Syarat 2a (S2a): dengan memakai nama palsu
Syarat 2b (S2b): dengan martabat palsu
Syarat 2c (S2c): dengan tipu muslihat
Syarat 2d (S2d): dengan rangkaian kebohongan
Syarat 3 (S3): menggerakkan orang lain
Syarat 4a (S4a): untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya
Syarat 4b (S4b): supaya memberi hutang
Syarat 4c (S4c): supaya menghapus piutang
Agar seorang yang tidak membayar hutang itu dapat dipidana karena penipuan maka empat unsur syarat kumulatif itu harus terpenuhi yaitu syarat 1,2,3, dan 4. Adapun huruf a,b,c,d pada unsur tersebut sifatnya opsional, jika sudah terpenuhi salah satunya maka sudah terpenuhi syaratnya, sehingga tidak harus terpenuhi seluruh a,b,c,d cukup 1,2,3,4 maka perbuatan tersebut bisa dipidana apabila tidak ada alasan penghapus pidana. Singkatnya dari rumusan di atas adalah AH=S1+S2+S3+S4.
Namun demikian apabila seseorang yang tidak membayar hutang tersebut tidak memenuhi unsur-unsur pasal sebagaimana diuraikan di atas, melainkan seseorang tidak membayar hutang karena tidak mampu maka hal tersebut bukanlah masuk ranah hukum pidana, dan seseorang tersebut tidak dapat dipidana karena penipuan. Hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia“Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang”.
Jadi, jika seorang debitur yang tidak membayar hutang karena lalai, sehingga tidak menepati janji atau tidak mampu maka hal tersebut adalah murni perbuatan dalam hukum perdata yang dapat dilakukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri karena Wanprestasi, namun apabila debitur tersebut memang sudah sengaja memiliki niat jahat untuk menipu atau tidak mengembalikan hutangnya sehingga memenuhi unsur-unsur penipuan sebagaimana rumusan di atas maka perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana dan kreditur bisa melaporkan debitur ke Kepolisian.