Lembaga Pengadilan pada masa Kesultanan Samudera Pasai
Membahas lembaga pengadilan tidak lepas tentang persoalan hukum berikut lembaga-lembaga pengadilan di masa kesultanan  Samudera Pasai:Â
Qadhi adalah hakim yang tugasnya memutuskan perkara di antara dua pihak yang bersengketa. Keberadaannya merupakan keharusan yang tidak bisa dibiarkan kosong tanpa ada yang diangkat menjadi qadhi. Walaupun di tengah-tengah umat islam sudah ada Al-Qur'an dan Hadits, keberadaan qadhi menjadi syarat mutlak yang tidak boleh diabaikan.
Hukum qadhi ini menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam di suatu tempat, sedangkan bagi khalifah/sultan wajib menunjuk atau mengangkat seseorang menjadi qadhi disebuah wilayah.
Dalam buku Hukum islam di Nusantara yang ditulis oleh Ayang Utriza Yakin, DEA., Ph.d, menyebutkan bahwa qadhi Qd adalah seorang hakim, pejabat yang  berwenang yang melaksanakan kekuasaan peradilan (qad') yang menjamin sistem-sistem islami dan mengatur peradilan. Oleh karena itu, qd adalah seorang pegawai negara dan juga perwakilan dari gubernur. Sultan yang mengangkat dan memberhentikan qd.Â
Ibn Battah menegaskan bahwa telah ada lembaga pengadilan di Samudera Pasai. Kita mengetahui keberadaan qd di kesultanan ini, yaitu Qd Amir Sayyid al-Syirz. Dengan memperhatikan bahwa ia berasal dari Syiraz, qd tersebut telah memberikan sumbangsih bagi dominasi Mazhab Syafi'i di Samudera Pasai, karena Syiraz merupakan salah satu kota yang mengikuti Mazhab Syafi'i.
Seorang qadhi harus memiliki tiga kemampuan yaitu mengurus perihal administratif, mengurus perihal kepentingan umum, dan mengurus perihal keagamaan. Qadhi di Samudra Pasai kemungkinan memiliki wewenang dan jabatan seperti yang dijelaskan dalam hukum islam, Ibnu Batutah mencatat dalam bukunya ketika beliau berkunjung ke kesultanan Samudra Pasai, qadhi Amir Sa'id Al-syirazi menemani Amir Dawlasah, untuk menyambut Ibnu Batutah ini. Ibnu Batutah berpikir bahwa mereka adalah pejabat dan wakil sultan yang menyambut tamu negara. Kita juga dapat memperkirakan bahwa qadhi ini ditunjuk dan diberhentikan oleh Sultan, karena Sultan memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam sebuah kesultanan seperti di kesultanan-kesultanan lainnya.Â
Adapun dalam perihal keagamaan, Ibnu Batutah mencatat dalam bukunya bahwa ketika Ibnu Batutah selesai shalat beliau menjumpai qadhi, yang di mana qadhi tersebut berada di sebelah Sultan, Penulis beranggapan mungkin qadhi ini mengatur dan memimpin shalat, maksudnya qadhi ini lah yang menjadi imam shalat berjamaah.Â
Ibnu Batutah juga mencatat bahwa beliau mengikuti pengajian tentang hukum Islam bersama Sultan, kaum pelajar, dan masyarakat Samudra Pasai, yang dimana pengajian ini disampaikan oleh qadhi.
Dapat kita simpulkan bahwa qadhi di kesultanan Samudra pasai ini bukannya hanya sebagai hakim yang memutuskan permasalahan di antara kedua belah pihak yang berselisih, namun qadhi ini juga harus bisa mengurus perihal keagamaan yang dimana qadhi bertugas menjadi imam shalat, eramah, khatib, dan lain-lainnya.