Mohon tunggu...
Muhamad Akmal Ardian
Muhamad Akmal Ardian Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa kimia universitas sebelas Maret

saya merupakan mahasiswa kimia fakultas matematika dan ilmu pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, hobi saya adalah bermain badminton dan membaca komik dan novel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tantangan Pemerintah dalam Menjalankan Kebijakan Makanan Bergizi Gratis

3 Desember 2024   06:43 Diperbarui: 3 Desember 2024   06:45 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor utama dalam usaha untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Salah satu dasar penting dalam membangun SDM yang unggul adalah memastikan setiap generasi muda memperoleh akses kepada gizi yang seimbang. 

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan oleh pemerintah merupakan langkah strategis untuk memastikan para penerus bangsa memiliki tubuh dan otak yang sehat agar tumbuh menjadi individu yang kompetitif dan produktif.

Akan tetapi, meskipun program ini memiliki misi yang mulia, perjalanan menuju keberhasilannya tidak sederhana. Stunting, yang dialami oleh anak-anak di Indonesia, adalah salah satu tantangan utama yang harus diatasi. Stunting menghalangi pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak, yang berdampak pada keterlambatan dalam kemampuan belajar dan akhirnya memengaruhi produktivitas mereka di masa datang.

Program MBG merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mengatasi masalah ini, memberikan akses kepada anak-anak diseluruh Indonesia untuk mendapatkan makanan yang bergizi dari usia dini, sehingga mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang lebih sehat dan lebih cerdas. 

Di samping itu, tantangan lain yang perlu dihadapi adalah koordinasi antar lembaga yang sangat diperlukan agar program ini dapat berjalan secara efektif. Data dari BPS menunjukan adanya ketimpangan dalam akses terhadap gizi yang berkualitas antara keluarga kaya dan miskin, yang dapat berpengaruh pada kesenjangan kesehatan dan pendidikan. 

Program MBG tidak hanya memerlukan pengelolaan teknis yang baik, namun juga membutuhkan kerja sama kolektif antara sektor kesehatan, pendidikan, dan sosial untuk memastikan bahwa semua anak, khususnya yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), dapat merasakan manfaat dari program ini.

Program makan bergizi gratis bukan sekadar kebijakan yang memerlukan pelaksanaan teknis, tetapi juga memerlukan kerja sama yang terorganisir dan terintegrasi dengan baik. Keberhasilan program ini tergantung pada kemampuan semua pihak untuk berkolaborasi dan memastikan bahwa gizi seimbang dapat diakses oleh setiap anak bangsa, tanpa terkecuali.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh UNICEF menemukan bahwa sekitar 1 dari 4 anak di Indonesia mengalami stunting, yang menunjukkan adanya kekurangan gizi pada tahap penting dalam perkembangan mereka. 

Stunting tidak hanya membawa risiko bagi kesehatan jangka pendek, tetapi juga berdampak pada kualitas sumber daya manusia dalam jangka panjang, karena anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan gizi yang baik. Penurunan kemampuan kognitif ini dapat mengurangi potensi generasi mendatang untuk berkontribusi dalam pembangunan sosial dan ekonomi negara.

Di sinilah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memegang peranan yang sangat penting. Dengan menyediakan makanan bergizi di sekolah-sekolah dan berbagai fasilitas publik lainnya, diharapkan masalah gizi buruk dapat diminimalisir, sehingga generasi penerus bangsa mampu tumbuh dengan optimal.

Stunting tidak hanya mengancam kesehatan dalam jangka pendek, tetapi juga berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa mendatang, mengingat bahwa anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dibandingkan mereka yang mendapatkan nutrisi yang baik. Penurunan kemampuan kognitif ini dapat mengurangi potensi generasi mendatang untuk berkontribusi dalam pembangunan sosial dan ekonomi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun