Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Quo Vadis Pancasila

31 Mei 2018   05:55 Diperbarui: 31 Mei 2018   09:52 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: indotesis.com

Pada zaman orde baru, Pancasila dinobatkan sebagai pusaka yang sakral, yang harus menjadi panutan bagi setiap harga Negara. Peristiwa revolusi 66, yang berhasil membasmi paham komunisme dianggap sebagai bukti akan kesaktian Pancasila. Sejak saat itu pula, hari lahir Pancasila yang pada zaman Orde Lama diperingati setiap tanggal 1 Juni, digeser dengan peringatan Kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober.

Peringatan tentang hari lahir Pancasila pernah menjadi polemik. Dalam sejarah, terjadi perbedaan pendapat tentang lahirnya Pancasila ini. Pada era Orde Lama, pidato Soekarno tentang dasar Negara dihadapan BPUPKI dianggap sebagai tonggak kelahiran Pancasila. 

Meskipun terjadi perdebatan, apakah benar Sukarno yang "menemukan" Pancasila, karena menurut data sejarah teks Pancasila yang mendekati isi Piagam Djakarta adalah apa yang pernah dirumuskan oleh Moh Yamin. Namun secara istilah, memang diakui bahwa Sukarno lah yang pertama kali menggunakan istilah Pancasila dalam kaitannya dengan dasar Negara.

Politik kekuasaan kiranya mengaburkan eksistensi Pancasila. Pada era orde baru, demi meredupkan pengaruh Sukarno, Suharto tidak memberlakukan lagi peringatan hari lahir Pancasila. 

Demi mendongkrak popularitasnya, Suharto menggantinya dengan peringatan hari Kesaktian Pancasila, karena dalam revolusi 66, Suhartolah pahlawannya. Pasca reformasi, SBY pernah mengadakan peringatan hari lahir Pancasila kembali, meskipun  hal itu tidak kemudian menjadi disahkannya 1 Juni sebagai peringatan  hari lahir Pancasila. Hingga pada era Jokowi, hari lahir pancasila 1 Juni menemukan momentumnya, bahkan dijadikan sebagai hari libur nasional.

Aktualisasi Semangat Pancasila

Terlepas dari polemik di atas, tampaknya sudah menjadi keniscayaan bahwa Pancasila yang sudah menjadi konsensus bangsa ini harus memiliki substansi yang mampu menggerakkan sikap dan prilaku warga Negara. sudah tidak saatnya, kita berlindung di bawah kesakralan Pancasila, menganggap sakti Pancasila, namun tidak diiringi dengan "kesaktian" kita sebagai warga Negara. 

Sampai di sini, harus ada aktualisasi nilai dan makna Pancasila, yang mampu mencerminkan kita sebagai good citizen, warga Negara yang baik. Di tengah maraknya radikalisme komunal yang terbangun oleh realitas perbedaan, Pancasila harus mampu memayungi melalui mantra suci "bhineka tunggal ika".

Dalam era di mana korupsi sudah membudaya dan mendarah daging dalam arus kesadaran para pemimpin, Pancasila harus membangun karakter Pancasilais, di mana ketuhanan dan kemanusiaan menjadi prinsip yang mengikis watak koruptif. 

Dalam kondusi masyarakat yang masih berjibaku melawan kemiskinan, Pancasila harus memompa semangat keadilan sosial, yang bisa dinikati oleh seluruh rakyat Indonesia. Aktualisasi makna dan spirit Pancasila ini kiranya menjadi tugas kita bersama sebagai eleman bangsa, di mana Pancasila menjadi payung pemersatu.

Euforia reformasi yang telah membuang habis semua hal yang berbau Orba menjadi salah satu indikator tergesernya semangat Pancasila ini. Banyak orang saat ini merasa alergi terhadap penanaman semangat Pancasila, sebagaimana yang gencar dilakukan pada zaman Orba. Penataran P4, butir-butir Pancasila, eka prasetya panca karsa boleh jadi sudah tidak relevan dalam wacana kekinian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun