Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahar Politik dan "Cacat" Demokrasi

14 Oktober 2018   08:16 Diperbarui: 14 Oktober 2018   11:24 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koalisi kardus di sini bisa dipahami sebagai koalisi yang tidak berisi. Ibarat kardus kosong, bungkusnya saja yang bagus, namun dalamnya kosong, tidak ada apa-apa. 

Parpol koalisi kardus ini merasa sudah mendapatkan mahar yang diinginkan, persoalan selesai. Sebagai mesin politik, parpol koalisi kardus ini tidak akan memberikan kinerja yang maksimal. Jikalau ia bekerja, biasanya hanya formalitas belaka.  

Koalisi kardus tidak akan mampu membakar semangat para awak parpol sebagai mesin politik. Ia akan bekerja tidak berdasarkan afiliasi politik, namun transaksional. Ketika dibayar banyak, ia akan lari cepat, sebaliknya amunisi yang kecil menyebabkan loyo.

Di sisi lain, hilangnya ideologi partai dalam pemenangan kontestasi, akan menyebabkan strategi lain untuk "melecut" kinerja mesin politik. Salah satu yang bisa digunakan adalah politik identitas. Memainkan identitas tertentu, demi untuk meruntuhkan identitas lain yang dianggap tidak benar. 

Isu SARA adalah politik identitas yang paling gampang digunakan untuk mengaduk-aduk kesadaran fundamentalis pemilih. Jika ini terjadi, maka kegaduhan sebagaimana Pilkada DKI beberapa waktu yang lalu akan terjadi lagi pada ajang Pilpres 2019 nanti.

Keempat, mahar politik bagaimanapun adalah haram hukumnya. Dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, pada pasal 228 ditegaskan bahwa partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Jika terbukti secara hukum, maka partai penerima imbalan akan mendapatkan sanksi tidak bisa mengajukan calon pada Pemilu berikutnya.

 Demokrasi memberi kita kebebasan berserikat dan berkehendak, namun kebebasan itu tidak serta merta menjadikan kita menghalalkan segala cara demi kekuasaan. Diperlukan etika berpolitik dan paradigma politik santun untuk mewujudkan kontestasi nasional 2019 ini secara fair play, sportif. Dan parpol kiranya harus mempertimbangkan hal ini. Karena Parpol adalah wadah politik bagi warga negara untuk berpolitik secara legal dan konstitusional. Partai politik harus menjadi contoh bagi pendidikan politik yang beradab bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun