***
Saya mencoba mencari benang merah kenapa seorang gay berani menampakkan diri ke permukaan. Apakah ini dampak dari kampanye LGBT harus diberikan ruang di Indonesia? Bisakah ini terjadi?
Iya sepakat. Memang terlalu prematur jika kita mengaitkan kasus AR dengan maraknya kampanye LGBT di Indonesia. Tetapi secara ekonomi, tidak mungkin akan ada penawaran tanpa ada permintaan. Permintaan akan muncul jika ada pangsa pasar. Pangsa pasar akan tumbuh jika ada sekumpulan manusia yang memiliki satu kebutuhan atau keinginan. Maka apa yang ‘dijajakan’ AR merupakan bentuk penawaran kepada mereka para penyuka sesama jenis sebagai konsumen utama.
Prostitusi Non-LGBT saja belum mampu kita atasi, muncul lagi kasus prostitusi LGBT. Lantas dari mana kita mulai untuk memberantas hal ini?
Seperti yang saya sebutkan di atas. Saya kira tindakan yang menyangkut hukum hanya bisa dilakukan oleh pihak yang berwenang. Kita hanya bisa sebagai pelapor atau pengawas di lingkungan sekitar kita. Tetapi lebih jauh, ada beberapa hal yang mungkin bisa mulai. Ada banyak peran yang bisa kita mainkan untuk mencegah seorang anak masuk menjadi bagian yang aktif dalam mengkampanyekan LGBT. Tetapi peran di keluarga menurut saya memegang peranan yang paling dominan.
Keluarga merupakan unit pertama tempat seorang anak akan tumbuh. Jika memang ada seorang anak terindikasi memiliki kelainan pada orientasi seksnya, maka sedini mungkin bisa dikonsultasikan kepada dokter atau yang memiliki kompetensi. Di keluarga juga penting untuk penanaman nilai-nilai agama yang baik sehingga seorang anak memiliki pegangan teguh dalam memutuskan untuk berbuat apa.
Kita mungkin tidak bisa menghentikan secara signifikan perilaku para gay atau kasus sejenisnya. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah mendoakan mereka supaya kembali ke jalan yang benar. Adapun yang menjadi fokus kita adalah menghentikan tunas baru, yaitu memberikan perhatian lebih kepada seorang anak yang memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang gay.
Muhamad Bai'ul Hak
Lombok, 3 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H