Mohon tunggu...
Muhamad alimuhtar
Muhamad alimuhtar Mohon Tunggu... Ilmuwan - Guru Kemenag

Kajian Islam dan kajian formal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga Jagung Anjlok: Dilema Petani Jember di Tengah Biaya Produksi yang Melonjak

20 Desember 2024   15:55 Diperbarui: 20 Desember 2024   13:35 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Petani jagung di Jember kini menghadapi realitas pahit dengan harga jagung yang sangat murah, berkisar antara Rp220.000 hingga Rp230.000 per 100 kilogram. Harga ini jauh dari kata layak jika dibandingkan dengan pengorbanan dan biaya produksi yang telah dikeluarkan petani. Kondisi ini memicu kekecewaan besar, terutama karena mereka telah melewati berbagai tantangan berat sejak masa tanam hingga panen.

Musim tanam jagung yang berlangsung dari Juli hingga November tahun ini dipenuhi hambatan besar, salah satunya adalah keterbatasan air. Kekeringan yang melanda menyebabkan banyak ladang gagal ditanami karena tidak ada asupan air yang memadai. Petani harus berjuang keras mencari sumber air alternatif, yang sering kali membutuhkan biaya tambahan. Namun, upaya ini tampaknya tidak membuahkan hasil yang setimpal dengan harga jual jagung saat ini.

Selain itu, ongkos pekerja yang terus meningkat menjadi beban tambahan. Dalam setiap tahap, mulai dari penyiapan lahan, penanaman, hingga pemanenan, petani harus mengeluarkan biaya tenaga kerja yang tidak sedikit. Kenaikan ongkos pekerja ini tidak diiringi dengan kenaikan harga hasil panen, sehingga margin keuntungan petani semakin menipis.

Tak hanya itu, harga pupuk subsidi yang mencapai Rp200.000 per zak juga menjadi tantangan besar. Meski pupuk ini disebut "subsidi," namun harganya masih memberatkan bagi sebagian besar petani kecil. Ketergantungan pada pupuk untuk menjaga kualitas dan hasil panen memaksa petani untuk tetap membelinya, meski dengan biaya yang mencekik.

Ketika musim panen tiba, petani justru dihadapkan pada harga jual yang anjlok. Harga jagung yang tidak sebanding dengan biaya produksi membuat petani terjebak dalam siklus kerugian. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat petani adalah ujung tombak penyedia pangan di Indonesia.

Fenomena harga jagung yang anjlok ini juga memunculkan pertanyaan besar tentang keadilan dalam sistem distribusi dan perdagangan hasil panen. Ada indikasi kuat bahwa harga rendah ini dipicu oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang ingin meraup keuntungan lebih besar di tengah kesulitan petani. Spekulasi ini diperkuat dengan adanya ketidakstabilan harga yang sering kali terjadi tanpa alasan yang jelas.

Jika situasi ini dibiarkan, maka petani akan semakin terpuruk. Banyak dari mereka yang mungkin beralih profesi atau bahkan meninggalkan lahan pertanian mereka karena merasa tidak lagi menguntungkan. Hal ini tentu akan berdampak besar pada ketahanan pangan nasional.

Pemerintah diharapkan lebih peka terhadap kondisi di lapangan. Harga jagung yang sangat rendah ini seharusnya menjadi alarm bagi pemangku kebijakan untuk segera mengambil langkah konkret. Salah satunya adalah dengan memastikan harga minimum pembelian (HPP) yang layak untuk hasil panen petani.

Selain itu, transparansi dalam rantai distribusi hasil panen juga perlu ditingkatkan. Pemerintah dapat mengawasi dan mengatur mekanisme pasar agar tidak ada pihak yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi. Sistem perdagangan yang adil adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara petani dan konsumen.

Pemberian subsidi yang benar-benar efektif juga sangat dibutuhkan. Pemerintah harus memastikan bahwa pupuk subsidi benar-benar terjangkau oleh petani kecil dan didistribusikan secara tepat sasaran. Ini dapat membantu mengurangi beban biaya produksi yang tinggi.

Kolaborasi antara petani, pemerintah, dan sektor swasta juga perlu ditingkatkan. Salah satunya adalah dengan membangun infrastruktur pertanian, seperti irigasi yang memadai, agar petani tidak lagi kesulitan mendapatkan air untuk ladang mereka. Langkah ini akan mendukung produktivitas mereka dalam jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun