kota di Indonesia. Di satu sisi, mereka menjadi sumber penghidupan bagi banyak keluarga dan menyediakan kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau. Namun, di sisi lain, aktivitas mereka di lahan ilegal seringkali berdampak pada ketertiban, kenyamanan, dan fungsi ruang publik. Masalah ini bukan hanya soal pelanggaran aturan, tetapi juga mencerminkan persoalan sosial dan ekonomi yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.

Oleh karena itu, solusi yang diambil tidak boleh hanya berfokus pada penertiban, tetapi juga harus memberikan alternatif yang manusiawi dan berkelanjutan. Pemerintah perlu menyediakan lokasi berdagang yang legal dan layak, sementara masyarakat harus ikut mendukung dengan menggunakan jasa atau produk PKL di tempat yang sesuai aturan. Dengan pendekatan yang inklusif dan berimbang, kita dapat menciptakan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, hak masyarakat, dan tata kota yang lebih baik. Pada akhirnya, menata PKL yang menggunakan lahan ilegal adalah langkah penting untuk mewujudkan kota yang lebih tertib, adil, dan berkelanjutan bagi semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun