Mohon tunggu...
Muhamad Alwi Syahrial
Muhamad Alwi Syahrial Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Football Enthusiast, Publik-policy, Enviromental and political-social

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Sosial di Kalangan Remaja dalam Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

29 November 2022   17:42 Diperbarui: 29 November 2022   17:47 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Remaja merupakan salah satu fase perkembangan manusia menuju dewasa, perhitungan remaja ini di lihat dari usia 12-21 tahun. Banyak fenomena yang akan terjadi pada proses perkembangan di kalangan remaja ini, seperti daya pikir, analisis, sifat, sikap dan karakter. Hal tersebut menjadi salah satu penilaian umum dalam menyatukan dasar menuju pengertian remaja itu sendiri. Benturan itu lah yang menjadi menimbulkan persoalan bagi remaja yang memiliki jiwa mental lemah, yang akan berdampak melakukan perbuatan apa saja yang mereka inginkan tanpa ada dasar yang kongkrit.

Perlakuan yang menyimpang ini menjadi persoalan yang tiada henti di bahas dalam sudut pandang akademisi ataupun para peneliti lainnya, lingkungan dan sekolah merupakan titik harapan penuh bagi para orang tua yang memiliki anak di fase remaja. Ini menjadi kerasahan Bersama dalam persoalan fenomena remaja dalam lingkungan yang mereka diami, dinamika ini akan terus di benturkan dalam kondisi dan situasi seperti apapun. Apalagi di zaman sekarang yang serba bebas dalam mengekspresikan keinginannya dalam media sosial masing, itu menjadi salah satu persolan lebih pula karena media sosial menjadi alat pengekspresi bagi kaum remaja. Kita mengenal istilah fomo yang dimana adanya Hasrat ingin mengikuti sesuatu yang mereka rasakan oleh pancainderanya, karena mereka tidak ingin merasa ketinggalan zaman atau tidak gaul dengan berita yang sedang viral. Secara output fomo ini menghasilkan sesuatu yang positif atau pun bisa menjadi negatif, hal itu tergantung apa yang mereka inginkan dari rasa keingintahuan mengikuti tersubut, apakah sesuatu hal yang baik atau buruk. Ketika sesuatu itu ialah hal yang buruk, maka itu yang menjadi persoalan Bersama, karena fase remaja ini dimana mereka yang penting mengikuti berita yang sedang viral tanpa melihat dasarnya apa dan efeknya bagaimana, baik terhadap pribadi ataupun terhadap publik.

Urgensi dalam memahami pertumbuhan pada remaja ini perlu ada pengkajian lebih dalam lagi dalam memperhatikan dinamika pada setiap perkembangannya, kasih sayang yang wajar oleh orang tua maupun masyarakat itu menjadi faktor pendorong bentuk kepedulian. Kemudian perlu juga ada pengakomodiran perihal minat dan bakat mereka yang menjadi nilai potensial, serta untuk mencegah dan antisipasi dengan munculnya gejala-gejala gangguan psikososial yang mungkin saja akan terjadi kepada mereka. Masyarakatpun dapat memaknai perilaku remaja ini dengan cara mengenali dan memahami sifat dan karakteristiknya yang umum dimiliki oleh mereka.

Globalisasi merupakan salah satu dampak dari pegeserannya moral pada kehidupan remaja, terkadang penggunaan teknologi ini menjadi jurang yang curam bagi para pengguna nya, akan tetapi dengan kehadiran teknologi ini pula bisa menjadikan manusia yang kreatif dan inovatif. Perlu ada tameng yang kuat dalam rangka melakukan langkah preventif dalam kehadiran teknologi ini. Literasi terkadang malah di kesampingkan, yang dimana hal itu menjadi nilai fundamental terutama pada hadirnya teknologi. Rasa ingin tahu pasti selalu ada dalam benak semua umat manusia, hal itu merupakan karekter yang baik. Kemudian yang menjadi persoalan dalam rasa keingin tahuan itu yakni tidak di bungkus dengan ilmu yang baik, rasa ingin tahu dalam sesuatu itu sifatnya menjadi kabur dan lepas dari pengetahuan yang kongkrit. Sehingga mereka menyimpulkan rasa ingin tahu itu dengan sesuatu yang abstrak, dan hal itu menjadi suatu kecacatan dalam berpikir untuk mengkaji dari rasa ingin tahu yang mereka miliki. Parameter kepuasan itu tidak terletak pada ilmu pengetahuan yang pasti, akan tetapi malah bersandar kepada opini public yang sering di goreng oleh media dan tidak ada nilai kepastian di dalamnya, sehingga metodologi analisis itu menjadi kurang terasah dan malah mendewakan opini public yang menghampiri kepada mereka.

Dengan paparan argumen di atas, saya akan mengkomparasikan fenomena remaja ini dengan pisau analisis sigmund freud dalam bukunya yang berjudul psikoanalisis. Sigmund freud merupakan ilmuwan sekaligus filsuf yang lahir di Freiberg yang terletak di kerajaan Austria. Kita mengenal Freud ini sebagai bapak psikologi yang melahirkan teori psikoanalisis, ada banyak beberapa nama-nama yang muncul dengan adanya pembahasan topik psikologi ini seperti gramdes, ivan pavlov dan William james. Sosok ini merupakan manusia yang sangat berjasa dalam dunia ilmu pengetahuan karena telah mengembangkan teori psikoanalisis yang merupakan cabang dari ilmu psikologi. Ruang lingkup psikoanalisis itu terkait emosi dan mental psikologis manusia.

Pendekatan psikoanalisis ini menganggap bahwa tingkah laku manusia itu di sebabkan oleh faktor-faktor intropsikis; konflik tidak sadar, represi, kecemasan sehingga bisa mengganggu penyesuaian diri dalam lingkungan yang ada. Kemudian freud memberikan sumbangsih pikiran teori psikonalisis dalam wilayah pikiran, di antaranya id, ego, super-ego. Dalam wilayah ide ini membahas mengenai sistem kepribadian yang asli di bawa sejak lahir. Dari ide ini kita mengenal ego dan super-ego. Yang dimana setiap manusia lahir itu pasti akan memiliki id pada setiap diri nya masing-masing, seperti insting, impuls (rangsang) dan drives. Pengoperasian id ini berdasarkan pada kenikmatan dan akan menghindari dari rasa kesakitan. Hal itu bisa kita simpulkan bahwasanya id ini bertugas untuk mencapai sebuah kenikmatan pada setiap diri manusia, dan dirinya akan berusaha menghindari atau melakukan tindakan preventif Ketika dirinya berpotensi akan merasakan kesakitan. Kemudian ada wilayah ego (Das Ich) ini bertugas untuk menangani segala realitas guna untuk mendapatkan kepuasan yang menjadi tuntutan dengan mengantisipasi terjadinya menunda kenikmatan sampai menemukan objek nyata dapat memuasakan keinginan. Hakikatnya ego ini bekerja memuaskan wilayah id, karena ego yang tidak memliki kekuatan energi sendiri akan mendapatkan energi dari id. Dari kedua wilayah tersebut memang sangat berkesinambungan satu sama lain. Dan yang terakhir ada super-ego yang dimana ini berkembang dari ego, dan sama seperti ego, ia tak punya sumber energinya sendiri. Namun super-ego ini berbeda dari ego dalam satu hal penting yakni super-ego ini tidak memiliki interaksi dengan dunia luar sehinggan tuntutan super-ego ini hanya menjadi kesempurnaan belaka yang tidak terjadi secara realistis. Adapun tiga tujuan dari super-ego ini di antaranya : 1). Mendorong ego menggantikan tujuan realistik menjadi tujuan moralistik; 2). Menghalangi rangsangan yang agresif menjadi standar nilai masyarakat; 3). Dan mengejar kesempurnaan.

Pada dasarnya remaja di era kali ini membutuhkan Hasrat atau kesenangan masing-masing, dan teknologi lah yang menjadi alat pemuas dari Hasrat tersebut. Rasa ingin senang itu kita memang tidak dapat hindari dan di pisahkan dalam kehidupan manusia. Yang kemudian manusia pun tidak ingin merasakan hal-hal yang akan menyakitkan diri mereka, walaupun suka duka itu akan selalu menghampiri diri manusia. Akan tetapi secara manusia normal, suka lah yang akan mereka pilih. Dan terkadang duka itu merupakan hasil konsekuensi diri kita yang selalu mengkultuskan 'suka' dan terlalu berlebihan dalam menyikapinya.

Kemudian dengan hal tersebut, perlu ada sikap yang harus ditegaskan dalam mengkikis Hasrat yang berlebihan itu, bukan berarti akan memotong Bahagia seseorang, akan tetapi lebih ke antisipasi paska perbuatan Bahagia yang menutur mereka itu adalah hal yang baik. Menurut Freud, dalam mengkontrol hal ini ada yang Namanya super-ego, yang memiliki tugas untuk mengatur pola pikir manusia yang asalnya realitik menjadi moraslitik. Sepert contoh, Ketika seseorang akan melakukan prank terhadap orang yang tidak di kenal sama sekali oleh dia, secara realistic itu adalah hasil dari id, yang dimana adanya kepuasan Hasrat ang di implemenastikan oleh manusia. Namun dari prank tersebut kita musti berpikir lebih jaug lagi mengenai dampak secara sosial ataupun secara psikis. Karena kita tidak tahu orang di prank itu dampak setelahnya akan bagaimana, begitupun dengan sikap masyarakat yang ada. Dan kita harus memikirkan lebih jauh lagi, apakah prank ini merupakan sikap pemuas Hasrat belaka atau malah menimbulkan masalah yang baru. Kemudian secara sosial apakah prank ini melanggar moral masyarakat yang ada atau tidak. Hal itu berada dalam wilayah super-ego, yang dimana mempertimbangkan lebih jauah lagi sebelum pikiran itu menjadi sebuah Tindakan. Dengan itu segala Tindakan yang akan di lakukan akan cukup sempurna bila kita pikirkan dan mempertimbangkan lebih jauh lagi.  

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun