Relasi supporter dan sepakbola tidak akan pernah terpisah, keduanya akan melekat satu sama lain sebagai simbol loyalitas terhadap klub yang mereka cintai. Kebutuhan supporter bagi klub merupakan salah satu terpenting dalam perjalanan sebuah klub. Bagaimana tida,k seorang pelatih, pemain atau seluruh official tentunya tidak ada Hasrat untuk memenangkan pertandingan bila tidak ada motivasi dari pihak lain, yakni pendukung atau supporter. Nilai motivasi ini menjadi bahan dasar para pemain untuk memiliki paradigma yang selalu ingin memenangkan disetiap pertandingan.
Sebuah klub dalam dunia karir nya tentu memiliki tujuan dan harapan, baik sepak bola tradisional ataupun sepakbola industrial. Tujuan yang dimaksud dalam hal ini ialah untuk bisa memenuhi harapan dari setiap individu atau kelompok yang mendukung klub tersebut. Motivasi dan harapan dari setiap kelompok supporter membuat sebuah klub sepakbola akan terus hidup. Karena dari situlah dasar relasi klub dengan kelompok supporter. Segala bentuk pemberian dari kelompok supporter tetunya memiliki rasa murni untuk mendukung klub kesayangannya, begitupun dengan seorang pemain yang dinaungi oleh Lembaga klub harus memiliki rasa yang sama pula, terkecuai gaji yang sudah menjadi kewajiban antara klub dan pemain.
Kebutuhan moral ini akan terus berlanjut sampai kapanpun, motivasi untuk memenangkan pertandingan menjadi nilai tertinggi dibanding gaji (pemain) yang mereka terima. Kecintaan seorang pemain terhadap klub yang mereka bela harusnya menjadi modal awal untuk mereka berkarir. Hal ini agar para pemain dan supporter memiliki ikatan dan nasib yang sama. ketika ikatan batin ini sudah terjalin maka akan menghasilkan harmonasasi antara para pemain dan klub. Bahkan yang lebih membuat haru ketika seorang pemain menunjukkan loyalitas dengan sepenuh hati, maka kelompok suporter pun dengan sendirinya akan memberikan gelar "legenda" kepada pemain tersebut.
Namun bila dilihat dari perkembangan dunia sepakbola sekarang, kini beranjak kepada neo-liberal dan dunia industrialisasi. Ada beberapa alasan dari klub yang mulai beranjak kedalam dunia industri. Diantranya ialah untuk menjamin keuangan klub, managerial yang baik serta sponsorship yang luas. Semua itu bisa dilakukan ketika klub harus mengakui jati dirinya sebagai klub yang masuk dalam dunia industri. Â Klub yang sudah mengklaim bahwa jati dirinya sebagai sepakbola industri biasanya akan banyak relasi dengan pihak lain, bisa dikatakan klub tersebut menggantungkan dirinya dengan pihak lain. Hal ini bila di tinjau dari segi kelebihan mungkin klub yang sudah menjadikan dirinya sebagai klub indsutri ialah gaji pemain biasanya terjamin, relasi sponsorship luas, mencapai persyaratan dari federasi nasional ataupun internasional. Ada beberapa parameter yang dijadikan persyaratan klub untuk bisa di katakan sebagai klub professional, salah satunya klub yang menjadikan dirinya sebagai klub industri.
Beda lagi ketika ditinjau dari perspektif kelompok supporter, industrialisasi sepakbola dinilai sebagai kerugian. Supporter menganggap bahwa ketika dunia industri masuk kedalam ruang sepakbola harus dengan se-ideal mungkin. Karena bila sepakbola yang berbau industri ini gagal dalam mengelolanya akan banyak pihak yang dirugikan, salah satunya kelompok supporter. Seperti yang kita ketahui bahwa supporter dan klub tidak akan pernah terlepas satu sama lain, maka bila klub merusak relasi ini akan timbul sebuah paradoks.
Beberapa melihat sepakbola modern ini menjadi ajang mencari siapa yang berkuasa dan yang berhak menentukkan sesuatu. Dan sebagai kelompok supporter seakan tidak lagi menjadi motivasi klub untuk memenangkan disetiap pertandingan. Sepakbola modern ini membawa paradigma bahwa kelompok supporter dijadikan sebuah sasaran industri yang mereka bangun. Tentu ketika kelompok supporter sudah di jadikan subjek industri maka akan timbul sintemental diantara keduanya.
Kebutuhan sebuah klub kini tidak lagi membutuhkan kelompok supoter yang mendukung secara moral terhadap klubnya. Sepakbola modern memberikan efek yang begitu besar terhadap kelompok supporter yang benar-benar mencintai klubnya secara totalitas. Bagi Kalangan kelompok supporter klub sudah bukan lagi sesuatu yang harus didukung, akan tetapi mereka (supporter) menganggap klub merupakan jatidiri yang sudah dibangun sejakdahulu mereka mengenal klub kesayangannya. Paradigma kulturisasi ini menjadi antitesa dengan konsep sepakbola modern, maka kita sering mendegar dengan istilah "Againts modern football". Maksud dari diksi tersbut, bahwa ada beberapa kelompok supporter yang memberikan penolakan secara tegas mengenai sepakbola modern. Mereka menggapap bahwa hadirnya sepakbola modern ini sangat menganggu relasi klub dan sepakbola. Tentu dasar dari terbangunnya sebuah klub karena ada dorongan dan motivasi dari seklompok orang untuk bisa memajukan klub tersebut tanpa mendiskreditkan satu salam lain.
Namun dengan pergeseran menuju sepakbola modern ini membuat kelompok supporter sebagai konsumen dari para investor klub. Kemenangan atau kekalahan seakan tidak dijadikan nilai prioritas untuk mereka. Dan kelompok supporter yang menjadi elemen bagian dari klub seakan dimanfaatkan dengan sebegitu kapitalisnya oleh mereka. Sehingga dukungan moral dari kelompok supporter sedikit demi sedikit mulai terkikis, dan relasi moral supporter dengan klub mulai di tuai dengan konflik yang terus berlanjut. Hal ini karena pro-kontra nya dari kehadiran sepakbola modern yang melumuti klub sepakbola.
Maka dengan itu kelompok supporter yang mengikuti jejak klub sepakbola dari awakl karirnya kini seakan tidak dijadikan lagi sebuah motivasi untuk semua jajaran klub, termasuk para pemain. Karena mereka akan bergantung dengan pihka-pihak industri yang sudah mereka bangun. Bahkan terkadang supporter ini dimanfaatkan secara finansial klub. Tidak lagi berjalan secara murni, semuanya tergantung pada kepentingannya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H