Anakmu bukan anakmuÂ
Mereka adalah anak dari kehidupan yang ingin menjadi diri mereka sendiriÂ
Mereka datang melaluimu, tapi bukan darimuÂ(Kahlil Gibran)
Wejangan Gibran di atas barangkali relevan untuk kita renungkan. Anak-anak kita adalah anak-anak zaman, ia diasuh dan dibesarkan oleh kehidupan. Meskipun mereka adalah anak biologis kita, namun mereka adalah produk pemikiran masa.Â
Kita tidak bisa memaksakan kepada mereka apa yang kita inginkan, karena era mereka sudah berbeda dengan generasi kita. Terus apa yang bisa kita lakukan? Haruskan kita melepaskan mereka untuk ditelan oleh keangkuhan zaman?
Generasi milenial, barangkali sebutan yang aktual untuk anak-anak kita yang lahir setelah pecahnya millenium ketiga, abad 21. Â Era milenial ditandai dengan perkembangan informasi dan komunikasi yang begitu pesat dan cepat, yang pernah diprediksi oleh Alfin Toffler sebagai gelombang ketiga (the third way). Gelombang ketiga adalah gelombang informasi.Â
Dunia telah bertransformasi menjadi sebuah perangkat-perangkat digital yang akan menghubungkan antar manusia dan antar teknologi. Manusia milenial memiliki dunia yang khas, akses informasi tak terbatas, terhubung dengan manusia secara cepat, menggunakan perangkat digital serba canggih. Dan dunia seperti ini mungkin sangat berbeda dengan dunia kita generasi X dan Y.
Kecenderungan era milenial ini menjadi tantangan tersendiri bagi anak-anak kita. Gawai canggih adalah mainan paling praktis yang mereka gunakan. Mainan tradisional bagi anak-anak kita adalah artefak masa lalu yang hanya cukup untuk diketahui saja, tidak lebih. Game gawai yang setiap hari, bahkan menit selalu update dan upgrade menyebabkan mereka akrab dan menyatu dengan piranti elektronik tersebut.Â
Tak heran, beberapa waktu lalu kita mendengar berita tentang seorang anak yang kecanduan gadget (gawai), sampai harus ditangani oleh ahli medis kejiwaan. Anak saya misalnya, yang masih berumur 3 tahun itu sangat akrab dengan youtube dan game gawai. Sebuah perjuangan yang "berdarah-darah" ketika harus memisahkan dia dengan gawai, sebuah tantangan mendidik anak, dibutuhkan strategi yang handal.
Teknologi selalu memiliki dua sisi. Â Memang melalui gawai canggih, ada media pendidikan di sana. Namun juga banyak permainan-permainan candu, yang terkadang mempengaruhi perkembangan psikologis anak.Â
Anak-anak kita adalah anak-anak teknologi, sebagaimana wejangan Gibran di atas. Sebagai seorang dosen, kita menghadapi para mahasiswa yang bersahabat dengan teknologi: google.Â