Mohon tunggu...
Muhamad HanifFathin
Muhamad HanifFathin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi mencari ketenangan dan membiarkan masalah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Indonesia Pra dan Pasca Kemerdekaan

10 Desember 2022   20:00 Diperbarui: 10 Desember 2022   20:10 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa adalah satu sistem lambang bunyi yang memiliki sifat arbitrer (manasuka) yang digunakan sekelompok anggota masyarakat untuk mengidentifikasi diri dan berinteraksi (Abdul Chaer, 2003:30).bahasa merupakan sistem lambang bunyi ujar yang merupakan sarana kelompok sosial bekerjasama. Jadi, bahasa dapat diartikan sistem lambang bunyi yang arbitrer dan disepakati oleh sekelompok masyarakat untuk berinteraksi dan berkomunikasi.

Ditinjau dari fungsinya terbagi menjadi dua, yaitu : fungsi umum dan fungsi khusus.

Cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Pada dasarnya, bahasa Melayu tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu Melayu tinggi dan Melayu pasar. Melayu tinggi adalah bentuk yang lebih resmi. Bahasa Melayu Tinggi digunakan oleh kalangan kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih sulit, penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak /kurang ekspresif. Berbeda dengan Melayu tinggi, Melayu pasar sangat lentur, mudah dimengerti, dan ekspresif. Toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya. Bahasa Melayu pasar ini mirip dengan bahasa Indonesia yang baik sekarang ini karena digunakan sehari-hari untuk berkomunikasi (lisan). Bahasa Melayu pasar inilah yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia.

Bahasa Melayu di Indonesia dikenal juga sebagai lingua franca (bahasa pergaulan dan perdagangan) di Nusantara. namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu (B1/ bahasa pertama). Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa lebih. Jadi, bahasa Melayu sebagai bahasa kedua (B2) setelah bahasa daerah (B1) tersebut. Dengan digunakannya bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan atau komunikasi sehari-hari dan bahasa perdagangan, masyarakat tidak merasa bahasa daerahnya tersaingi. Masyarakat menyadari bahwa bahasa daerah mereka tidak dapat dipakai sebagai alat perhubungan antarsuku maupun antarpedagang dari berbagai negara. Sebagai contoh bahasa Jawa. Jika bahasa digunakan dalam perdagangan adalah bahasa Jawa, maka bisa dibayangkan betapa sulitnya cara berkomunikasi dalam perdagangan. Kenapa sulit? Karena bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatan berbahasa. Hal ini berbeda dengan bahasa Melayu yang tidak ada tingkatan, sehingga mudah dipelajari dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah, mengusulkan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan. Usulan ini disampaikannya dalam pidato pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, beliau mengatakan bahwa, "Jika mengacu pada masa depan bahasa bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."Bahasa Melayu kemudian diangkat oleh para pemuda pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Solo menjadi bahasa Indonesia. Penamaan ini berdasarkan kepentingan politik untuk mempersatukan masyarakat Indonesia.

Penamaan bahasa Indonesia merupakan simbol. Bentuk bahasa Indonesia sama dengan bahasa Melayu. Hanya namanya yang berubah. Hal itu disebabkan oleh nama bahasa Melayu dianggap kedaerahan sedangkan nama bahasa Indonesia dianggap mampu menciptakan semangat persatuan dan kesatuan masyarakat. Perkembangan ejaan Bahasa Indonesia modern dapat dilacak sejarahnya dari literatur Melayu Kuno. Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuijsen yang membedakan dengan ejaan sekarang (baca: EBI Ejaan Bahasa Indonesia) adalah pemakaian huruf ch (=kh), dj (j), glotal (k), dan (e), nj (ny), oe (= u), sj (= sy), tj (= c), y tidak dipakai karena dituliskan dengan j. Dan kata yang diulang boleh menggunakan angka 2 selain tanda hubung (-).

 Setelah merdeka bahasa Indonesia mulai dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia secara menyeluruh pada masa penjajahan Jepang. Pada masa itu, masyarakat tidak diperbolehkan menggunakan bahasa Belanda tetapi bahasa pribumi atau bahasa asli masyarakat Indonesia yaitu bahasa Indonesia. Awalnya, masyarakat Indonesia pesimis dengan kemampuan berbahasa Indonesia karena telah menggunakan bahasa Belanda selama 3,5 abad. Namun, lama kelamaan bahasa Indonesia semakin populer. Hal itu juga karena adanya dorongan bangsa Jepang terhadap bangsa Indonesia agar menggunakan bahasanya sendiri.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 telah mengangkat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa "Bahasa negara adalah bahasa Indonesia" (Bab XV, Pasal 36). Jadi, bahasa Indonesia bertambah kedudukan sebagai bahasa negara selain sebagai bahasa nasional.

Keputusan Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada 19 Maret 1947 bahwa Pemerintah Republik Indonesia menentukan ejaan yang baru bahasa Indonesia yaitu ejaan Republik. Ejaan ini hampir sama dengan ejaan sebelumnya yaitu ejaan Van Ophuijsen. Perbedaannya hanya terletak pada pemakaian huruf ' glotal ditulis k, dan ditulis e, oe ditulis u, dan kata serapan baru mengikuti tulisan asalnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun