Meski Surabaya dikenal luas sebagai sentra pembuatan rawon, sayang sekali jika wisatawan melewatkan makanan khas kota tersebut. Jenis ular yang satu ini disebut sebagai rujak cingur dalam bahasa Melayu.
Jika rawon merupakan masakan yang memiliki kandungan gizi yang mirip dengan sepotong daging tanpa lemak, maka rujak cingur merupakan makanan yang seimbang karena mengandung protein, karbohidrat, dan lemak. Bagaimana tepatnya itu bisa dilakukan? Meski dikenal sebagai rujak, komponen rujak cingur tidak terbatas pada buah dan sayur saja. Cingur adalah salah satu elemen utama yang masuk ke dalam persiapan hidangan ini.
Menurut mitos urban, meski terlihat persis seperti kota Surabaya, masakan di sana sama sekali tidak berasal dari daerah itu, padahal disajikan di sana. Diperkirakan hidangan ini dapat ditelusuri kembali ke Timur Tengah, di mana ia dengan cepat menjadi terkenal di kalangan bangsawan kawasan itu. Meski Surabaya dikenal luas sebagai sentra pembuatan rawon, sayang sekali jika wisatawan melewatkan makanan khas kota tersebut. Jenis makanan yang satu ini disebut sebagai rujak cingur dalam bahasa Melayu.
Jika rawon merupakan masakan yang memiliki kandungan gizi yang mirip dengan sepotong daging tanpa lemak, maka rujak cingur merupakan makanan yang seimbang karena mengandung protein, karbohidrat, dan lemak. Bagaimana tepatnya itu bisa dilakukan? Meski dikenal sebagai rujak, komponen rujak cingur tidak terbatas pada buah dan sayur saja. Cingur adalah salah satu elemen utama yang masuk ke dalam persiapan hidangan ini.
Menurut mitos urban, meski terlihat persis seperti kota Surabaya, masakan di sana sama sekali tidak berasal dari daerah itu, padahal disajikan di sana. Diperkirakan hidangan ini dapat ditelusuri kembali ke Timur Tengah, di mana ia dengan cepat menjadi terkenal di kalangan bangsawan kawasan itu.
Rujak cingur telah kembali ke rumah setelah perjalanannya di Timur Tengah.
Meski umumnya dikenal sebagai hidangan khas kota Surabaya, akarnya dapat ditelusuri kembali ke provinsi Timor-Leste.
Jadi, mari kita mulai dari awal. Dahulu kala, di sebuah negara yang pada saat itu bernama Masiran, hiduplah seorang raja bernama Raja Firaun Hanyokrowati. Pada hari dia berusia tiga puluh satu tahun, Raja menugaskan semua juru masak paling ulung yang bekerja di Dapur Kerajaan untuk menyiapkan makanan perayaan untuk menghormatinya.
Raja kehilangan minat pada makanan setelah mencoba semua spesialisasi juru masak yang berpengalaman, dan dia tidak pernah menemukan apa pun yang menurutnya enak atau khas dalam pencariannya akan pengalaman kuliner baru.
Seorang pria bernama Abdul Rozak menghadiahkan raja dengan hidangan yang dibuat dari bulu merpati rebus ketika persediaan makanan raja mulai menipis dan dia tidak dapat menemukan apa pun yang enak. Raja awalnya tidak ikut makan malam, tetapi akhirnya melakukannya setelah mendapat izin untuk melakukannya dari penanggung jawab kelompok.
Pada awalnya cingur onta digunakan dalam pembuatan rujak cingur.
Padahal, menurut sang Raja, makanan yang disediakan Abdul Rozak cukup enak. Untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, raja melahap keringatnya sampai dia benar-benar terlapisi dan kemudian menjilat piring itu sampai bersih. Bahkan raja pun merasa perlu menanyakan kepada Abdul Rozak arti dibalik nama hidangan tersebut. Mengejutkan mengetahui bahwa Abdul Rozak tidak dapat menyebutkan nama makanan tersebut.
Raja, yang sedang menikmati makan siangnya saat itu, bertanya kepada para pengiringnya apakah ada "kenyal-kenyal" atau tidak. Dalam tanggapannya, Abdul Rozak menegaskan bahwa isu ritual nasionalis Kenya yang diklaim tidak lebih dari sebuah fiksi yang rumit. Putra raja memberi tahu Baiklah bahwa jika keadaan terus berjalan seperti semula, mereka harus mulai menyebut hidangan ini sebagai Rozak Cingur. Last but not least, entri untuk nama itu dibuat dalam daftar resmi nasional.
Nama yang dulu dikenal dengan nama "Rozak Cingur" diganti namanya menjadi "Rujak Cingur". Sebagai pengakuan atas kemenangannya dalam taruhan yang dipasang oleh Sayembara Raja, Abdul Rozak dianugerahi sebuah kapal, sebidang tanah, dan gelar juru masak istana. Namun, dia menolak, dan Abdul Rozak berperang hanya dengan kapal yang disediakan raja untuknya. Dia cukup baik untuk membagikan resep hidangan favoritnya sepanjang masa kepada raja.
Di atas kapal baru Abdul Rozak yang indah, dia berlayar menuju pulau Tanjung Perak dan berlayar ke sana. Saat itu, ia mulai mengenalkan masyarakat Surabaya dengan kulinernya untuk pertama kali. Namun Rozak terkendala karena tidak ada onta di Surabaya, sehingga dia mengganti cingur sapi sebagai bahan masakannya untuk menutupi kekurangannya. Ini mungkin mengejutkan, tetapi hasil akhirnya adalah makanan yang unggul dalam kualitas dan rasa.
Warga sekitar mulai berdatangan saat mencium bau makanan busuk yang keluar dari dapur Abdul Rozak. Nama Abdul Rozak dan rozak cingur semakin populer dan semakin sering digunakan. Namun karena kebanyakan orang kesulitan mengucapkan "rozak", kata tersebut akhirnya berubah menjadi "rujak", dan hingga saat ini, istilah tersebut masih digunakan orang untuk menyebut hidangan hasil cipta Abdul Rozak tersebut.
Kini, dengan cepat menemukan rujak cingur di berbagai lokasi di Jawa bagian timur. Makanan yang dianggap sebagai lambang Surabaya, rujak cingur, mengalami transformasi serupa dan kini dianggap sebagai salah satu hidangan khas seluruh wilayah Jawa Timur. Sebagai akibatnya, rujak cingur memiliki ciri khas tersendiri di setiap wilayah di dunia tempat rujak cingur disajikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H