Ketika selesai sholat berjamaah maghrib bersama teman-teman sejawat di musholla fakultas, perbincanganmenjadi hangat. Sebelumnya sempat didahului obrolah ringan dengan sedikit basa-basi. Perbincangan hangat ini didahului dengan pertanyaan teman yang memancin.
“Apa pernah mengalami kekecewaan terhadap pelayanan bank yang ada di kampus kita?”
Tanpa diduga, empat teman sejawat yang berjamaah bersama semuanya bercerita terkecuali seorang teman yang memang terhitung baru, jadi mungkin belum banyak berinteraksi dengan bank yang satu ini.
Sebut saja bapak SA, sampai tanggal 5 bulan November ini dia mengeluhkan belum menerima transferan gaji. Selain itu beliau juga bercerita, dua bulan sebelumnya gajinya dipotong yang dia sendiri tidak tahu alasannya. Bahkan dia bercerita, pernah melakukan hal yang terbilang heroik di depan teller karena merobek-robek buku tabungannya. Ah ada-ada saja heheheh...
Teman satunya lagi bercerita, sebut saja namanya N, bahwa pernah suatu ketika ingin mengambil uang tunai tetapi selalu saja ada alasan dan menurutnya pasti uang bisa cair keesokan harinya. Saya tetap berfikiran positif, mungkin saja uang yang diambil dalam jumlah yang cukup besar.
Teman yang berjamaah, satunya lagi sebut saja pak MM, juga pernah mengalami hal yang tidak mengenakkan hanya saja beliau tidak bercerita peristiwa apa yang dialaminya secara detil. Beliau hanya berkata bahwa gajinya bulan ini juga belum masuk.
Ah, saya jadi teringat teman lainnya yang juga bercerita, sebut saja namanya S, pernah mendapatkan ghost transfer, gak jelas siapa yang mentransfer uang kerekeningnya tetapi selang beberapa jam kemudian uang sudah ditarik kembali. Kejadian seperti ini tidak hanya sekali dilamainya.
Lebih lucu lagi ada teman yang bercerita bahwa, buku tabungannya sampai minus nilai saldonya. Lah opo tumon nilai saldo minus heheheh. Saya ingin bertanya apa pembaca pernah mengalami hal serupa dengan teman saya ini. Sebut saja namanya W yang memiliki saldo tabungan minus. Luar biasa bank ini.....tidak normal cara kerja sistemnya (karena kalau ditanya selalu saja alasan sistem).
Saya sendiri pernah mengalami hal serupa, dan sudah dua kali mengalami pemotongan yang tidak jelas. Pertama, yang menguruskan teman di bagian keuangan dan yang kedua saya sendiri. Saya hanya berusaha menanyakan “bagaimana sih cara kerjanya sistem di bank anda?” kepada customer servicenya. Si customer service (CS) menjelaskan panjang lebar (sama dengan luas), penjelasannya ini tidak menarik saya yang tetap mendengarkannya, lalu kemudian saya potong dengan pertanyaan “siapa mas nama programernya atau konsultan programernya?”. Si CS ini tidak mengetahuinya, yah sudah pastilah...saya memang sengajamemotongnya dengan pertanyaan tersebut karena sudah tidak tertarik lagi untuk mendengarkannya. Sebab, yang membangun sistemnya kan manusia. Herannya lagi ini sudah serrrriiiiiiiinnnngggg terjadi. Seandainya teman-teman sejawat lainnya disurvey, saya meyakini bahwa bank yang satu ini sudah tidak layak lagi ada di kampus kami. Bahkan saya pernah mendengar sendiri salah satu guru besar sudah mengeluh dengan kinerja bank yang satu ini.
Saya jadi berlogika, mengapa bank ini tetap dipertahankan di kampus kami? Tanpa bermaksud menuduh, muncul asumsi-asumsi, jangan-jangan bank ini kinerjanya hanya memuaskan fihak-fihak tertentu saja. Atau mungkin ada klausul perjanjian tertulis yang mengikat secara hukum, yah seperti Freeport dengan pemerintahlah. Mengapa saya katakan begitu? karena walaupun sudah banyak keluhan toh bank ini tetap menjadi jawara di kampus kami. Seharusnyakan ditinjau ulang bila semangatnya ingin memberikan layanan terbaik pada stakeholders. Iya kan? Saya sempat gogling dan menemukan, ternyata bank yang satu ini unjuk kerjanya paling buncit diantara bank pelat merah lainnya. Setelah saya cek lagi ternyata bank ini pun tidak terdaftar dalam 7 (tujuh) bank Republik Indonesia yang masuk top ranking 500 banking brands 2014 (http://bisnis.liputan6.com/read/830701/7-bank-ri-masuk-daftar-top-500-banking-brands-2014).
Ah, saya jadi teringat dulu....duluuuuuu sekali ketika maskapai penerbangan di Indonesia masih Garuda dan Merpati, penumpang hanya mempunyai 2 (dua) pilihan bila bepergian dengan menggunakan pesawat. Sekarang, Merpati telah menjadi kenangan (grounded), ini karena tidak mampu bersaing dengan maskapai-maskapai baru yang lebih progresif dan efisien dalam unjuk kerjanya.
Ah....saya jadi teringat lagi, dengan salah satu pemasok air di negeri ini sebut saja PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Saya sampai menulis status di sosmed mengungkapkan kekesalan dengan nada bercanda (mungkin itu yah terus dikira tidak serius akhirnya dibiarkan hehehe). Air keruhlah, ada keong kecilnyalah. Apa lacur, saya tidak mempunya pilihan karena memang yang memasok air cuma dia, PDAM. Listrik juga yang akhir-akhir ini mulai bermasalah. Saya jadi berfikir apa karena menterinya bukan Dahlan? Heheheh...
Pastinya, bila segala sesuatu itu ‘monopoli’ maka nasabah atau ‘pelanggan terpaksa’ tidak mempunyai pilihan. Itu mengapa perlunya menciptakan pesaing atau kompetitor dalam sebuah industri sehingga para pemain saling berlomba untuk memberikan layanan terbaiknya. Apalagi dunia perbankan yang masuk dalam kategori industri pelayanan. Bukankah anda sendiri kurang ‘greget’ bila tidak memiliki pesaing dalam arti yang positif? Itu mengapa dalam agama yang saya yakini Islam, mengajarkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, fastabiqul khoirot. Bahasa bebasnya, berlomba-lombanya itu maksudnya saling ‘bersaing’ atau ‘berkompetisi’ dan kebaikan itu maksudnya, memberikan ‘layanan’.
Sebagai koreksi, ketika berkunjung ke berbagai universitas saya selalu mendapati universitas-universitas besar itu memiliki mitra bank di kampusnya lebih dari 2 (dua). Saya menduga ini juga bagian dari stategi ‘pengelola’ dan pengambil kebijakan di kampus untuk bergerak maju dalam semangat memberikan layanan terbaiknya pada stakeholders.
Ah andai saja itu terjadi di kampus tempat saya dan teman sejawat yang memperbincangkan unjuk kerja bank yang satu ini, bisa jadi akan terjadi perubahan ‘layanan’. Tidak seperti CS yang berjilbab tetapi menunjukkan wajah cemberut ketika saya meninggalkan kursi tempat duduk saya dengan berusaha tetap tersenyum setelah memberikan masukan yang positif. Saya juga bertanya “Siapa nama pimpinan pusat cabang di kota ini?”. Wong bertanya dan ingin tahu namanya saja, kok terus disikapi seperti itu hehehehe....hilang lo nanti cantiknya wakakakak... J
Semoga berubah...J
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H